Anak Presiden Gus Dur Berbicara Soal Identitas Muslim di Indonesia

85 persen warga Indonesia adalah muslim

Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah warga beragama Islam atau muslim terbesar. Sebesar apa? Dari data yang dikutip dari Republika.co.id, 85 persen warga Indonesia adalah muslim. Angka ini terbesar di negara-negara muslim lainnya. Akan tetapi, masyarakat Indonesia justu sedang dalam sebuah momok yang disebut ketidakpedulian.

Momok ini hadir dalam berbagai kalangan. Kalangan yang menyebut diri mereka menjalankan kewajiban. Justru merekalah perusak agama 'yang diperjuangkan'. Belum lagi orang-orang yang sering bersembunyi di balik akun dunia maya mereka untuk memecahkan kesatuan Indonesia. Orang-orang yang secara mengejutkan, tidak suka dengan persatuan.

Anak Presiden Gus Dur Berbicara Soal Identitas Muslim di IndonesiaDokumentasi IDNtimes.com

Belum lagi mereka yang terlihat berani dengan komentar-komentar mereka, tapi justru islamophobia. Mereka yang malah sebenarnya kalau teman-teman muslim benar-benar jadi sebuah kesatuan di Indonesia. Orang-orang ini juga masuk 'komplotan' pemecah kesatuan.

Isu SARA masih jadi senjata.

Anak Presiden Gus Dur Berbicara Soal Identitas Muslim di IndonesiaDokumentasi IDNtimes.com

Isu-isu SARA yang terus bersebaran atas satu sama lain. Mengatasnamakan agama dan kepercayaan justru hanya untuk menghina orang lain. Isu-isu yang harusnya tidak lagi jadi menyadari Indonesia memiliki keberagaman. Namun, pada akhirnya, bukankah setiap agama pasti mengajarkan kebaikan?

Anak Presiden Gus Dur Berbicara Soal Identitas Muslim di IndonesiaDokumentasi IDNtimes.com

Memangnya ada yang mengajarkan untuk membenci agama lain? Memang pernah sebuah agama mewajibkan pengikutnya terjerumus dalam dosa? Atau apakah ada agama yang mewajibkan untuk mengumbar kebencian? Tidak kan?

Jadi, muncul pertanyaan, bagaimana sebenarnya identitas para teman-teman muslim di Indonesia?

Baca Juga: Setelah Ancaman Pembunuhan Dianggap Gertakan, Kini Polisi Persilakan Ahok Tuntut Habib Rizieq

Sebuah pandangan dari putri Presiden Indonesia.

Anak Presiden Gus Dur Berbicara Soal Identitas Muslim di IndonesiaAnis Efizudin / ANTARA FOTO

Putri Presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yenny Wahid pun punya jawabannya. Seperti dikutip dari ABC.net.au, Yenny yang merupakan aktivis Islamik pun memberikan pandangan terkait identitas muslim di Indonesia. Yenny mengaku hidup di zaman Orde Baru Indonesia, dirinya telah merasakan bagaimana sebuah negara tanpa demokrasi.

Yenny menyebut masyarakat Indonesia semakin konservatif dengan penafsiran terhadap agamanya. Justru masyarakat yang konservatif membuat negara kita selayaknya Orde Baru lagi, terutama bagi perempuan. Zaman Orba, wanita tidak memiliki kesempatan untuk berbicara dan mengekspresikan diri.

Itu yang menurut Yenny akan terjadi jika pemikiran konservatif terus menyebar di Indonesia. Menurut Yenny, terlalu banyak pria yang mendominasi di Indonesia. Menurut Yenny, banyak yang wanita menutupi apa yang terjadi selama ini.

Identitas Islamik digunakan oleh berbagai kelompok konservatif untuk menekan kaum wanita.

Yenny menyayangkan bagaimana perempuan di Indonesia, terutama muslim harusnya dapat berkarya dan berprestasi. Bukan berarti tidak ada, tapi Yenny tampak belum puas dengan jumlah wanita yang telah menunjukkan kapasitasnya.

Radikalisme di Indonesia.

Anak Presiden Gus Dur Berbicara Soal Identitas Muslim di IndonesiaREUTERS/Stringer/ANTARA FOTO

Yenny pun menyebut kalau masalah lain di Indonesia adalah masuknya radikalisme. Menurut Yenny sulitnya menahan radikalisasi di Indonesia justru tidak dapat dilawan dengan mudah. Data dari survei Wahid Institute milik Yenny, 7,7 persen orang Indonesia dengan mudah diperngaruhi oleh radikalisme. Bahkan, dengan senang hati untuk dicekoki paham-paham tidak tepat.

Meskipun warga Indonesia yang menuju Suriah untuk bergabung di ISIS dalam angka kecil, tapi gampangnya masyarakat Indonesia untuk dipengaruhi tetap jadi ketakutan Yenny. Dirinya menyebut kalau dari 200 juta warga Muslim Indonesia, hanya 500 yang bergabung dengan ISIS.

Pada akhirnya, kekhawatiran Yenny tidak jauh dari kekhawatiran kita. Akui saja, Indonesia itu hukum dan menjunjung tinggi perbedaan. Ketika sebuah intoleransi muncul, pasti ada ketidaknyamanan. Benar kan?

Baca Juga: Kita Masih Saling Menghujat, Kemana Bhinneka Tunggal Ika?

Topik:

Berita Terkini Lainnya