Bangkit dari Krisis di Tengah Krisis, Pulih Bersama Lebih Kuat 

Yuk, bangkit dari quarter life crisis di tengah pandemik

Mengalami krisis di tengah krisis. Ini mungkin adalah kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan situasi seseorang yang sedang mengalami quarter life crisis atau krisis seperempat kehidupan di tengah pandemik. Orang yang mengalami ini ibaratnya sedang berupaya mengarungi lautan berombak menggunakan perahu yang rapuh.

Terdengar mengerikan memang. Namun, jika kita memiliki tekad untuk terus melanjutkan hidup, semuanya dapat dilalui. Hal yang terpenting adalah kita memahami masalah yang sedang dihadapi agar dapat menyusun rencana untuk melaluinya. Maka, mari membahas soal quarter life crisis dan bagaimana melaluinya di tengah pandemik COVID-19 yang belum sepenuhnya usai ini.

Dikutip 7summitpathways.com, quarter life crisis adalah fase krisis emosional yang biasanya dialami anak muda di usia 20-an dan 30-an. Hal ini biasanya ditandai dengan merasa hilang arah dalam karier, hubungan, dan bahkan tujuan hidup secara umum. Selain itu, orang yang mengalami quarter life crisis juga bimbang, kehilangan motivasi, merasa kurang, dan lain-lain.

Menurut survei Linkedin pada 2017, 75 persen anak muda di usia 25--33 tahun mengalami quarter life crisis. Sebanyak 61 persen di antaranya menyebut penyebab kecemasan mereka adalah soal karier. Di masa pandemik, angka ini bisa saja lebih tinggi. Pasalnya, pandemik juga menciptakan situasi yang bisa menyebabkan quarter life crisis, seperti menurunnya lapangan kerja, terbatasnya ruang gerak, dan lain-lain.

Situasi yang ditimbulkan pandemi tersebut bisa membuat anak muda semakin tidak terinspirasi, tidak termotivasi, dan kebingungan menata karier dan masa depan. Menimbang hal ini, tidak berlebihan pula jika dikatakan bahwa mengalami quarter life crisis di masa pandemik ibaratnya jatuh dan tertimpa tangga. Pasalnya, pandemik sendiri saja sudah menimbulkan masalah mental, seperti kecemasan, depresi, trauma, dan sebagainya. Jika digabungnya dengan quarter life crisis, tentu sangat membebani kewarasan.

Lantas, bagaimana cara bangkit dari quarter life crisis? Diramu dari tulisan Dr. Jaclyn Gulotta di choosingtheraphy.com dan pengalaman pribadi penulis, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Hal paling pertama yaitu berfokus pada diri sendiri. Penting untuk membuat diri merasa lebih tenang dan nyaman atas apa yang kita miliki saat ini.

Untuk membuat diri merasa lebih nyaman atas keadaan saat ini, pertama-tama ambillah jeda untuk melakukan refleksi internal. Pahamilah krisis yang sedang kita alami, pisahkan antara apa yang ada di luar dan di dalam kontrol kita. Contohnya, terus berupaya mencari pekerjaan idaman berada dalam kontrol kita, namun pandemi berada di luar kontrol kita. Dengan demikian, kita bisa mengurangi menyalahkan dan meragukan diri sendiri.

Dalam prosesnya, jangan lupa untuk terus melakukan self-care atau perawatan diri. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya berolahraga, meditasi, dan lain-lain. Menjadikan perawatan diri sebagai rutinitas bisa membantu lebih konsisten. Bahkan, perawatan diri ini akhirnya bisa menjadi sesuatu yang membantu untuk mengatasi kegundahan.

Setelah mulai merasa lebih tenang, mulailah menyusun rencana ke depan. Jangan ragu untuk merencanakan apa yang kita inginkan. Tanamkan dalam pikiran bahwa menghindari keinginan terdalam karena ragu pada kemampuan sendiri hanya akan membuat kita terus gelisah dan tidak puas. Selanjutnya, eksekusilah rencana ini secara perlahan serta penuh kesabaran, kesungguhan, dan keyakinan.

Jika cara internal di atas tak mempan, jangan ragu mencari bantuan eksternal. Misalnya, berdiskusi dengan orang yang pernah melalui quarter life crisis, bergabung dengan support group, atau bahkan menemui psikolog. Dr. Jaclyn menyebut, kita sebaiknya menemui psikolog saat kita sudah merasakan beberapa hal seperti cemas, serangan panik, frustrasi, tak berdaya, hingga tak ada motivasi sama sekali.

Selain penyelesaian level individu di atas, Pemerintah juga dapat mengambil peran penting dalam membantu anak muda melalui quarter life crisis di tengah pandemi ini. Bagaimanapun, ada dampak-dampak pandemi yang penyelesaiannya berada di luar kapasitas individu. Lagi pula, quarter life crisis sangat berkaitan erat dengan produktivitas pemuda yang merupakan masa depan bangsa.

Selain menangani dampak-dampak pandemi seperti menurunnya lapangan kerja, Pemerintah juga perlu melakukan hal yang lebih spesifik terkait quarter life crisis. Di antaranya, meningkatkan pelayanan kesehatan mental agar pemuda lebih mudah mengakses. Pemerintah juga bisa mendorong terbentuknya pelayanan kesehatan mental dan pusat konsultasi karier di kampus-kampus.

Kabar baiknya, salah satu isu prioritas Presidensi G20 Indonesia tahun ini adalah arsitektur kesehatan global. Melalui Forum G20, Indonesia akan mendorong penguatan ketahanan kesehatan dunia serta membantu mewujudkan sistem kesehatan global lebih inklusif, berkeadilan, dan responsif terhadap krisis. Tentunya, ini berarti bahwa Pemerintah Indonesia telah mengambil komitmen untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan mental.

Puncak alur kerja G20 tahun ini adalah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Bali pada 15-16 November 2022 yang mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”. Sejalan dengan tema KTT G20 ini, saya menilai bahwa kita hanya bisa pulih sepenuhnya dari pandemi jika kita pulih bersama.

Oleh karena itu, saya berbagi soal quarter life crisis di tengah pandemi dalam 1000 Aspirasi Indonesia Muda ini. Saya berharap tulisan ini bisa menjadi membantu para pemuda lain untuk mulai bangkit dari quarter life crisis.

Baca Juga: Pembayaran Digital, Antara Cashback dan Kemudahan Transaksi 

Resty Photo Verified Writer Resty

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura

Berita Terkini Lainnya