Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bagaimana Cara Ular Memproduksi Bisa? Jawabannya Bakal Mengejutkanmu!

ular (commons.wikimedia.org/Christoph Moning)
Intinya sih...
  • Keluarga ular terbagi atas ular berbisa dan tak berbisa.
  • Ular berbisa memiliki kelenjar racun yang mengubah air liur menjadi bisa.
  • Racun ular dibagi menjadi empat jenis: neurotoksik, hemotoksik, sitotoksik, dan miotoksik.

Kalau digeneralisasi, keluarga ular (subordo Serpentes) terbagi atas dua tipe yang berbeda, yakni ular berbisa dan ular tak berbisa. Kalau ditanya soal mana yang lebih berbahaya, sudah pasti jawabannya adalah ular berbisa. Jumlah spesies ular berbisa yang dapat membunuh manusia jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan ular tak berbisa. Selain itu, ular berbisa seolah tak butuh lebih banyak usaha ketimbang saudara tak berbisa mereka dalam membunuh target di depan. Semua makhluk di sekitar mereka hampir pasti akan tunduk dengan satu gigitan saja.

Bisa pada ular memang jadi salah satu komponen paling unik dalam dunia hewan. Sebab, masing-masing spesies ular berbisa memiliki karakteristik racun tersendiri dalam bisa mereka. Selain itu, jumlah dosis yang dapat disuntikkan dan sejauh mana tingkat berbahaya bisa mereka dalam membunuh target relatif berbeda-beda, tergantung spesies mereka.

Ukuran tubuh juga tak jadi penghalang bagi ular berbisa untuk membunuh target berukuran besar. Ular taipan pedalaman (Oxyuranus microlepidotus) dan ular mamba hitam (Dendroaspis polylepis), misalnya, dikenal sebagai ular berbisa paling mematikan di dunia kendati ukuran keduanya relatif kecil. Lantas, ada rahasia apa saja di balik bisa milik ular? Bagaimana cara mereka memproduksi cairan berbahaya tersebut? Yuk, cari tahu jawaban lengkapnya di bawah ini! Simak sampai akhir agar pengetahuan kamu terkait satwa liar, terutama tentang ular berbisa, bisa semakin meningkat.

1. Kelenjar khusus di area taring jadi "pabrik" bisa milik ular

ular mamba hitam yang sedang membuka rahang (commons.wikimedia.org/Nick Evans00)

Pada rahang ular, terdapat satu organ yang telah berevolusi dan bertanggung jawab atas produksi bisa sebagai senjata atau alat pertahanan bagi mereka. Organ tersebut terletak di bagian taring berupa kelenjar racun yang menjadi "pabrik" bisa. Dilansir Science Focus, kelenjar racun ular berbisa sudah berkembang sehingga mampu mengubah air liur atau saliva biasa menjadi beracun berkat mencampurkan protein ke dalamnya. Adapun, protein yang dicampurkan ular ini berasal dari beberapa jenis enzim khusus.

Sejauh ini, kita mengetahui kalau ada sekitar 25 jenis enzim berbeda yang dapat berada dalam satu dosis bisa ular. Disebutkan pula kalau ular berbisa dapat mencampurkan sekitar 50—100 jenis protein berbeda dari jumlah enzim tersebut demi mencocokkan kebutuhan racun dengan mangsa target mereka. Pasalnya, beberapa jenis mangsa ular berbisa ternyata mampu beradaptasi hingga menciptakan resistensi pada bisa ular yang biasa memburu mereka. Karena hal itulah, ular berbisa turut beradaptasi dengan mencampur, mengubah, atau menambah dosis racun pada bisa mereka.

Sejak kapan ular mampu menciptakan bisa? Science melansir kalau keberadaan spesies ular berbisa ternyata sudah dimulai sekitar 60—80 juta tahun yang lalu. Oh, ya, tempat produksi bisa ular ini ternyata tak hanya berasal dari kelenjar saliva mereka, lho. Beberapa spesies ular berbisa memproduksi bisa mereka dari kelenjar lain bernama kelenjar Duvernoy.

Sebenarnya, letak kelenjar saliva dan kelenjar Duvernoy sama-sama berada di rahang atas ular berbisa. Namun, kelenjar Duvernoy lebih banyak berfungsi untuk memudahkan ular untuk menelan makanan, jenis protein yang diproduksi berbeda, dan hanya dimiliki satu famili ular saja, yakni Colubridae. Di sisi lain, kelenjar racun ditemukan pada beberapa famili ular berbeda, yakni Viperidae, Elapidae, dan Atractaspididae.

2. Klasifikasi bisa ular

seekor ular yang akan diambil bisa dari taringnya (commons.wikimedia.org/ _paVan_)

Dari banyaknya jenis enzim dan protein yang dapat dicampurkan ular berbisa pada bisa mereka, kita umumnya membagi jenis racun dalam bisa itu pada empat kategori berbeda. Keempatnya adalah neurotoksik (neurotoxic), hemotoksik (hemotoxic), sitotoksik (cytotoxic), dan miotoksik (myotoxic). Perbedaan jenis racun dalam bisa ular ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya letak geografis atau tempat ular berbisa itu tinggal dan penyesuaian terhadap organ tertentu di dalam tubuh target yang biasa mereka gigit agar meningkatkan efektivitas racun.

Dilansir Wildlife SOS, racun neurotoksik berfungsi untuk merusak sistem saraf hingga otak dari target gigitan ular. Berbeda dengan jenis racun lain, gigitan ular dengan racun neurotoksik tak selamanya menyebabkan rasa sakit, bahkan beberapa tak ada rasa sama sekali. Meski begitu, tingkat kematian atas racun neurotoksik ini termasuk sangat tinggi, baik itu pada mangsa ular berbisa dengan racun ini maupun manusia. Korban gigitan bisa dengan jenis racun ini umumnya akan merasakan kelumpuhan, kaku, hingga lemas.

Kemudian, racun jenis hemotoksik akan menargetkan pembekuan darah dari korbannya. Pada kasus fatal, hemotoksik akan memengaruhi sistem kardiovaskular pada jantung atau pembuluh darah yang bertanggung jawab dalam peredaran oksigen, nutrisi, dan hormon ke tubuh. Kemudian, racun ini akan membuat organ kardiovaskular di tubuh korban terdegenerasi hingga rusak secara keseluruhan yang ditandai dengan pendarahan di internal tubuh.

Sementara itu, racun jenis sitotoksik akan menghancurkan jaringan tubuh berukuran mini, seperti sel tubuh. Di antara jenis racun lain, korban gigitan ular berbisa dengan racun sitotoksik biasanya akan merasakan rasa sakit luar biasa saat bisa mulai masuk ke tubuh mereka. Kematian akibat racun ini terjadi ketika sel yang jadi target telah mati. Adapun, sel darah merah yang paling sering menjadi korbannya.

Terakhir, ada racun miotoksik yang secara khusus dimiliki oleh keluarga ular laut (subfamili Hydrophiinae dan Laticaudinae). Racun ini secara khusus menargetkan jaringan otot target. Parahnya, racun miotoksik pada ular laut diketahui dapat bereaksi secara instan, bahkan pada manusia. Disebutkan kalau jaringan otot korban bisa langsung lemas dan tak bisa digerakkan begitu bisa ular laut masuk ke tubuh mereka.

3. Dosis bisa yang diproduksi ular ternyata berbeda-beda

Bandotan gabon merupakan ular berbisa dengan taring terpanjang di dunia. (commons.wikimedia.org/Brimac The 2nd)

Sekalipun bisa dapat menjadi senjata mematikan bagi ular berbisa ketika berburu atau mempertahankan diri dari predator, sebenarnya reptil ini tak akan sembarangan menggunakannya. Sebab, untuk memproduksi bisa, ular memerlukan energi yang tak sedikit. Selain itu, kapasitas produksi bisa milik ular cukup terbatas dan jumlahnya bervariasi, tergantung dari ukuran serta usia dari ular tersebut.

Pada beberapa spesies ular, jumlah bisa yang mampu mereka suntikkan sekitar 1—150 mg saja. Sementara itu, spesies lain, semisal ular kobra raja dan bandotan gabon, mampu menyuntikkan lebih dari 400 mg bisa hanya dalam satu gigitan. Ular berbisa juga diketahui tidak akan langsung menghabiskan seluruh bisa yang mereka produksi hanya dalam satu gigitan. Selain itu, ular akan terus memproduksi bisa milik mereka setiap hari dengan jumlah yang berbeda-beda pada masing-masing spesies.

Dikutip dari penelitian karya Adolfo Rafael de Roodt dkk. yang berjudul "Venom Yield and Its Relationship with Body Size and Fang Separation of Pit Vipers from Argentina", ular hanya akan menggunakan sekitar 30—50 persen dari keseluruhan bisa yang mereka produksi dalam tiap gigitan. Jumlah ini diperoleh berdasarkan beberapa penelusuran dari spesimen ular beludak (ular viper). Diperkirakan kalau seluruh ular berbisa juga menggunakan takaran yang mirip.

4. Kenapa bisa ular mampu jadi sangat mematikan bagi makhluk berukuran besar?

ular beludak yang mencoba menggigit sarung tangan orang yang memegangnya (commons.wikimedia.org/Piet Spaans)

Kalau diperhatikan, rasanya ada satu hal yang cukup janggal dari keberadaan bisa ular. Dengan ukuran mereka, sebenarnya bisa milik ular terbilang cukup berlebihan jika kita melihat ukuran mangsa yang mereka buru. Ular seperti taipan pedalaman, misalnya, dengan panjang sekitar 2 meter saja, mereka memiliki bisa dengan dosis yang mampu membunuh 100 orang dewasa dalam satu gigitan saja (dengan dosis sekitar 44—110 mg). Padahal, makanan utama ular ini hanya berupa pengerat kecil saja, dilansir Animalia. Hal ini pun menimbulkan satu pertanyaan: mengapa bisa ular sangat mematikan?

Dilansir National History Museum, rahasianya terletak pada seberapa cepat bisa milik ular harus bekerja pada target. Dr. Ronald Jenner menyebut kalau bisa ular tidak boleh memakan waktu panjang untuk bekerja, baik dalam situasi memburu mangsa ataupun mempertahankan diri dari predator. Jika terlambat sedikit saja, ular berbisa akan kehilangan calon makanan yang lari ataupun tak bisa melepaskan diri dari cengkeraman predator alami. 

Saking pentingnya waktu reaksi ini, beberapa ular mengembangkan racun pada bisa mereka untuk bekerja dalam dua fase berbeda. Fase pertama bekerja untuk melumpuhkan target dalam waktu yang relatif cepat. Barulah pada fase kedua racun mereka akan bekerja perlahan untuk membunuh target. Seberbahaya apa pun bisa milik ular, tak akan ada artinya jika mereka tidak dapat menyuntikkannya secara cepat. Karena itu, mayoritas ular berbisa dikenal sebagai salah satu reptil dengan serangan tercepat di dunia. Kalaupun serangan cepat tidak bekerja, beberapa spesies ular telah belajar untuk menyemburkan bisa mereka ke arah target, lho.

Senjata mematikan milik ular berbisa ternyata merupakan sesuatu yang sudah mereka kembangkan sejak jutaan tahun yang lalu. Seiring dengan kemampuan adaptasi target yang mampu mengembangkan kekebalan terhadap bisa ular, hewan melata yang satu ini ternyata juga terus beradaptasi dalam "meracik" komposisi racun dalam bisa agar dapat selalu bekerja secara optimal. Benar-benar "senjata biologis" alami yang sangat menakjubkan, bukan?

Jadi, apa pendapat kamu tentang bisa ular dan bagaimana cara mereka memproduksinya? Apakah menarik atau justru membuatmu semakin bergidik? Tulis pendapatmu di kolom komentar, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha
EditorYudha
Follow Us