Kisah Anak Autis Lian, yang Tolak Mengonsumsi 15 Makanan Ini

In this world, there is no limitation, nothing can determine the exact value of the limit, autism is not limitation.

In this world, there is no limitation, nothing can determine the exact value of the limit, autism is not limitation

Quotes pendek di atas terinspirasi dari seorang anak. Namanya Lian. Wajahnya tampan, keturunan campuran dua suku. Ayahnya Batak dan Ibunya keturunan Cina. Pertama kali yang membuat saya terkesan adalah keberaniannya untuk menghampiri saya, sekitar dua tahun lalu. Saat saya menjadi volunteer sebagai pendamping kegiatan outdoor sekolahnya.

Pertama dia menyalami saya, mengajak berkenalan dengan caranya yang cukup “unik”. Dia menanyakan nama lengkap, alamat, tempat tanggal lahir lengkap dengan tahun lahir saya, dan kemudian dengan senyumnya yang lebar, dia menebak umur saya dan hari lahir saya.

Dua tahun berlalu setelah kegiatan outdoor, di mana saya berjumpa dengan Lian, saya memutuskan untuk memilih jalan baru dalam hidup saya. Saya melamar di sekolah tempat saya biasa menjadi volunteer, dan kebetulan sekali saya ditempatkan di kelas Lian.

Yang membuat saya tersanjung, Lian masih mengingat nama saya dengan baik, lengkap dengan tanggal lahir, umur terbaru dan alamat rumah. Kecerdasannya dalam mengingat dan menghitung dilatarbelakangi oleh keistimewaannya.

Lian adalah satu dari 26 anak dengan spektrum autis di sekolahnya. Satu dari 112 ribu anak dengan spektrum autis di Indonesia dan satu dari 35 juta anak dengan spektrum autis di dunia. Jadi, fakta ini menunjukkan bahwa Lian tidak sendirian dengan keunikannya.

Lian dilahirkan dengan menyandang Autism Spectrum Disorder (ASD). Satu minggu pertama saya belajar di kelas Lian, dia tampak ‘baik-baik saja’. Dia belajar materi belajar umum untuk anak seusianya, materi pelajaran siswa kelas XII dengan program peminatan IPS dengan kooperatif dan komunikatif.

Semakin jeli saya mengamati, keunikan-keunikan yang kasat mata setiap harinya muncul. Minimnya kontak mata saat berbicara dan cenderung gaze atau memicing saat melihat, kebiasaan berbicara atau bergumam sendiri, bahkan hampir semua aktivitasnya terpola.

Lian semacam memiliki alarm di tubuhnya, yang dengan tepat waktu mengingatkan urutan dari satu aktivitas ke aktivitas berikutnya. Lian juga memiliki hambatan dalam beberapa aktivitas motorik halusnya, sensor integrasinya juga masih belum optimal.

Pernah suatu kali saat dia mengambil pensil yang jatuh di kolong meja, tidak sengaja kepalanya terbentur cukup keras, dan responnya muncul setelah lima menit kemudian. “Aduh sakit ya, kejedut meja,”. Caranya mengungkap perasaannya memang kadang masih salah ekspresi. Tapi, kemandiriannya patut diacungi jempol.

Diet nutrisi bagi anak penyandang autis sangat ketat dan fatal akibatnya jika dilanggar. Lian sendiri mampu mendaftar lancar setiap menu makan yang boleh dan tidak boleh dimakan. “Miss Iska, Lian tidak boleh makan gluten, tepung terigu, gula, susu sapi, ayam kota (Maksudnya ayam negeri), durian, ikan laut, cumi, udang, kerang, semangka, batagor juga, odading, fettucini, sambel. Lian boleh makan ikan lele, telur ayam kampung, bebek, buah naga, kentang rebus, ubi, minumnya air putih saja,” begitu katanya saat makan siang bersamaku sebelum dia ekskul, sambil menyingkirkan sambal, kerupuk dan melon dari menu cateringnya.

Ia pPulang dan berangkat sekolah secara mendiri tanpa diantar. Berjalan kaki sekitar 3 km untuk mendapatkan input motorik kasar dan kelebihan energinya. Pulangnya, Lian dibekali dompet berisi uang Rp 2 ribu, dan kartu pelajar untuk naik angkut.

Tapi dibalik perkembangannya yang begitu baik, tentunya banyak sekali yang dikorbankan dan diperjuangkan oleh orangtua, guru maupun terapisnya, sampai Lian mampu mandiri seperti sekarang. Saat penerimaan rapor semester I kemarin, untuk pertama kali, saya bertemu ibunya.

Dari hasil didikannya, saya menebak ibunya mungkin seorang yang terlihat kaku dan super disiplin dan sensitif seperti orangtua ABK pada umumnya. Tetapi meleset. Iibunya adalah orang periang, semangat dan penuh energi positif.

Beliau memperlakukan Lian apa adanya sesuai usianya. Tidak manja-manja karena terlarut dengan rasa kasihan, dan tidak terlalu keras, sehingga emosi Lian tumbuh sebagaimana seharusnya. Sense of art Lian berkembang baik. Ia begitu menikmati saat memainkan piano, mampu membidik nada-nada dalam lagu Dewa 19 kesukaannya, dan mengajak saya bernyanyi saat pelajaran musik.

Ia juga piawai memainkan warna saat melukis di atas kanvas. Pelajaran melukis pertama saya bersamanya ia memberi judul lukisannya Magrib. Ia menyapukan perpaduan warna jingga, kuning dan merah secara sempurna sebagai latar senja.

Dua minggu lalu, saya juga mengantarnya untuk mengikuti lomba FLSN, dan Lian pulang membawa juara pertama lomba cipta dan baca puisi. Sensitifitasnya terhadap lingkungan juga mulai terbangun. Seperti ketika bulan Januari lalu, pagi-pagi saat berangkat sekolah, Lian menghampiri dan menyalami saya sambil tersenyum lebar “Selamat Ulang tahun, Miss Iska. Semoga sehat, semoga panjang umur,”.

Ucapannya hari itu sungguh membuat air mata saya meleleh. Beberapa hari terakhir ini, Lian juga sudah menampakkan kegelisahannya untuk melanjutkan sekolah. “Lian lulus bulan Juni, kuliah di Jakarta aja ya,” sambil memegang lengan saya dan meminta perhatian saya. “Lian kerja aja di yayasan, kerja main komputer sama Ayah,”, “Lian kursus aja di Music School, main piano sama gitar,”. Begitu caranya meminta pendapat saya, “Ya, Lian boleh kuliah, kursus atau kerja. Yang penting Lian rajin belajar, diet dan tidak marah-marah,”.

Saya sejenak memandangnya. Begitu banyak pilihan bahkan yang bisa dijalankan oleh Lian, dan semua anak dengan atau tanpa handycap autis juga mungkin punya pilihan yang sama, atau bahkan lebih banyak pilihan. Selagi kita memperjuangkan dan membuat setiap pilihan itu menjadi mungkin untuk dipilih.

Lian adalah satu dari sekian banyak orang yang Tuhan perkenankan lewat di hidup saya. Namun begitu menyentuh sisi terdalam jiwa saya. Betapa banyak hal sebenarnya di dunia ini yang dapat kita lakukan. Saya belajar bahwa di dunia ini tidak ada keterbatasan, sampai kita sendiri yang membuatnya ada.

Lian mungkin satu dari sekian banyak anak yang lahir dengan ketidaksempurnaan. Dan yang ia perlukan hanyalah penerimaan dari kedua orangtuanya dan orang-orang sekitar, juga ruang serta fasilitas yang menunjangnya untuk berkembang.

2 April ini diperingati sebagai Autism Awarness Day. Saya berharap semakin banyak kepedulian dan ruang untuk anak-anak seperti Lian berkembang, dan mereka dapat diterima seutuhnya sebagai anggota masyarakat. Dan juga semakin banyak orangtua yang sadar dan paham, mau menerima dan menangani anak berkebutuhan khusus, terutama autis, sehingga keberadaannya benar-benar berarti.

In this world, there is no limitation, nothing can determine the exact value of the limit, autism is not limitation.

 

FRANSISKA ANDRIANI Photo Writer FRANSISKA ANDRIANI

there is no difference between reading and writing, the meaning of both is about learning

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya