Meliput Corona Sejak Hari Pertama... Akhirnya Positif Juga

#SatuTahunPandemik COVID-19

Pertama kali aku berurusan dengan isu virus corona? Saat itu Gubernur Anies Baswedan menyampaikan ada 115 orang dipantau dan 32 diawasi di Jakarta terkait COVID-19 saat doorstop dengan wartawan usai memimpin upacara peringatan hari lahir Pemadam Kebakaran pada 1 Maret 2020. Besoknya, 2 Maret, Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan ada dua warga Depok, Jawa Barat terkonfirmasi COVID-19.

Pada hari pertama kasus COVID-19 diumumkan di Indonesia, aku sedang berada di Balai Kota DKI. Sorenya, aku dan teman-teman wartawan dari berbagai media meluncur ke Graha BNPB di Jakarta Timur untuk menunggu doorstop Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Kepala BNPB Doni Monardo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Anies.

Selama seminggu setelahnya, aku menawarkan diri untuk memantau kondisi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, tempat rujukan pasien COVID-19 saat itu yang ada di Jakarta Utara. Selama di sana, aku dan beberapa wartawan lain lebih banyak duduk lesehan di lantai sambil menunggu pejabat rumah sakit atau pemerintah serta ambulans pembawa pasien COVID-19 yang datang. Hal ini dilakukan beberapa hari dari pagi sampai malam, sampai ada izin editor untuk pulang.

Rutinitas itu berubah ketika ada pasien COVID-19 yang diketahui juga dirujuk ke RSUP Persahabatan. Akhirnya, selama beberapa hari saya memantau rumah sakit yang berada di Jakarta Timur itu dari pagi sampai ada izin untuk pulang atau pindah liputan.

Work from home

Hanya sekitar 13 hari setelah Jokowi-Terawan mengumumkan kasus COVID-19 pertama di Indonesia, IDN Media memberlakukan kerja dari rumah atau work from home (WFH). Awalnya aku senang, karena selama ini selalu bekerja di lapangan, aku pikir akan lebih santai daripada harus ke lokasi. Namun, ternyata lama kelamaan lebih terasa berat dan membosankan. Menurut ku, ini karena kebiasaan kerja yang tiba-tiba di rumah. Saat itu aku sudah terlanjur tidak tinggal di rumah karena khawatir menularkan virus ke keluarga karena masih harus kerja di lapangan. Walaupun ada kebijakan WFH, tapi aku memutuskan tidak pulang ke rumah. Aku anak kos.

Selama WFH dan COVID-19 ini, aku juga mendapat cerita-cerita dan sudut pandang baru dari artikel wawancara khusus yang dibuat tiap bulannya. Wawancara yang aku lakukan mulai dari tenaga kesehatan RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran yang harus membagi waktunya antara kuliah online dan menjadi relawan, petugas sopir bus sekolah Pemprov DKI Jakarta yang kini beralih fungsi menjadi sopir pengantar jemput pasien COVID-19, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan pekerja yang terdampak pandemik, hingga pengalaman pasien COVID-19 diisolasi mandiri di Wisma Atlet dan Hotel. Mendengar pengalaman mereka, aku sempat sangat khawatir tertular hingga bersyukur masih belum tertular virus corona.

Aku Positif COVID-19

Selama 10 bulan pandemik COVID-19, aku hanya pulang dua kali ke rumah. Itu pun dengan ribuan kali memikir ulang dan perlu diyakinkan orang lain. Aku pulang saat mama ulang tahun ke-66 tahun untuk memberi kejutan. Lalu, kepulangan kedua ku menjelang cuti natal 2020.

Karena khawatir menularkan virus, aku sempat ingin tes usap (swab) PCR sebelum pulang dengan harapan dibayarkan oleh perusahaan asuransi kantor. Tapi, karena gak memungkinkan maka aku hanya swab antigen di sebuah rumah sakit di Jakarta Timur. Keputusan ini aku ambil sebelum swab antigen diwajibkan pemerintah. Setelah swab antigen menjadi syarat, fasilitas kesehatan menjadi penuh orang-orang yang mau tes. Bahkan, aku yang harusnya swab test harus mundur sampai pukul 18.00 WIB. Setelah dinyatakan negatif, aku pun berani pulang malamnya.

Sampai rumah, aku langsung mandi dan melakukan segala protokol minimal yang harus dilakukan seperti mengganti baju dan menyemprot disinfektan. Ternyata, kondisi mama saat itu sudah sakit demam, batuk, pilek, dan lemas. Atas keputusan keluarga, akhirnya mama swab PCR mandiri di sebuah laboratorium di Bekasi.

Di hari yang sama ketika mama swab PCR, aku sempat kembali ke kos karena ada beberapa keperluan yang harus diurus sebelum ditinggal dalam waktu yang lama. Rencananya, aku gak menginap dan langsung kembali ke rumah. Tapi, malamnya aku bergejala demam, pilek, migrain, dan sesekali merasa sesak ketika bernafas. Karena takut menularkan, aku minta izin untuk gak pulang.

29 Desember 2020 aku mendapat kabar mama positif COVID-19. Hal ini membuat aku, papa, dua kakak, keponakan berusia 17 hari dan keponakan berusia tiga tahun jalani swab PCR. Hasilnya, kami semua positif COVID-19 kecuali keponakan ku yang berusia tiga tahun. Status positif aku dapatkan pada 2 Januari 2021 atau tepat 10 bulan COVID-19 diumumkan ada di Indonesia. Aku gak panik atau sedih saat tahu ini semua. Tapi, aku sempat kepikiran kondisi papa yang punya diabetes dan mama yang bergejala. Papa dan mama masuk dalam kategori kelompok rentan, aku pernah beberapa kali menulis soal itu.

Aku akhirnya kembali ke rumah dengan kondisi positif COVID-19 untuk isolasi di rumah bersama mama. Papa langsung dirujuk ke rumah sakit karena ada diabetes. Kakak kedua dan anaknya yang belum ada sebulan menyusul dirujuk ke rumah sakit beberapa hari setelahnya. Lalu, kakak pertama dan ponakanku yang negatif tinggal di rumah terpisah.

Beruntungnya, aku sudah sering mendengar pengalaman orang melalui tulisan yang dibuat serta tahu apa yang harus dilakukan karena beberapa kali menulis hal terkait. Selain itu, dukungan dan perhatian dari lingkungan kerja, dan teman semasa sekolah dan kuliah sangat banyak dan membantu.

Aku sempat stres saat mengisolasi diri. Bukan karena kepikiran penyakitnya, aku stres karena gak bisa ngapa-ngapain. Tayangan di Netflix, buku bacaan, hingga tayangan YouTube sudah habis kukonsumsi.

Aku benar-benar bersyukur karena setelah 1,5 bulan positif COVID-19 dan isolasi mandiri, bisa bekumpul lagi dengan keluarga yang utuh di rumah karena kami semua satu per satu sudah dinyatakan selesai menjalani isolasi mandiri dan bisa beraktivitas kembali. Dari pandemik ini aku belajar bagaimana berharganya waktu dengan keluarga hingga rasa bersyukur.

#SatuTahunPandemik adalah refleksi dari personel IDN Times soal satu tahun virus corona menghantam kehidupan di Indonesia. Baca semua opini mereka di sini.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya