Cerita Ramadan: Tiga Tahun Lalu, Mamaku Divonis Diabetes

#CeritaRamadan, sejak saat itu kami mengurangi minuman manis

“Berbukalah dengan yang manis.”

Pernahkah kamu mendengar kalimat tersebut? Itu adalah tagline iklan salah satu brand teh di Indonesia, namun sering disalahartikan sebagai hadis Rasulullah SAW.

Kalimat tersebut terlanjur terpatri di benak kita, sehingga rasanya ada yang kurang jika tidak berbuka dengan makanan atau minuman manis. Tak heran, penjual takjil kolak, es buah, dan sejenisnya laris-manis diserbu pembeli.

Walau menyegarkan dan bikin good mood, tetapi sebaiknya batasi konsumsi makanan atau minuman manis, jika tidak ingin berakhir seperti mamaku.

Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, dulu minuman manis tidak pernah absen menjadi sajian berbuka di keluarga kami. Es blewah, es sirup, es degan... you name it. And as always, ayahku akan selalu menuruti keinginan mamaku.

Kemudian, datanglah tahun petaka itu: 2021. Mamaku mengalami beberapa gejala, seperti sering buang air kecil, sering haus, dan gampang lapar. Dokter meminta mamaku untuk melakukan tes darah. Hasilnya, kadar gula darah mamaku sangat tinggi, yaitu 327 mg/dL.

Shock? Of course. Apalagi, waktu itu COVID-19 varian Delta sedang mengganas di Indonesia dan menelan banyak korban jiwa. Sementara, diabetes adalah salah satu komorbid COVID-19.

But, I know my mom is a real fighter. Beliau hanya terpuruk sebentar, lalu menjalani takdirnya dengan tabah dan ikhlas. Sempat bergonta-ganti jenis obat, mulai dari obat oral, suntik insulin, dan kembali ke obat oral lagi. Syukurlah, semua itu ditanggung oleh asuransi, sehingga kami tak perlu pusing memikirkan biaya.

Back to the topic, ini adalah Ramadan ketiga mamaku sebagai penyandang diabetes. So far, gula darahnya terkontrol karena kedisiplinannya dalam menjalani pengobatan. Kami pun lebih selektif dalam memilih menu berbuka, tidak ugal-ugalan seperti dulu lagi. Self control is a must.

Beliau juga menjadi semakin taat beribadah dari hari ke hari, terutama saat Ramadan seperti sekarang. Bukan hanya salat lima waktu, tetapi juga tadarus Al-Qur'an dan mengikuti pengajian di masjid beberapa kali dalam seminggu.

Tetapi, aku tahu di luar sana banyak orang yang tidak seberuntung mamaku. Pamanku sendiri meninggal karena diabetes, dengan gula darah di atas 600 mg/dL. Nenek sahabatku juga mengalami hal yang sama. Begitu pula teman SMA yang berpulang pada Januari tahun ini.

Sebagai manusia biasa, tentu saja aku takut berakhir seperti mereka. Apalagi, aku memiliki komorbid obesitas dan hipertensi, yang memperbesar kemungkinanku terkena diabetes di kemudian hari.

Maka, kulakukan segala yang aku bisa untuk mencegahnya. Seperti memilih air dingin alih-alih es teh manis, mengurangi nasi putih karena indeks glikemiknya tinggi dan menggantinya dengan sumber karbohidrat lain, atau memperbanyak jadwal olahraga. Do the best and let God do the rest!

Baca Juga: Cerita Ramadan dari Fiji: Toleransi di Negeri Minoritas Muslim

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya