[OPINI] Pendidikan, Perempuan, dan Ahwal Terdahulu

Mari, kita sejenak melihat perjuangan perempuan terdahulu

“Ia adalah seorang perempuan yang mendapatkan tembakan peluru dari pistol Colt.45. ketika usianya 15 tahun,” begitulah kiranya kata-kata yang lantas terpikirkan setelah membaca autobiografi Malala Yousafzai yang ditulis bersama Christina Lamb dengan judul “I Am Malala: The Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by the Taliban”. Di usia 15 tahun, tepatnya pada tahun 2012, Malala pernah ditembak oleh laki-laki berjanggut dan berpakaian terang yang merupakan anggota Taliban di Pakistan. Peristiwa tersebut terjadi di dalam bus ketika Malala dan teman-temannya pulang dari sekolah. Jika kita membaca kisahnya secara keseluruhan, penembakan tersebut bukan terjadi tanpa alasan. Faktor yang melatarbelakanginya ialah keberanian Malala dalam menyuarakan hak pendidikan bagi perempuan di Pakistan, khususnya di wilayah Swat. Sebab di masa itu, Taliban yang meregulasi wilayah Swat mengeluarkan beberapa larangan yang menurut mereka tidak relevan dengan hukum Islam, salah satunya ialah anak perempuan tidak diperbolehkan untuk bersekolah.

Kembali dikatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi di tahun 2012, tahun yang terbilang modern dibanding puluhan tahun lalu ketika hak asasi manusia bernilai samar, tahun yang memandang dunia baik-baik saja dibanding ratusan tahun lalu ketika perang seakan menjadi sebuah kebutuhan. Namun, nyatanya di tahun tersebut hak asasi manusia masih dibatasi, termasuk hak memperoleh pendidikan. Padahal, sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan merupakan hak yang dimiliki oleh setiap manusia, baik itu laki-laki maupun perempuan. Ini berarti semua orang berhak untuk memperoleh pendidikan tanpa diwatasi oleh latar belakang ekonomi maupun jenis kelamin.

Perempuan Pejuang Pendidikan di Indonesia

Di negara kita, Indonesia, juga pernah mengalami masa ketika pendidikan yang tinggi hanya didapatkan oleh kaum laki-laki. Siapa yang tidak mengenal sosok Raden Ajeng Kartini? Salah satu tokoh emansipasi wanita Indonesia. Di zaman Hindia Belanda, RA Kartini giat memperjuangkan hak perempuan dalam bidang pendidikan agar kaum perempuan pribumi bisa mendapatkan pendidikan yang sama dengan kaum laki-laki. Beliau mengawali gerakan untuk memajukan pendidikan bagi perempuan Indonesia dengan mendirikan sekolah kecil yang mengajarkan tentang baca-tulis, kerajinan tangan, serta memasak. Selain itu, beliau juga memprakarsai organisasi perempuan. Hasil gerakan perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini pada akhirnya membuat pandangan pribumi menjadi berubah, status sosial perempuan Indonesia pun ikut berubah.

Pemikiran-pemikiran yang dituangkan oleh RA Kartini melalui surat yang ditujukan kepada Ny Abendanon terkait kritik dan solusi bagi kemajuan perempuan di negaranya membuat beliau mampu melahirkan ide-ide yang hidup di zaman penjajahan kala itu. Pemikiran-pemikiran itulah yang membuka cakrawala perempuan Indonesia. Gagasan-gagasan beliau bahkan berhasil mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Jika kita telusuri biografinya lebih lanjut, RA Kartini bahkan tidak hanya memajukan perempuan Indonesia di bidang pendidikan saja, tetapi juga turut serta menempatkan perhatiannya pada masalah sosial yang terjadi di sekitar. Bagi beliau, perempuan perlu mendapatkan kesetaraan gender dan kebebasan. Pada tanggal 2 Mei 1964, Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat diangkat sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964.

Tokoh Muslim Perempuan Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Dari paparan tersebut, kita dapat memahami betapa esensialnya pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Nilai tersebut dapat dilihat dari banyaknya tokoh yang memperjuangkan pendidikan bagi kaumnya. Pendidikan bukan menjadi suatu pilihan, tetapi menjadi sebuah kebutuhan. Pentingnya pendidikan juga tergambarkan dalam Islam. Islam memandang pendidikan sebagai sesuatu hal yang sangat krusial. Sebab, dengan menjalani sebuah proses pendidikan, seseorang bisa mendapatkan ilmu pengetahuan yang mampu menunjang kualitas serta derajatnya di hadapan Allah SWT. dan manusia lain.

Ada banyak tokoh perempuan muslim yang berkontribusi dalam memajukan pendidikan, salah satunya ialah Fatima Al-Fihri. Sosok Fatima Al-Fihri telah membuka pintu bagi pembangunan universitas pertama di dunia yang bernama Universitas Al-Qarawiyyin. Universitas Al-Qarawiyyin menjadi universitas terkenal yang sebelumnya merupakan bangunan masjid di kota Fez, Maroko.

Fatima Al-Fihri merupakan putri dari Abdullah Muhammad Al-Fihri yang lahir pada tahun 800 Masehi di Tunisia. Ayah beliau adalah seorang saudagar kaya raya. Setelah Abdullah Muhammad Al-Fihri wafat, Fatima Al-Fihri dan adiknya yang bernama Mariam Al-Fihri mendapatkan warisan harta yang terbilang sangat banyak. Mereka lalu mewakafkan hartanya dan menginvestasikan sebagian besar kekayaannya untuk kepentingan serta kebutuhan umat pada masa itu, termasuk mendirikan bangunan tempat kaum muslim bisa beribadah sekaligus bersekolah, yakni Masjid dan Universitas Al-Qarawiyyin. Universitas Al-Qarawiyyin didirikan pada tahun 859 Masehi di kota Fez, Maroko. Pendirian universitas ini bukan hanya dilatarbelakangi oleh tingginya jiwa sosial yang dimiliki oleh Fatima Al-Fihri sebagai seorang muslim, tetapi juga karena kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan dalam menyebarkan agama Islam.

Merangkul Kesetaraan dan Keadilan dalam Pendidikan

Malala Yosafzai, RA Kartini, dan Fatima Al-Fihri adalah tokoh pejuang perempuan yang memberikan kita pandangan lebih luas mengenai pentingnya pendidikan bagi peradaban manusia serta kualitas manusia itu sendiri. Keberanian Malala Yousafzai dalam menyuarakan hak pendidikan bagi perempuan di wilayah Swat membuatnya menjadi peraih Nobel Perdamaian termuda di dunia (yakni saat usianya 17 tahun), keberanian RA Kartini dalam melawan tradisi yang berkembang di sekitarnya membuatnya dikenal sebagai tokoh emansipasi wanita Indonesia, ketangguhan Fatima Al-Fihri dan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan membuatnya menjadi pelopor universitas pertama di dunia. Mereka membuat kita belajar untuk senantiasa merangkul kesetaraan, termasuk dalam hal pendidikan.

Dibutuhkan keberanian yang besar untuk dapat meluruskan pandangan yang keliru. Namun, hal tersebut pun akan berhasil ketika kita melakukannya secara bersama-sama dan terus menerus. Pendidikan itu penting dan setiap manusia berhak mendapatkannya, baik laki-laki maupun perempuan. Tak dapat dipungkiri memang, ada banyak permasalahan yang lebih kompleks dalam ranah pendidikan saat ini, seperti halnya masalah kemiskinan. Permasalahan tersebut dapat diatasi salah satunya dengan memberikan pembelajaran kepada mereka yang belum mendapatkan ilmu pengetahuan sebagaimana orang-orang ataupun komunitas pejuang pendidikan di luar sana.

Baca Juga: [OPINI] Peran Feminisme dalam Kesetaraan Hak Perempuan

Riani Shr Photo Verified Writer Riani Shr

Menulis adalah salah satu upaya menyembuhkan yang ampuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya