Bagaimana Banjir Bandang Bisa Menghancurkan Kehidupan Hewan?

Kalau berbicara soal bencana banjir, sebenarnya bukan hanya manusia yang mengalami dampak buruk. Ekosistem yang ada di sekitar daerah terdampak banjir sudah pasti ikut rusak, termasuk berbagai jenis hewan yang ada di dalamnya. Bahkan, hewan-hewan tak bersalah sering kali ikut menjadi korban jiwa.
Di satu sisi, banyaknya bangkai hewan di sekitar lokasi banjir berpotensi menimbulkan masalah bagi manusia dan harus dimitigasi dengan baik, tapi di sisi lain pemandangan tersebut jelas membuat hati menjerit. Sebab, bencana banjir yang terjadi di dunia saat ini banyak didorong karena faktor kerusakan alam yang diperbuat oleh manusia. Maka dari itu, sejatinya hewan tak perlu menanggung karma buruk yang ditimbulkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab yang terus membuka area hutan secara serampangan.
Tanpa mengesampingkan atau mengecilkan upaya penanganan korban manusia ketika bencana banjir besar melanda, tentu mengetahui tentang apa dampak bencana tersebut bagi dunia hewan jadi salah satu hal penting untuk diketahui. Sebab, kalau berkaca dari bencana banjir besar yang melanda tiga provinsi di pulau Sumatra beberapa hari ke belakang, sudah banyak hewan terancam punah yang ikut terdampak. Tanpa basa-basi lagi, yuk, kita cari tahu tentang bagaimana cara banjir bandang memengaruhi kehidupan hewan liar!
1. “Mitigasi” hewan liar saat ada potensi banjir di wilayah mereka

Sama seperti manusia, para hewan di alam sebenarnya punya “mitigasi” alias cara tersendiri untuk mengatasi potensi bencana. Kita mungkin lebih populer dengan insting banyak hewan liar yang langsung menjauh dari episentrum gempa, menuruni gunung berapi sebelum erupsi, dan menjauhi laut atau pantai menjelang tsunami. Untuk masalah banjir, mereka pun punya cara yang mirip supaya tidak mengalami dampak langsung dari bencana yang satu ini.
Dilansir Australian Geographic, respon pertama dan utama bagi hewan liar ketika merasa daerah sekitar habitat mereka akan banjir adalah pergi menjauh menuju dataran yang lebih tinggi atau kering. Hewan dengan kepekaan tinggi terhadap kondisi alam jadi yang paling cepat untuk melakukan mitigasi ini. Selain itu, hewan dengan kemampuan berenang ataupun hewan akuatik dapat memanfaatkan perubahan muka daratan yang terdampak banjir untuk mencari tempat tinggal baru yang lebih aman.
Beberapa spesies hewan bahkan memanfaatkan momentum ini untuk memperoleh makanan dengan mudah, khususnya para predator yang dapat bergerak dengan mudah di air. Soalnya, ketika banjir melanda habitat alami atau sekitar lingkungan manusia, biasanya ada banyak mangsa potensial yang turut terbawa. Hal ini pula yang membuat kita sering menemukan berbagai jenis hewan liar di pemukiman, sekalipun sebenarnya tak pernah bertemu mereka, ketika banjir tiba.
2. Hewan liar bisa terbawa arus banjir

Hewan dengan kemampuan merasakan perubahan atau potensi bencana alam memang punya keunggulan untuk mempersiapkan diri sebelum banjir datang. Namun, tidak semua hewan punya kemampuan tersebut. Hewan liar yang hidup di dalam tanah, semiakuatik, bahkan hewan dengan ukuran besar selalu berpotensi ikut tersapu banjir, terutama kalau banjir itu terlampau deras dan dalam.
Sebab, banjir yang terjadi di alam ataupun sekitar pemukiman manusia itu selalu membawa vegetasi dan tanah tempat mereka berpijak. Akibatnya, hewan liar berpotensi terjebak dan terseret di tumpukan pohon tumbang maupun lumpur yang turun dari dataran tinggi ke daratan rendah, dilansir States of Victoria Department of Environment, Land, Water, and Planning. Masalah tak selesai sampai di situ karena hewan liar berpotensi terjebak di antara tumpukan vegetasi dan sedimen selama berhari-hari.
Belum lagi, kalau mereka menerima luka fisik selama terseret arus, maka luka itu sangat besar kemungkinan jadi infeksi yang mematikan. Oleh sebab itu, hewan sebesar gajah pun sudah dipastikan sulit selamat ketika terjebak dalam kejamnya arus banjir bandang. Kalau pun ada individu yang selama, mereka pasti mengalami stres berat sampai-sampai tak segan menyerang apa pun yang coba mendekat, termasuk manusia. Kalau sudah seperti itu, kita lebih disarankan untuk menjauh sampai petugas atau ahli yang berwenang mengatasinya.
3. Tak hanya kematian, potensi konflik dengan manusia turut meningkat

Banjir bandang bisa dikatakan jadi momentum kita bertemu dengan berbagai jenis hewan liar di sekitar pemukiman. Jika hewan ditemukan dalam kondisi mati, maka bangkai mereka dapat menjadi sumber penyebaran penyakit sehingga harus dihindari. Namun, bagi hewan-hewan yang selamat dan masuk ke sekitar pemukiman manusia, maka ada masalah yang sama-sama dihadapi keduanya, yakni konflik, baik disengaja maupun tidak.
Australian Geographic melansir bahwa hewan-hewan kecil yang selamat biasanya bersembunyi atau terjebak di tempat-tempat korban manusia beraktivitas. Kalau sudah begitu, mereka sangat berpotensi mencemari sumber air bersih ataupun makanan kita sehingga tak jarang kita terpaksa menyingkirkan hewan-hewan tersebut. Selain itu, seperti yang disebutkan sebelumnya, ada banyak hewan predator yang berkeliling di sekitar lokasi bencana guna memperoleh makanan dengan mudah.
Jika kita bergerak di tengah arus banjir tanpa pengaman yang cukup, maka predator itu bisa saja salah mengira kaki atau tangan kita sebagai mangsa yang mengakibatkan gigitan. Masalahnya, gigitan itu dapat menyebarkan bakteri berbahaya atau menghasilkan infeksi kalau tidak segera mendapat penanganan medis. Dengan demikian, salah satu alasan dibalik imbauan menghindari lokasi banjir adalah demi menghindari potensi konflik tersebut.
4. Apa yang bisa kita lakukan?

Bencana banjir bisa saja hanya terjadi dalam kurun waktu beberapa hari atau minggu. Akan tetapi, dampaknya begitu luas untuk kehidupan, tak hanya manusia, tapi juga hewan. Mereka sudah pasti tidak bisa kembali ke hutan yang sama, khususnya wilayah hutan yang sudah habis dibabat oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Sebab, hutan yang gundul itu banyak yang rusak ketika banjir bandang melanda, mengingat biasanya jenis bencana ini diikuti dengan curah hujan yang sangat tinggi.
Kalau sudah seperti itu, apa yang harus kita lakukan? Menyelamatkan hewan liar yang terjebak banjir secara langsung tentu bukan solusi bagi masyarakat umum karena sangat berbahaya. Tak hanya harus menghadapi arus atau endapan bekas banjir, hewan liar cenderung akan bertindak agresif saat kelelahan setelah terseret arus banjir. Maka dari itu, untuk tugas yang satu ini, lebih baik bagi kita untuk melapor pada petugas yang berwenang dan ahli dalam bidang hewan liar supaya ditangani secara profesional.
Yang bisa kita lakukan demi berkontribusi pada alam secara umum dan hewan secara khusus adalah mengembalikan ekosistem secara utuh. Dilansir Royal Society for the Protection of Birds, masyarakat umum bisa berkontribusi untuk mencegah banjir besar dengan cara menghijaukan kembali hutan dan daerah aliran sungai supaya air dari curah hujan tinggi bisa diserap secara maksimal. Perlu diingat kalau yang namanya hutan itu adalah kumpulan berbagai jenis pohon dan tanaman di satu lokasi dengan kerapatan tinggi, bukan satu jenis tanaman yang ditanam secara terpisah-pisah.
Kalau menanam kembali pohon dan tanaman di ekosistem alami itu sulit bagi kita yang tak punya akses ke sana, masih ada cara lain, kok, untuk ikut berkontribusi. Misalnya saja, mulai disiplin untuk membuang sampah pada tempatnya, membersihkan lingkungan sekitar pemukiman kita, sampai menyebarkan pesan dan kampanye tentang menjaga alam jadi beberapa contoh sederhana yang pasti bisa dilakukan banyak kalangan.
Menjaga alam itu bukan hanya urusan lembaga pemerintah, organisasi pecinta alam, ataupun komunitas masyarakat setempat saja. Selayaknya bagian dari alam itu sendiri, setiap individu yang hidup di Bumi punya kewajiban yang sama atas tugas tersebut. Ketika kita abai terhadap kelestarian alam, ingat selalu kalau tak hanya manusia yang akan menanggung karmanya. Masih ada hewan dan tumbuhan yang sebenarnya tidak tahu apa-apa, tapi ikut menanggung akibat dari keserakahan dan kecerobohan manusia.


















