Cerita Ramadan: Kehangatan Berbuka Puasa di Pelosok Provinsi Jambi

Cerita Ramadan di Tanjung Jabung Timur

Jakarta, IDN Times - Ramadan selalu memberikan pengalaman menarik bagi setiap orang. Saya mengalami pengalaman unik ini di salah satu desa, Kecamatan Rantau Rasau, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada Ramadan 2009.

Saya mengalaminya saat menjadi enumerator salah satu lembaga survei nasional. Sebagai mahasiswa, pekerjaan sebagai enumerator lembaga survei merupakan salah satu cara untuk mendapat 'dana' tambahan membayar biaya kuliah dan uang saku. 

Kunjungan pertama saya ke Tanjung Jabung Timur saat menjadi enumerator Quick Count Pilpres 2009 di Desa Muara Sabak Ulu, Kecamatan Muara Sabak Timur. Pada momen itu, saya bertemu Uwak Azis, salah satu tokoh masyarakat yang kemudian saya kenal baik.

Setelah Quick Count Pilpres 2009, saya beberapa kali melakukan survei di Tanjung Jabung Timur. Dalam sebulan, saya bisa dua kali mampir ke rumah Uwak Azis, terutama saat lokasi survei yang melewati Kecamatan Muara Sabak Timur. Saya menumpang menginap satu atau dua malam di rumah beliau. Tak jarang Uwak Azis membantu mencari motor sewaan atau menghubungi kenalannya di desa yang menjadi lokasi survei.

Pengalaman di Rantau Rasau itu terjadi pada awal September 2009, bertepatan dengan Ramadan. Kami melakukan survei kepuasan publik menjelang Pemilihan Gubernur Jambi 2010.

Bus yang saya dan enumerator lain tumpangi berangkat dari Kota Padang, Sumatra Barat, sekitar pukul 18.00 WIB. Bus itu tiba di Kota Jambi keesokan harinya, sekitar pukul 04.00 WIB.

Tiba di Jambi, saya dan seorang teman menumpang minibus selama tiga jam ke Tanjung Jabung Timur. Minibus itu berhenti di dermaga Muara Sabak, perjalanan dilanjutkan menggunakan perahu tempel karena belum ada jembatan yang bisa dilalui saat itu.

"Bang, saya mau ke rumah Wak Azis, di Sabak Ilir," kata saya kepada nahkoda perahu yang dibalas anggukan.

Perahu itu berhenti di dermaga kecil depan teras rumah Uwak Azis. Saya dan teman disambut dengan senyum.

"Ke mano lagi kau sekarang? (Ke mana lagi kamu sekarang?)" tanya Uwak Azis saat kami bersalaman.

Saya memberi tahu lokasi survei saya kepada Uwak Azis. Saya kebagian di Kecamatan Rantau Rasau, sementara teman saya di Kecamatan Nipah Panjang. Uwak Azis lalu bertanya, apakah kami mau menyewa motor atau mencari tukang ojek yang disewa harian.

Kami memilih menyewa satu motor. Nantinya, saya akan turun duluan di Kecamatan Rantau Rasau. Sementara teman saya melanjutkan perjalanan ke Nipah Panjang. Setelah pekerjaan kami selesai, kami berencana bertemu kembali di Rantau Rasau untuk kembali ke Muara Sabak.

Perjalanan dari kediaman Uwak Azis menuju Rantau Rasau ditempuh sekitar dua jam menggunakan motor. Sementara ke Nipah Panjang, sekitar setengah jam dari Rantau Rasau.

Saya tiba di Rantau Rasau menjelang pukul 11.00 WIB. Sengatan matahari membuat puasa hari itu sedikit lebih berat. Setelah bertemu kades dan meminta data warga di kantor desa, saya meminta izin menemui 10 responden yang terpilih berdasarkan metode yang ditetapkan lembaga survei.

Salah satu perangkat desa, Pak Mugi, menawarkan diri mengantar saya ke rumah beberapa responden. Alasannya, akses ke beberapa rumah warga itu cukup jauh jika ditempuh berjalan kaki. Selain itu, ada beberapa warga yang hanya bisa berbicara bahasa daerah.

Pak Mugi menemani saya mewawancarai tujuh responden. Sementara kediaman tiga responden tersisa tak jauh dari rumah responden ketujuh. Lokasinya juga sudah dekat dari kantor desa dan pasar.

Pak Mugi lalu pamit kembali ke kantor. Sebelum pergi, Pak Mugi menawarkan berbuka puasa di rumahnya. Saya sempat menolak karena segan. Namun, Pak Mugi malah memberi tahu arah rumahnya. Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan melanjutkan pekerjaan.

Pekerjaan itu rampung menjelang magrib. Setelah mewawancarai responden terakhir, saya berpamitan. Responden terakhir sempat menawarkan berbuka puasa di rumahnya. Saya menjawab sudah janjian berbuka di rumah Pak Mugi. Mereka sempat heran, tetapi tak bicara apa-apa.

Saat berjalan ke kantor desa, saya bertemu Pak Mugi yang mengendarai motor.

"Mau ke mana?" tanya Pak Mugi.

"Mau ke kantor desa pak, sekalian mau janjian ketemu teman. Teman saya hari ini ke Nipah Panjang," kata saya.

Pak Mugi menawarkan tumpangan ke rumahnya, sambil memperlihatkan kantong berisi gorengan yang baru saja dibeli. Dia menyarankan agar bertemu di rumahnya. Toh, jaraknya tidak jauh dari kantor desa. 

Di perjalanan ke rumah perangkat desa itu, saya mengirim pesan pendek kepada teman agar berjumpa di rumah yang tak jauh dari kantor desa. Pesan pun dibalas, teman saya mengaku sedang di perjalanan.

Rumah Pak Mugi sederhana dan asri. Ada banyak tanaman hias di halaman depan. Saya meminta izin tetap di luar menunggu teman saat Pak Mugi menawarkan masuk ke rumah.

Dari depan pintu rumah, Pak Mugi memanggil saya, lalu memberi tahu minuman hangat dan camilan ada di ruang tamu. Saya pun mengangguk sambil mengucapkan terima kasih.

Teman saya datang saat azan magrib berkumandang, kami pun buru-buru masuk ke ruang tamu. Saya agak kaget karena mendapati dua gelas teh hangat dan dua gelas susu putih hangat di meja ruang tamu. Terlihat juga beberapa gorengan.

Pak Mugi menyapa teman saya yang baru datang sambil menawarkan minuman dan camilan.

"Ayo sudah azan, ini boleh pilih susu hangat atau teh, ini juga ada gorengan," kata Pak Mugi.

Sambil menyeruput teh, saya bertanya apakah Pak Mugi sudah berbuka. Beliau menjawab, sudah. Pak Mugi kemudian pamit masuk ke ruang belakang.

Saya dan teman berbincang mengenai pekerjaan kami masing-masing sambil makan camilan dan menyeruput minuman hangat. Sambil berbincang, sesekali saya melihat potret keluarga Pak Mugi yang tertempel di dinding.

Saat menyisir dinding ruang tamu, mata saya berhenti di salah satu sisi dinding. Saya melihat hiasan salib dan patung Yesus tertempel di dinding.

Pak Mugi kembali ke ruang tamu menawarkan makanan, saat mata saya melihat ke arah dinding tersebut.

"Itu makanan sudah disiapkan di belakang, ayo mau makan atau mau salat dulu? Kalau salat magrib bisa di masjid dekat kantor desa," kata Pak Mugi.

"Sudah, gak usah kamu pikirin. Saya emang dari awal sudah niat ajak kamu berbuka di rumah saya. Biar aman juga. Soalnya kalian baru pertama kali ke sini, kalau nanti ada apa-apa repot," kata Pak Mugi, sambil melihat saya. 

Saya cuma bisa tersenyum saat mendengar penjelasan perangkat desa itu. Sambil berjalan ke meja makan, saya merasa bersyukur bisa bertemu orang-orang baik seperti Pak Mugi dan Uwak Azis. 

"Sudah, sudah. Kamu itu tamu saya. Jadi tidak usah segan," kata Pak Mugi sambil tertawa dan menepuk bahu saya saat berjalan ke meja makan.

Baca Juga: Cerita Ramadan: Paling Semangat Bukber, padahal Gak Puasa

Baca Juga: Cerita Ramadan: Takut Batal Puasa karena Kentut di dalam Air

Baca Juga: Cerita Ramadan: Jadi, Udah Azan Subuh Apa Belum, sih?

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya