Benarkah Isu Kiamat Menjadi Penyebab Terjadinya Perang Salib?

Hari ini kita dihadapkan dengan pemahaman bahwa dunia akan hancur berkeping-keping. Meskipun memang benar kiamat tertulis di kitab-kitab, termasuk Al-Qur'an. Namun, jangan berpikir bahwa hanya kita manusia modern yang khawatir dengan kehancuran dunia. Rupanya, pemahaman seperti ini sudah ada jauh sebelum ajaran Islam muncul.
Pada dasarnya, ketakutan manusia dengan kehancuran dunia bisa menyebabkan masalah besar pada kehidupan itu sendiri. Kepercayaan pada ramalan Nostradamus dan teror mengenai akhir kalender Suku Maya pada 2012, membuat dunia gempar, meskipun pada akhirnya tidak pernah terjadi. Selain itu, akhir zaman juga sering kali dikaitkan dengan munculnya dajjal dan Imam Mahdi, bagi umat Islam.
Sementara itu, bagi umat Kristen, kiamat terjadi dengan Kedatangan Kedua Yesus Kristus. Faktanya, "demam" kiamat inilah yang memicu salah satu dari serangkaian perang suci paling berdarah dalam sejarah, yaitu Perang Salib. Lalu, bagaimana penjelasannya?
1. Bagaimana isu kiamat ini terjadi?

Pernah dengar demam kiamat? Pada 2000, ada beberapa orang yang meramalkan bahwa kiamat akan terjadi pada pergantian milenium. Yap, Y2K (Year 2000). Pada tahun itu, banyak orang yang percaya kalau kiamat akan segera terjadi.
Nah, yang masih hangat diingatan juga ada kiamat 2012. Rumor kiamat yang didasarkan pada kalender Suku Maya yang mengatakan, dunia akan berakhir pada 21 Desember 2012. Lalu pada 2024, peramal asal India bernama Kushal Kumar memprediksi kalau kiamat akan terjadi pada 29 Juni 2024. Namun, semua prediksi itu tidak pernah terjadi.
Rupanya, Perang Salib tercetus karena ramalan kiamat seperti ini juga, lho. Pada 1582, Paus Gregorius XIII memperbarui cara Romawi kuno dalam menghitung kalender matahari menjadi kalender Gregorian yang berlaku saat ini, seperti yang dijelaskan History. Baru pada 1988 International Organization for Standardization (ISO), sebuah badan nonpemerintah di Jenewa, menetapkan sebuah standar internasional yang mengatur tata cara penulisan tanggal dan waktu di seluruh dunia, dalam dokumen ISO 8601.
Nah, para ilmuwan pun membuktikan bahwa pada abad ke-11 atau tahun 1001, bangsa Eropa mengalami ketakutan di tahun itu dan tidak punya harapan, karena peristiwa yang sedang terjadi pada saat itu. Kekhawatiran ini tertanam dalam literatur spiritualitas, pembaruan kekaisaran, reformasi gerejawi, korupsi, dan kemajuan dalam segi sosial yang menjadikan abad kesebelas begitu dinamis di Eropa. Disitulah isu-isu kiamat bermunculan.
2. Warga Eropa berharap akan terjadi kiamat pada peringatan 1000 tahun kematian Yesus

Seperti yang ditunjukkan oleh How Stuff Works, pada tahun 1000, banyak orang percaya bahwa Yesus akan kembali ke Bumi sebelum milenium, seperti yang dijanjikan (premillennialisme) dan memerintah seperti raja. Kemudian, ada pula yang percaya bahwa Yesus akan kembali ke Bumi setelah milenium (postmillennialisme). Mereka yang percaya isu ini berharap agar era ini segera datang. Mereka ingin kesengsaraan manusia dan masalah duniawi lenyap. Namun, yang lebih berbahayanya lagi, ada orang-orang yang ingin mempercepat hal tersebut.
Menjelang 999 Masehi, para petani di Eropa sangat percaya dengan isu kiamat ini. Adapun, Eropa Barat mengalami kemunduran sejak era Romawi. Itulah sebabnya banyak orang Eropa yang berharap agar mereka mendapatkan keselamatan. Inilah tepatnya janji yang ditawarkan oleh Paus Urbanus II pada 1095 Masehi ketika ia menyerukan perang salib dalam Konsili Clermont.
3. Eropa memasuki perkembangan dari segi ekonomi, tetapi mengalami masalah di Yerusalem

Pada 980 Masehi, Eropa sebenarnya mengalami kenaikan dalam segi perdagangan dan niaga, berbeda dengan kemiskinan yang terjadi pada dekade-dekade sebelumnya. Peningkatan ekonomi ini justru memicu kekhawatiran pada era tersebut, terutama dari kelas menengah yang takut kehilangan kekayaannya. Seperti yang dikatakan Uskup Agung Wulfstan, "Dunia ini tergesa-gesa, dan semakin mendekati akhirnya, dan selalu terjadi bahwa semakin lama berlangsung, semakin buruk keadaannya. Dan memang harus begitu."
Sedikit info, sejak zaman Charlemagne atau Kaisar Karolus Agung pada awal 800-an, orang-orang Kristen diberikan akses ke Yerusalem untuk berziarah. Pada saat itu, Kaisar Charlemagne, yang merupakan seorang pemimpin militer dan raja yang bijaksana, berhasil melindungi orang-orang Kristen yang berziarah di Yerusalem. Kaisar Charlemagne juga dikaitkan dengan Kedatangan Kristus yang Kedua, terutama karena Yerusalem sering disebutkan dalam Kitab Wahyu.
Namun, pada pertengahan abad ke-11, orang-orang Kristen terancam di Yerusalem, karena orang-orang Turki Seljuk melakukan ekspansi melalui Timur Tengah. Selain itu, pertikaian politik dan militer membuat perjalanan ke kota suci itu menjadi semakin sulit. Paus Urbanus II pun melibatkan dirinya memasuki permasalahan ini. Paus Urbanus II memberikan pehamanan kepada orang-orang Kristen untuk mempercepat kiamat yang belum terjadi.
4. Adanya seruan berperang dari Paus Urbanus II

Seruan Paus Urbanus II untuk Perang Salib memang memengaruhi kesadaran publik, tetapi baginya, hal itu dilakukan untuk memperkuat status gereja, khususnya kepausan, serta menekan pengaruh Islam yang saat itu sedang berjaya. Seperti yang dikatakan sejarah, Kaisar Bizantium Alexius I meminta bantuan Paus Urbanus II untuk menghadapi serbuan Turki Seljuk, karena ia khawatir mereka akan bergerak ke Antiokhia dan memasuki Konstantinopel.
Nah, periode ini dianggap sangat tepat bagi Paus Urbanus II, dan bisa berpengaruh dari segi ekonomi, politik, sosial, dan agama. Di sisi lain, orang-orang Eropa yang dijanjikan dengan kedatangan Yesus yang kedua juga sangat antusias. Warga Eropa siap pasang badan dan bahkan mengorbankan diri untuk mencapai hal tersebut, mengingat mereka sudah menunggu Yesus sejak lama, mengidolakan perjuangan legendaris seorang Kaisar Charlemagne dan hubungannya dengan Yerusalem, yang dianggap sebagai pusat terjadinya kiamat tersebut.
Pada 1095, Paus Urbanus II meminta dukungan dari semua golongan di Konsili Clermont. Pada akhirnya, 60.000—100.000 orang bersatu untuk mendukung perang, sebagian besar adalah petani Prancis dan Jerman yang miskin, tetapi juga orang-orang dari kelas menengah yang disebutkan di atas dan dipimpin oleh segelintir bangsawan. Dijuluki "Perang Salib Rakyat," History melansir kabar bahwa pasukan yang tidak terlatih ini berhasil melewati Konstantinopel, Nicea, dan Antiokhia. Meski begitu, pasukan ini hanya tersisa 1.200 kavaleri dan 12.000 prajurit infanteri. Mereka terus maju ke Yerusalem dan mengepungnya. Pada 1099, mereka berhasil memenangkan peperangan.
Ironisnya, Paus Urbanus II meninggal sebelum berita kemenangan itu sampai kepadanya. Namun, karena Perang Salib Pertama ini, tercipta 7 Perang Salib lagi. Seperti yang diuraikan oleh sejarawan Andrew Holt, perkiraannya berkisar antara 1 hingga 9 juta orang yang tewas selama 8 Perang Salib tersebut.