Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Negara yang Pernah Dipimpin Bajak Laut, Bukan Raja atau Presiden!

Ilustrasi kapal bajak laut (pexels.com/Serinus)
Intinya sih...
  • Nassau (Bahama) pernah menjadi Republik Bajak Laut pada abad ke-18, dengan aturan tidak tertulis "pirate code" dan dipimpin oleh tokoh legendaris seperti Blackbeard.
  • Pantai Barbaria di Afrika Utara dikuasai oleh Bajak Laut Barbaria yang terkenal dengan serangan cepat dan praktik perbudakan tawanan Kristen Eropa.
  • Ching Shih memimpin armada besar bajak laut di Laut China Selatan pada awal abad ke-19, menerapkan kode hukum ketat dan membentuk sistem pemerintahan mandiri.

Bayangan tentang bajak laut biasanya identik dengan perompak yang mengarungi lautan dan merampas harta dari kapal-kapal dagang. Namun dalam beberapa periode sejarah, ada wilayah yang benar-benar berada di bawah kekuasaan mereka. Bajak laut tak hanya beraksi di laut, tapi juga membentuk sistem kepemimpinan sendiri di daratan.

Tanpa raja, presiden, atau pemerintahan resmi, wilayah-wilayah ini dijalankan berdasarkan kesepakatan antar bajak laut. Mereka menetapkan aturan, mengatur strategi, hingga membagi hasil jarahan bersama. Penasaran? Berikut beberapa wilayah yang pernah dipimpin langsung oleh bajak laut.

1. Nassau (Bahama) – Republik Bajak Laut

Ilustrasi Pelabuhan Nassau pada akhir abad ke-19 (commons.wikimedia.org)

Pada awal abad ke-18, Nassau di Bahama pernah menjadi pusat kekuasaan para bajak laut. Setelah kekuasaan Inggris melemah, kota pelabuhan ini berubah menjadi markas perompak dari berbagai penjuru dunia dan dikenal sebagai “Republik Bajak Laut.” Dilansir dari laman EBSCO Research Starters, para bajak laut memanfaatkan kekosongan kekuasaan dan kondisi geografis Nassau yang sulit dijangkau kapal perang besar untuk membangun pemerintahan sendiri, lengkap dengan aturan tidak tertulis yang dikenal sebagai “pirate code”.

Selama lebih dari satu dekade, Nassau menjadi markas bagi tokoh-tokoh legendaris seperti Blackbeard, Charles Vane, dan “Calico Jack” Rackham. Mereka menjalankan sistem kepemimpinan berbasis konsensus dan membagi hasil jarahan secara adil di antara kru.

Namun, kejayaan Republik Bajak Laut berakhir pada tahun 1718 ketika Inggris kembali merebut Nassau dan menawarkan pengampunan kepada para bajak laut yang menyerah. Sejak saat itu, Nassau kembali berada di bawah kendali pemerintah kolonial dan era pemerintahan bajak laut pun usai.

2. Afrika Utara – Pantai Barbaria

Ilustrasi peta kuno Pantai Barbaria, kawasan yang dulu dikenal sebagai sarang bajak laut Afrika Utara (commons.wikimedia.org)

Pantai Barbaria di Afrika Utara pernah menjadi wilayah yang dikuasai oleh bajak laut yang dikenal sebagai Bajak Laut Barbaria atau Barbary Corsairs. Dilansir dari laman Ancient Origins, kelompok bajak laut ini beroperasi sejak akhir abad ke-15 hingga abad ke-19, terutama dari pelabuhan-pelabuhan seperti Aljir, Tunis, Tripoli, dan Salé. Mereka beroperasi di bawah naungan Kekaisaran Ottoman, meskipun sering bertindak mandiri, dan menjadi momok menakutkan bagi kapal-kapal dagang Eropa yang melintasi Laut Mediterania.

Bajak laut Barbaria terkenal dengan serangan cepat dan taktis menggunakan kapal kecil yang lincah, serta praktik perbudakan yang melibatkan ribuan tawanan Kristen Eropa yang kemudian dijual di pasar budak di Afrika Utara.

Kehidupan di Pantai Barbaria tak sebatas pembajakan, para pemimpin bajak laut membentuk sistem kekuasaan mandiri di kota pelabuhan dan mengatur serangan secara terorganisir di bawah bayang-bayang Kekaisaran Ottoman. Para bajak laut ini menjalankan pemerintahan sendiri di kota-kota pelabuhan dan mengatur serangan-serangan mereka secara terorganisir.

Mereka bahkan memaksa kapal dagang dari berbagai negara membayar upeti agar terhindar dari serangan. Namun, pada awal abad ke-19, kekuatan negara-negara Barat mulai menekan aktivitas mereka melalui peperangan dan tekanan diplomatik, sehingga kekuasaan bajak laut Barbaria perlahan memudar.

3. Tiongkok – Kekaisaran Bajak Laut Ching Shih

Ilustrasi aksi perampokan di laut oleh Ching Shih (commons.wikimedia.org)

Ching Shih adalah bajak laut perempuan paling legendaris yang pernah menguasai Laut China Selatan pada awal abad ke-19. Dilansir dari laman National Geographic, setelah kematian suaminya, Zheng Yi, pada tahun 1807, Ching Shih mengambil alih komando armada besar yang terdiri dari sekitar 1.800 kapal dan lebih dari 70.000 bajak laut.

Ia dikenal karena menerapkan kode hukum yang sangat ketat, termasuk hukuman mati bagi siapa saja yang melanggar aturan, seperti mencuri dari kas bersama atau membangkang perintah. Kepemimpinannya yang disiplin dan strategis membuat armadanya menjadi kekuatan yang sangat ditakuti oleh Dinasti Qing serta armada Inggris dan Portugis.

Selain kekuatan militernya, menurut laman Atlas Obscura, Ching Shih juga membentuk sistem pemerintahan mandiri yang mengatur wilayah pesisir dan aktivitas perdagangan di bawah kekuasaannya. Ia memungut pajak dari desa-desa pesisir dan mengelola operasi bajak laut secara terorganisir. Meskipun menghadapi tekanan besar dari pemerintah dan armada asing, Ching Shih mampu bertahan hingga akhirnya menerima pengampunan resmi dari Dinasti Qing pada 1810.

Setelah pensiun, ia menjalani hidup tenang dengan membuka rumah judi dan meninggal pada tahun 1844, meninggalkan warisan sebagai salah satu bajak laut paling sukses dan berpengaruh dalam sejarah dunia.

4. Karibia – Pulau Tortuga

Ilustrasi kapal buccaneer di perairan Karibia (commons.wikimedia.org)

Pada abad ke-17, Laut Karibia menjadi arena aktivitas para Buccaneers, sekelompok pemburu dan bajak laut yang awalnya berburu hewan untuk dijual daging asapnya, namun kemudian beralih menjadi perompak laut yang menargetkan kapal-kapal Spanyol.

Dilansir dari laman The Way of the Pirates, era Buccaneers ini ditandai dengan kebebasan dan keberanian para perompak yang memanfaatkan kekacauan politik dan persaingan antar kekuatan kolonial di kawasan tersebut. Pulau Tortuga kemudian menjadi salah satu markas utama mereka, tempat berkumpul dan beroperasi secara semi-otonom di bawah perlindungan Prancis dan Inggris.

Pulau Tortuga sendiri dikenal sebagai benteng bajak laut dengan benteng “Fort de Rocher” yang mengawasi pelabuhan dan melindungi para perompak dari serangan musuh. Menurut laman Smithsonian Magazine, Tortuga bahkan dijuluki “Pirate Republic” karena otonomi dan kebebasan yang dinikmati para bajak laut di sana.

Tokoh-tokoh terkenal seperti Henry Morgan dan Francois L’Ollonais melancarkan serangan dari pulau ini, menjadikannya pusat pembajakan yang sangat berpengaruh hingga era Buccaneers berakhir setelah Perjanjian Ratisbon pada 1684.

Meski identik dengan kekacauan dan kejahatan di laut, para bajak laut dalam daftar tadi pernah memegang kendali atas wilayah tertentu dan membentuk sistem kepemimpinan mereka sendiri. Walau sebagian hanya bertahan sementara, jejak kekuasaan mereka masih dikenang sebagai bagian menarik dari sejarah dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us