[OPINI] Gak Semua Mau Jadi CEO, Ya Gak Apa-apa Juga

Some people's dream is just to be happy and calm.

Usia yang terus berkurang nyatanya memberikanku perjalanan yang panjang; bertemu banyak orang dengan berbagai macam karakter, juga mengamati langkah kaki mereka, termasuk ketika mereka berhasil mendapatkan gelar “people’s pride”. Berjebah aku menyaksikan orang-orang yang berani berorasi dan beraksi, yang secara langsung dan nyata memberikan dampak serta kebermanfaatan untuk lingkungan sekitarnya, yang dengan percaya dirinya mengumpulkan banyak orang untuk berprogres sekaligus merangkul mereka. Terkadang, pertanyaan-pertanyaan menyesaki kepala; bagaimana mereka bisa melakukan itu? Bagaimana mereka bisa selalu memiliki energi untuk terus berambisi? Aku amat kagum dengan apa yang mereka lakukan dan tentu mengapresiasinya; kerja keras itu, keputusan itu, beribu asa itu.

Lantas, pertanyaan baru pun ikut menyesaki kepala; mengapa rasanya lebih sulit untukku menjadi menonjol dan menampakkan diri? Sekalipun untuk sesuatu hal yang positif dan baik. Bukan berarti aku tidak memiliki ambisi dan mimpi. Aku punya. Dan aku pun membutuhkan berada di samping orang-orang seperti mereka, mereka dengan gelar “people’s pride”-nya. Bahkan ketika aku merasa sulit berprogres untuk beberapa waktu, I need someone who can pull me out from my space, untuk sekadar membuatku bisa menghirup udara yang baru dan memandang bahwa dunia tidak sesempit itu. Aku butuh berada di samping orang-orang yang membuatku menyadari bahwa aku perlu berkembang dan bertumbuh–menjadi pribadi yang lebih baik lagi, bahwa aku perlu terus belajar untuk memahami dan mencintai diri sendiri, bahwa aku perlu terus belajar untuk dapat bahagia dengan diri sendiri.

CEO menuntut untuk memiliki banyak energi

Menjadi CEO berarti siap bekerja lebih keras, karena mereka diciptakan bukan hanya untuk kemajuan dirinya sendiri, tetapi juga untuk menjadi perekat yang mampu menyatukan segala macam perbedaan guna mencapai tujuan bersama. Mereka memiliki diksi yang mampu merangkul banyak orang untuk dapat terus menggerakkan kapal menuju dermaga. Sekalipun seseorang memiliki kemampuan bird-eye view–kemampuan individu dapat melihat suatu peristiwa dari sudut pandang yang lebih luas–tetapi, ia tak lantas dapat dikatakan sebagai CEO tanpa kemampuan mengembangkan dan mengelola suatu tim.

CEO bukan hanya sekadar menjadi agen perubahan dan berpikir anti-mainstream, melainkan lebih dari itu. CEO bukan hanya sekadar mandiri dan mampu melewati segala macam tantangan, melainkan lebih dari itu. Mereka perlu memiliki banyak energi untuk dapat bertanggung jawab terhadap dirinya juga kelompoknya setiap waktu. Mereka perlu memiliki aura yang membuat orang lain cukup menghormati mereka dan mengikutinya.

Sebagian orang berjuang untuk menumbuhkan apa yang dibutuhkan dalam diri seorang CEO, dan sebagian yang lain tidak meletakkan ambisinya untuk itu. And both are not a problem.

Not everyone wants to be a CEO and that’s okay

Aku lantas mengetahui kisah tentang Kim Ung-Yong dari salah satu platform media sosial yang kusuka. Pernah mendengar? Ketika kamu mencarinya di internet, kamu akan mendapati identitasnya sebagai orang yang memiliki IQ paling tinggi di dunia dan tercatat dalam Guinness World Records. Dunia mengenalnya sebagai anak ajaib karena ia mampu menyabet gelar Ph.D di usia 15 tahun. Ketika masih belia, ia telah berhasil memecahkan permasalahan kalkulus yang sulit dengan mudah. Di usia 4 tahun, ia juga telah menghapal kurang lebih 2000 kata dalam bahasa Inggris dan bahasa Jerman. Karena kegeniusannya itulah, ia sempat bekerja di NASA selama bertahun-tahun, sebelum akhirnya memilih berhenti.

Ia sekarang menjadi seorang profesor di sebuah universitas. Sedang beberapa media Korea menjulukinya dengan sebutan “jenius yang gagal”. Banyak orang berharap ia mampu mengubah dunia dan menciptakan sesuatu. Namun, Kim Ung-Yong memilih untuk menjalani kehidupannya dengan normal.

Setelah mengetahui kisah itu, aku lantas mengingat dan menyadari banyak hal lagi. Salah satunya, menyadari bahwa tidak semua orang menginginkan untuk menjadi pelopor, pun menjadi pemimpin.

Aku punya mimpi. Setiap manusia pun memilikinya. Namun, mimpi itu tidak hanya sebatas merujuk pada satu peran saja dan satu hal saja. Kita memiliki kebahagiaan tersendiri, begitu juga dengan potensi. Some people’s dream is just to be happy and calm. So, it’s okay if you don’t want to be a CEO, and also it’s okay if you want to be a CEO. Kita mampu berupaya untuk berbahagia dengan diri sendiri dan menjadi pemimpin untuk diri kita sendiri pun amat berarti. And I’m so proud of myself. Just live your best life.

Baca Juga: Siapa Itu CEO? Berikut Definisi, Tugas, dan Gajinya

Riani Shr Photo Verified Writer Riani Shr

Menulis adalah salah satu upaya menyembuhkan yang ampuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya