Beda Gas Air Mata dan Water Cannon, Begini Penjelasannya
Dua-duanya bisa melukai!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Gas air mata dan water cannon sering digunakan ketika terjadi kerusuhan. Keduanya, merupakan alat yang digunakan untuk mengondisikan massa alias crowd control. Namun, penggunaannya diatur dan gak bisa dipakai sembarangan.
Lantas, apa beda gas air mata dan water cannon? Yuk, ketahui detailnya dan perlindungan diri yang dianjurkan ketika terpaksa harus menghadapinya.
Baca Juga: Sejarah Stadion Kanjuruhan, Saksi Bisu Tragedi Sepak Bola Berdarah
Apa itu gas air mata?
Gas air mata atau tear gas merupakan alat pengendali massa yang tersusun dari kumpulan bahan kimia. Penggunaannya dapat menyebabkan iritasi kulit, pernapasan, dan mata. Senyawa kimia biasanya dilepaskan dari kemasan tabung, granat, atau semprotan bertekanan.
Meski namanya gas air mata, bentuk asli dari alat ini bukanlah gas. Wujud aslinya adalah bubuk bertekanan yang ketika dilepaskan dapat menciptakan kabut. Senyawa gas air mata yang paling umum digunakan adalah 2-chlorobenzalmalononitrile atau gas CS. Senyawa lainnya yang umum dijumpai yakni oleoresin capsicum atau semprot merica, dibenzoxazepine (gas CR), dan chloroacetophenone (gas CN).
Gas CS sendiri pertama kali ditemukan oleh dua ilmuwan Amerika pada 1928, melansir Annals of the New York Academy of Sciences. Nama CS merujuk pada penemunya yakni Ben Corson dan Roger Stoughton. Inovasi ini kemudian diadopsi oleh Angkatan Darat Amerika Serikat guna mengendalikan kerusuhan pada 1959.
Begitu dibuka atau diluncurkan, gas air mata yang sebelumnya berbentuk bubuk berubah menjadi aeorosol dengan proses piroteknik (letupan). Saat menyentuh kulit, bahan kimia dalam gas air mata bereaksi dengan reseptor saraf sensorik.
Efek yang mungkin timbul yakni rasa sakit dan ketidaknyamanan pada kulit serta robek pada lapisan mata dan selaput lendir. Gas ini bertindak hampir seketika begitu dilepaskan.
Dalam paparan tingkat rendah dan jarang, gas air mata diyakini tidak menyebabkan kerusakan permanen. Namun, efek serius bisa terjadi apabila terpapar dengan dosis tinggi dalam ruangan dan jangka waktu lama.
Gas air mata sempat digunakan sebagai senjata kimia dalam Perang Dunia I. Namun, setelah Konvensi Senjata Kimia Internasional pada 1993 di Jenewa, berbagai negara menandatangani perjanjian internasional untuk mencegah perang kimia.
Poin ini tertuang pada Pasal I (5) dari perjanjian yang menyatakan, "Setiap Negara Pihak berjanji untuk tidak menggunakan agen pengendalian huru hara sebagai metode peperangan". Poin tersebut disetujui berbagai negara, kecuali empat negara PBB yakni Korea Utara, Sudan Selatan, Mesir, dan Israel.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Kanjuruhan, Cikal Bakal Kawasan Malang