[OPINI] Urbanisasi, Masalah atau Peluang sih?

Coba berpikir dari sudut pandang yang sedikit berbeda tentang urbanisasi

Perkembangan perkotaan di berbagai negara terjadi begitu pesat dan hampir tidak terprediksi lagi. Di saat kota-kota tua di Eropa berhenti berkembang dan cenderung stagnant, ribuan kota lain di negara berkembang seperti Indonesia, sedang ‘heboh’ berkembang dan sulit untuk dikendalikan arah perkembangannya. Di samping terjadinya perkembangan tersebut, pasti timbul dampak positif maupun negatif yang tentu tidak dapat dihindari. Seperti halnya siang yang selalu berdampingan dengan malam, begitu pula dengan kota, dimana ada pertumbuhan disitu pasti ada kebalikannya, yaitu kemiskinan.

Lalu bagaimana dengan urbanisasi? Apakah urbanisasi termasuk dampak positif? Ataukah justru menjadi dampak negatif yang tidak terelakkan dan harus dicegah dari sebuah perkotaan?

Perkembangan sebuah kawasan perkotaan memicu adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau yang lazim disebut urbanisasi. Kecenderungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di berbagai negara di dunia. Saat ini ada sekitar 55% penduduk dunia tinggal di daerah perkotaan. Bahkan diperkirakan 70% populasi dunia akan hidup di perkotaan pada tahun 2050. Dilihat dari angka tersebut, arus urbanisasi terjadi begitu cepat dalam jumlah yang besar. Apabila tidak diantisipasi dengan bijak dari awal, akan menyebabkan sejumlah persoalan. Hal ini menjadi sesuatu yang penting untuk diperhatikan, mengenai apa saja masalah dan keuntungan yang timbul dari fenomena urbanisasi ini. Selain itu juga perlu diketahui apa yang harus dilakukan kota di masa yang akan datang, terutama pada degradasi kualitas hidup penduduk, seperti dari aspek permukiman, ketersediaan air bersih, pasokan energi, dan tentunya lingkungan.

Di Indonesia, urbanisasi menjadi salah satu masalah sosial yang semakin serius bagi beberapa wilayah kota besar. Persebaran penduduk yang tidak merata di desa dan kota menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin besar. Selain Jakarta, yang menjadi tujuan utama penduduk dalam urbanisasi adalah kota-kota lain seperti Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Medan, dan Malang.

Dalam ilmu kependudukan, urbanisasi tidak bisa hanya dimaknai sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota semata. Namun perpindahan penduduk desa ke kota hanya menjadi penyebab terjadinya urbanisasi. Masih banyak penyebab lain yang menjadi faktor terjadinya urbanisasi, seperti perubahan status suatu wilayah dari perdesaan menjadi perkotaan, serta gaya hidup dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Penetapan kebijakan dan peraturan di daerah juga bisa menjadi faktor terjadinya urbanisasi. Fasilitas di desa yang kurang memadai, penghasilan rendah, serta tanah di desa yang menjadi semakin tidak subur menyebabkan penduduk desa mencari peruntungan dan penghidupan baru di kota. Akibatnya, konsentrasi penduduk di kota pun membesar sehingga menimbulkan permasalahan.

Faktor momentum juga menjadi faktor penting urbanisasi di Indonesia, contohnya hari raya, bencana alam, atau momentum lain yang menyebabkan masyarakat berpikir bahwa membutuhkan kehidupan baru di perkotaan (Saefulloh, Asep Achmad: Urbanisasi, Kesempatan Kerja dan Kebijakan Ekonomi Terpadu, 2013).

Momentum yang paling memicu urbanisasi di Indonesia adalah hari raya. Terjadinya urbanisasi besar-besaran pasca hari raya sering kali dipengaruhi oleh ajakan sanak saudara, kesalahan menerima informasi di media massa, desakan kebutuhan ekonomi, bahkan keinginan pribadi. Faktanya, sebagaimana dicatat oleh Badan Pusat Statistik, konsentrasi penduduk kota di Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat. Tahun 1971 hingga tahun 2016 terjadi peningkatan yang cukup drastis penduduk yang tinggal di perdesaan dan perkotaan sehingga telah menimbulkan ketimpangan persebaran penduduk yang berujung pada kesenjangan sosial dan lingkungan.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) meyakini bahwa urbanisasi telah secara signifikan mendorong pertumbuhan ekomomi, menghasilkan pembangunan, dan menciptakan kesejahteraan di beberapa tempat. Meskipun banyak dampak yang timbul akibat urbanisasi.

Sehingga Habitat sebagai konferensi 20 tahunan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai permukiman telah menyusun dokumen yang disebut Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda). Dokumen tersebut digunakan sebagai acuan pembangunan perkotaan selama 20 tahun mendatang. Pada 25-27 Juli 2016 lalu, telah dilakukan negosiasi mengenai dokumen tersebut dalam acara Preparatory Committee Meeting for Habitat III di Surabaya. Dalam acara tersebut, ada sebanyak 4200 peserta yang berasal dari 142 negara yang berbeda. Partisipasi dari para peserta menjadi masukan penting untuk mencapai New Urban Agenda.

New Urban Agenda merupakan dokumen yang menggambarkan perkotaan masa depan yang ideal. Beberapa poin penting dalam negosiasi New Urban Agenda antara lain right of the cities, LGBT, incusive cities, multilevel partnership dan kerjasama antar stakeholder, leadership, serta public-public partnership (PuP). Di samping poin-poin yang dibahas tersebut, Indonesia sebagai negara kepulauan juga memperjuangkan gagasan seperti island-based planning. Dimana perhatian terhadap kota-kota pesisir dimasa yang akan datang menjadi fokus utama.

Dari berbagai tantangan yang ada dan mengacu pada New Urban Agenda, pengembangan pulau-pulau di luar Jawa melalui pusat-pusat pengembangan wilayah terpilih, menjadi salah satu solusi untuk menekan arus urbanisasi yang terjadi. Implementasi kebijakan ini adalah dengan melakukan pembangunan di desa, dengan tujuan agar penduduk di desa tidak pindah ke kota dan tetap betah untuk berada di desa. Kebijakan tersebut dilakukan melalui Program Dana Desa yang dilakukan di bawah kendali Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Meskipun seringkali dianggap sebagai dampak negatif dari sebuah perkembangan perkotaan, hendaknya kita sedikit merubah cara pandang terhadap urbanisasi. Karena pergerakan arus urbanisasi tidak akan bisa dibendung. Jika urbanisasi dianggap menimbulkan masalah, sekarang kita harus lebih terbuka dan menjadikannya sebagai peluang baru dalam mobilisasi yang memberikan dampak positif bagi kemajuan Indonesia. Dengan cara pandang baru, urbanisasi dijadikan sebagai kendaraan bagi mobilisasi sosial dan ekonomi. namun hal tersebut memerlukan dukungan dari para pemangku kepentingan, seperti halnya untuk menegakkan regulasi tentang rencana tata ruang, serta proses perencanaan urbanisasi yang lebih baik.

Reee Dinka Photo Writer Reee Dinka

Be kind.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya