[OPINI] Memprihatinkan! Sistem Senioritas Dijadikan Sebagai Ajang Kekerasan

Jangan sampai terjadi lagi tindak kekerasan berujung maut.

Akhir-akhir ini banyak kasus kekerasan yang terjadi dilingkungan pendidikan Indonesia. Peristiwa yang masih hangat terjadi belakangan ini adalah tewasnya 3 orang mahasiswa UII setelah mengikuti pendidikan dasar Mapala Unisi. Hal ini tentu saja sangat mengejutkan karena korban meninggal mencapai 3 orang. Belum lagi mengingat fakta bahwa para korban meninggal dengan bekas kekerasan disekujur tubuh. Yang membuat geram adalah bahwa pelaku kemungkinan besar adalah senior dari para korban sendiri.

Banyak sekolah di Indonesia yang menerapkan sistem senioritas diantara murid yang berbeda tingkat. Dengan adanya sistem senioritas yang diterapkan suatu sekolah atau perguruan tinggi, membuat para senior merasa memiliki hak untuk dihormati oleh para juniornya. Hal tersebut juga dijadikan alasan para senior untuk 'menyiksa' para juniornya jika para juniornya berbuat hal yang tidak disukai para senior. Konyol memang, tapi itulah yang terjadi.

Puncaknya terjadi kekerasan dalam bentuk perpeloncoan  dengan tameng untuk melatih mental dan perbaikan sopan santun. Anehnya, senior yang melakukan penyiksaan biasanya mengajak kawannya terlebih dahulu sebelum melakukan penyiksaan. Entah karena pengecut atau entah karena menurutnya, jika semakin ramai yang ikut 'menyiksa' maka juniornya akan semakin takut.

Sasaran yang paling diincar senior  biasanya adalah para murid baru. Dengan dalih ingin mempertahankan budaya senioritas yang telah berlangsung lama, para murid baru biasanya akan diserang mental dan fisiknya agar menjadi takut dan segan kepada senior. Hal tersebut juga dilakukan dengan berbagai cara, seperti: membentak, memukul secara fisik dan memberikan latihan yang menyiksa pada saat MOS contohnya.

Banyaknya kasus kekerasan yang telah terjadi dalam lingkungan pendidikan hingga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang tentu membuat siapa saja geram membacanya. Prikemanusiaan para pelaku yang menganggap dirinya senior patut dipertanyakan. Bagaimana bisa ia menghilangkan nyawa seseorang hanya karena ingin dihormati? Tanpa hati nurani menyiksa manusia lain hanya karena ingin menunjukan kekuasaan sebagai 'SENIOR'.

Apa hebatnya menjadi senior? Merasa paling tua? Merasa paling pantas dihormati? Merasa paling hebat? Merasa paling berkuasa? Jangan bilang  sebagai senior berarti bisa memainkan nyawa orang lain. Sekolah tujuannya apa? Seharusnya para senior itu memikirkan bagaimana meningkatkan prestasi, bukannya memikirkan bagaimana cara menyiksa juniornya. Diri sendiri saja belum tentu benar, tetapi sok-sok 'kan mau mendisiplinkan orang lain.

Beberapa sekolah atau perguruan tinggi mungkin memang sudah ada yang melakukan pengawasan agar tidak terjadi kekerasan diligkungan sekolahnya, tetapi tetap saja kejadian yang sama terulang lagi dan para murid tingkat rendah yang kembali menjadi korban. Tidak melulu berarti pengawasan sekolah yang lemah. Tetapi tindakan senior 'bejat' yang kelewat niat untuk menyiksa juniornya dengan mencari tempat-tempat yang sulit dijamah sebagai tempat 'eksekusi' para juniornya.

Inilah pentingnya akhlak untuk ditanamkan pada setiap manusia. Memiliki otak pintar pun jika tidak memiliki akhlak tetap saja menjadikan generasi bangsa hancur. Apalagi jika kasus kekerasan terjadi di sekolah-sekolah ternama yang kepintaran para muridnya tidak diiragukan lagi. Tentu hal tersebut manjadi bukti kehancuran moral penerus bangsa. Tolak adanya sistem senioritas yang laknat, jangan sampai jika sudah ada kejadian baru menyesal. Apalagi jika sampai sudah menghilangkan nyawa,  cita-cita  bukannya tercapai tetapi malah menjadi pembunuh. Sekolah malah menjadi ajang penunjuk kekuasaan dengan  kekerasan.

Ingat! Yang lebih tua dihormati, yang lebih muda disayangi. Anda yang suka menyiksa adik kelasnya sudah menjadi orang benar, belum? Jangan sampai Anda menuntut untuk dihormati oleh junior Anda, tetapi orang tua Anda saja belum Anda hormati. Sederhananya, jangan sok-sok 'kan menghukum orang lain jika diri Anda sendiri saja belum benar.

Akhlak yang ditanamkan, bukan kekerasan. Bisa jadi bukan sistem senioritasnya yang salah, tetapi cara penerapannya. Baru menjadi senior saja sudah menyalahgunakan 'kekuasaan', bagaimana nanti jika menjadi pemimpin bangsa. Tidak ada pembenaran dalam tindak kekerasan. Stop kekerasan!

 

Ulfa Anjelita Photo Verified Writer Ulfa Anjelita

Chocolate Addict. IG: @ulfaanjelita

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya