Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Dampak Deforestasi bagi Kehidupan, Salah Satunya Banjir

ilustrasi deforestasi
ilustrasi deforestasi (commons.wikimedia.org/Wee Hong)

Hutan adalah salah satu aset alam terpenting yang dimiliki bumi. Selain menjadi rumah bagi berbagai flora dan fauna, hutan juga membantu mengatur iklim, menjaga kualitas udara, serta menyimpan cadangan air yang dibutuhkan kehidupan manusia. Sayangnya, aktivitas manusia seperti penebangan liar, pembukaan lahan untuk pertanian atau perkebunan, dan kebakaran hutan membuat hutan terus berkurang setiap tahunnya.

Kehilangan hutan atau deforestasi tidak hanya berdampak pada alam, tetapi juga terasa langsung dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari perubahan cuaca, meningkatnya risiko banjir dan longsor, hingga kualitas udara dan ketersediaan sumber daya alam yang menurun. Efek-efek ini mungkin sering tidak disadari, tetapi penting untuk dipahami agar kita bisa lebih bijak dalam menjaga lingkungan. Yuk, simak lima dampak deforestasi yang terasa langsung di kehidupan sehari-hari.

1. Perubahan iklim lokal

ilustrasi deforestasi yang memicu perubahan iklim lokal melalui alih fungsi hutan
ilustrasi deforestasi yang memicu perubahan iklim lokal melalui alih fungsi hutan (pexels.com/Pok Rie)

Hutan memegang peran penting dalam menjaga iklim lokal. Lewat proses evapotranspirasi, pohon menyerap air dari tanah dan melepaskannya ke udara, yang kemudian menjadi hujan. Dengan hutan, kelembapan udara tetap terjaga, suhu lebih sejuk, dan pola hujan stabil. Deforestasi mengganggu siklus ini, membuat udara lebih panas, curah hujan tak menentu, dan musim kemarau atau hujan menjadi lebih ekstrem.

Selain mengubah pola hujan, hilangnya hutan meningkatkan suhu lokal. Pohon meneduhkan permukaan tanah dan memindahkan panas melalui kelembapan udara, menjaga kesejukan lingkungan. Saat hutan hilang, suhu permukaan meningkat, aktivitas pertanian terganggu, dan kenyamanan hidup menurun. Fenomena ini menunjukkan bahwa kehilangan hutan bukan hanya masalah alam, tetapi langsung berimbas pada kehidupan manusia di sekitarnya.

2. Banjir dan longsor

ilustrasi banjir akibat berkurangnya hutan yang membuat air hujan tidak terserap dan menggenangi permukiman
ilustrasi banjir akibat berkurangnya hutan yang membuat air hujan tidak terserap dan menggenangi permukiman (pexels.com/Long Bà Mùi)

Hutan berperan sebagai “spons alami” yang menyerap air hujan dan menahan tanah agar tetap stabil. Saat hutan ditebang untuk pertanian, perkebunan, atau pembangunan, tanah kehilangan perlindungan ini. Air hujan pun mengalir lebih cepat ke sungai dan lembah, meningkatkan risiko banjir. Tanpa pohon, sungai lebih mudah meluap karena kapasitas menahan air berkurang, sehingga bencana banjir terjadi lebih sering dan lebih parah, mengancam pemukiman dan aktivitas masyarakat.

Selain banjir, hilangnya hutan juga memicu tanah longsor, terutama di daerah perbukitan atau lereng. Akar pohon yang selama ini menahan tanah ikut hilang, sehingga tanah menjadi longgar dan mudah terguncang saat hujan deras. Deforestasi membuat tanah lebih rentan tererosi, mengurangi kesuburan lahan, dan meningkatkan risiko longsor yang bisa merusak rumah, jalan, dan lahan pertanian.

3. Kualitas air dan udara menurun

ilustrasi kawasan hutan yang rusak akibat deforestasi, memicu kebakaran dan asap yang memperburuk kualitas udara
ilustrasi kawasan hutan yang rusak akibat deforestasi, memicu kebakaran dan asap yang memperburuk kualitas udara (unsplash.com/Ryan Arnst)

Pohon tidak hanya memberikan oksigen, tetapi juga berperan penting dalam menyaring udara. Saat hutan ditebang atau dibakar, proses alami ini berhenti. Asap, gas beracun, dan partikel berbahaya dilepaskan ke udara, membuat kualitas udara menurun dan lebih sulit dihirup, terutama bagi mereka yang memiliki gangguan pernapasan seperti asma. Hilangnya pohon juga berarti lebih banyak karbon dioksida yang tersisa di atmosfer, memperburuk polusi udara dan memengaruhi kesehatan manusia.

Selain udara, hutan juga menjaga kualitas air. Akar pohon menyerap air hujan sekaligus memfilter kotoran sebelum mencapai sungai, danau, atau sumber air tanah. Tanpa pohon, air hujan mengalir lebih cepat membawa tanah, bahan kimia, dan sampah ke badan air, mencemari sumber air yang penting untuk minum, pertanian, dan habitat satwa. Hilangnya perlindungan ini meningkatkan risiko banjir sekaligus menurunkan ketersediaan air bersih bagi masyarakat sekitar.

4. Risiko penyakit baru

ilustrasi deforestasi yang mendorong satwa liar mendekati area manusia, memperbesar peluang penularan penyakit
ilustrasi deforestasi yang mendorong satwa liar mendekati area manusia, memperbesar peluang penularan penyakit (unsplash.com/Haberdoedas)

Ketika hutan hilang, peluang munculnya penyakit baru meningkat. Deforestasi membuat manusia semakin dekat dengan satwa liar yang menjadi pembawa patogen. Saat lahan dibuka untuk pertanian atau keperluan lainnya, hewan-hewan yang sebelumnya hidup jauh di dalam hutan mulai berbagi ruang dengan manusia, meningkatkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia, yang dikenal sebagai zoonosis. Penelitian menunjukkan hilangnya hutan tropis membuat manusia lebih sering bersentuhan dengan primata liar yang membawa virus, mirip dengan virus penyebab Ebola dan COVID-19.

Fragmentasi hutan dan aktivitas manusia yang masuk ke habitat satwa memperparah risiko ini. Semakin sering manusia mengambil kayu atau mencari sumber daya di hutan, semakin tinggi kemungkinan terjadinya “spillover” virus dari hewan ke manusia. Peneliti menyarankan pelestarian hutan dan pembuatan zona penyangga, misalnya melalui reboisasi, untuk mengurangi kontak manusia-hewan dan menekan munculnya penyakit baru. Dengan kata lain, menjaga hutan bukan hanya melindungi alam, tetapi juga kesehatan manusia secara langsung.

5. Ketersediaan sumber daya alam menurun

ilustrasi masyarakat yang terdampak berkurangnya sumber daya alam dari hutan
ilustrasi masyarakat yang terdampak berkurangnya sumber daya alam dari hutan (pexels.com/cottonbro studio)

Hilangnya hutan membuat ketersediaan sumber daya alam semakin terbatas. Banyak komunitas, terutama masyarakat adat, menggantungkan hidup mereka pada hutan untuk mendapatkan kayu, buah, tanaman obat, dan bahan bangunan. Ketika hutan ditebang untuk pertanian, perkebunan, atau pembangunan, akses terhadap sumber daya ini berkurang, sehingga mereka kehilangan sarana penting untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan melanjutkan tradisi hidup yang telah berlangsung turun-temurun.

Dampak hilangnya hutan terasa hingga ekonomi masyarakat. Banyak komunitas dan industri lokal bergantung pada hasil hutan, seperti kayu, karet, atau produk non-kayu, untuk sumber penghasilan. Ketika hutan berkurang, industri ini tidak lagi berkelanjutan, menimbulkan pengangguran dan menurunnya pendapatan. Kehilangan sumber daya alam juga mengurangi peluang ekonomi lain, seperti ekowisata, sehingga secara keseluruhan ketersediaan sumber daya yang menopang kehidupan dan perekonomian masyarakat semakin menipis.

Hilangnya hutan menunjukkan betapa rapuhnya alam dan dampaknya yang luas bagi kehidupan manusia, mulai dari banjir, longsor, hingga berkurangnya sumber daya yang menopang ekonomi dan kebutuhan sehari-hari. Kesadaran masyarakat, kebijakan pemerintah, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan menjadi kunci agar hutan tetap lestari. Menjaga hutan berarti juga menjaga keseimbangan alam, kualitas hidup, dan masa depan generasi mendatang, sehingga setiap tindakan kita hari ini turut menentukan keberlanjutan bumi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Silvery Brown Tamarin, Turut Mengasuh Anak tapi Tetap Diduakan

03 Des 2025, 09:29 WIBScience