Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bangunan bersejarah (unsplash.com/NEOM)

Intinya sih...

  • Ilmuwan menggunakan penanggalan karbon untuk meneliti material organik, seperti kayu dan arang, yang mengandung isotop karbon yang meluruh seiring waktu.

  • Ahli menganalisis cincin pohon lewat dendrokronologi untuk menentukan kapan kayu digunakan dan apakah pernah dipakai ulang dari struktur sebelumnya.

  • Peneliti menggunakan data arkeologi dari lapisan tanah serta teknologi modern seperti pemindaian laser 3D untuk memindai struktur bangunan dan analisis material menggunakan mikroskop elektron atau spektroskopi.

Menentukan umur sebuah bangunan bersejarah bukan perkara menebak atau mengira-ngira semata. Di balik setiap tembok batu atau potongan kayu tua, terdapat jejak ilmiah yang bisa dibaca oleh para ahli dengan metode yang terukur. Fakta bangunan menjadi pintu masuk bagi para ilmuwan untuk memahami waktu dan latar sejarah di balik berdirinya struktur tersebut, entah itu kuil kuno, benteng peninggalan kolonial, atau rumah adat yang telah berdiri selama ratusan tahun.

Melalui pendekatan ilmiah yang akurat, para peneliti dapat menelusuri umur material bangunan dengan presisi yang tinggi. Bukan sekadar melihat bentuk arsitektur, melainkan menganalisis unsur penyusunnya lewat teknik yang telah teruji selama puluhan dekade. Berikut lima metode utama yang digunakan ilmuwan untuk mengetahui umur bangunan bersejarah secara ilmiah dan objektif.

1. Ilmuwan menggunakan penanggalan karbon untuk meneliti material organik

ilustrasi arkeolog (commons.wikimedia.org/Titan2155)

Salah satu metode paling umum dalam menentukan usia material bangunan adalah penanggalan karbon, terutama karbon-14. Teknik ini digunakan untuk meneliti benda-benda organik seperti kayu, arang, atau tulang yang ditemukan di dalam atau sekitar struktur bangunan. Material organik tersebut mengandung isotop karbon yang perlahan meluruh seiring waktu, dan kecepatan peluruhannya bisa diukur untuk memperkirakan umur benda tersebut.

Dalam konteks bangunan bersejarah, sampel seperti balok kayu atau fragmen tanaman yang tersisa dalam fondasi bisa diambil sebagai acuan. Penelitian kemudian dilakukan di laboratorium menggunakan alat spektrometri massa. Hasil pengukuran ini mampu memberikan rentang usia dari material yang diuji, biasanya dalam kisaran ratusan hingga ribuan tahun. Teknik ini sangat bermanfaat terutama untuk struktur kuno yang tidak memiliki catatan tertulis.

2. Ahli menganalisis cincin pohon lewat dendrokronologi

Dendrokologi (commons.wikimedia.org/Stefan Kühn)

Ketika bangunan menggunakan kayu sebagai bahan utama atau pendukung struktur, para ilmuwan bisa memanfaatkan dendrokronologi, yaitu ilmu yang mempelajari cincin pertumbuhan pohon. Setiap tahun, pohon membentuk satu cincin baru, dan pola cincin ini bisa mencatat kondisi iklim serta usia kayu secara spesifik. Dengan mencocokkan pola cincin dari sampel bangunan dengan database pola cincin regional, ilmuwan bisa menentukan kapan kayu tersebut ditebang.

Teknik ini sangat presisi, terutama bila data referensi wilayahnya lengkap. Dendrokronologi tak hanya berguna untuk mengetahui kapan kayu digunakan, tetapi juga bisa membantu mendeteksi apakah material tersebut pernah dipakai ulang dari struktur sebelumnya. Ini memberikan wawasan tambahan tentang sejarah konstruksi serta praktik arsitektur pada masa lalu yang mungkin melibatkan perombakan atau pemanfaatan ulang bahan.

3. Peneliti menggunakan data arkeologi dari lapisan tanah

ilustrasi arkeolog (commons.wikimedia.org/Harvey Furniss)

Selain melihat material utama bangunan, ilmuwan juga memperhatikan konteks lingkungan di sekitarnya. Analisis stratigrafi atau pengamatan terhadap lapisan tanah yang mengelilingi situs bangunan bisa memberikan petunjuk penting tentang kronologi pembangunan. Setiap lapisan tanah mewakili periode waktu tertentu, dan benda-benda yang ditemukan di dalamnya seperti keramik, logam, atau artefak lain dapat memberikan gambaran kapan bangunan mulai digunakan.

Pendekatan ini sangat efektif ketika bangunan ditemukan dalam situs yang telah tertutup tanah selama bertahun-tahun. Dengan menggali dan memetakan setiap lapisan, peneliti bisa menyusun urutan kronologis dari aktivitas manusia yang terjadi di lokasi tersebut. Kombinasi antara konteks arkeologi dan metode ilmiah lain seperti penanggalan karbon mampu menghasilkan estimasi usia yang lebih akurat dan meyakinkan.

4. Tim ilmuwan memeriksa gaya arsitektur dan teknik konstruksi

Garni temple (commons.wikimedia.org/Matthias Süßen)

Meski tidak sekuat metode ilmiah seperti karbon-14, analisis arsitektur tetap menjadi bagian penting dalam proses penentuan usia bangunan. Setiap zaman memiliki ciri khas dalam hal bentuk, ornamen, dan teknik pembangunan. Misalnya, jenis atap, bentuk kolom, atau pola ukiran bisa menjadi petunjuk kuat tentang periode sejarah tertentu.

Dengan membandingkan ciri-ciri arsitektur tersebut dengan bangunan lain yang telah lebih dulu diteliti, ilmuwan dapat memperkirakan rentang waktu pembangunan. Pendekatan ini sering digunakan sebagai pelengkap, terutama ketika bukti material organik sulit ditemukan. Meskipun bersifat interpretatif, gaya arsitektur tetap menyimpan informasi historis yang tak bisa diabaikan begitu saja.

5. Peneliti menggunakan teknologi modern untuk memindai struktur bangunan

ilustrasi arkeolog (commons.wikimedia.org/SergeyZabelinASU)

Kemajuan teknologi memberikan cara baru dalam mempelajari bangunan bersejarah tanpa harus merusaknya. Salah satu pendekatan terbaru adalah penggunaan pemindaian laser 3D, penginderaan jauh, dan analisis digital. Teknologi ini memungkinkan ilmuwan melihat bagian dalam bangunan, mengukur dimensi, serta mendeteksi lapisan-lapisan tersembunyi yang mungkin menunjukkan renovasi atau penambahan bangunan pada waktu berbeda.

Selain itu, ada pula metode analisis material menggunakan mikroskop elektron atau spektroskopi untuk melihat struktur kimia dari batu atau logam. Dengan cara ini, para peneliti dapat mengetahui sumber material sekaligus mengidentifikasi teknik pengerjaan yang digunakan. Semua informasi ini digabungkan untuk membentuk narasi waktu yang konsisten tentang proses pembangunan, renovasi, dan pemakaian bangunan sepanjang sejarahnya.

Mengetahui umur bangunan bersejarah bukan soal menerka dari tampilan luar semata, tapi hasil dari berbagai pendekatan ilmiah yang saling melengkapi. Fakta bangunan yang dianalisis lewat metode seperti penanggalan karbon dan dendrokronologi membantu membuka sejarah tersembunyi yang terkubur dalam materialnya. Dengan memadukan teknologi, arkeologi, dan ilmu alam, para ilmuwan bisa menjawab pertanyaan tentang masa lalu dengan lebih pasti dan terukur.

Referensi:

"How Do Archeologists Know How Old a Site Is?". National Park Service. Diakses pada Juli 2025.

"How Archaeologists Determine the Age of Ancient Sites and Artifacts". National Geographic. Diakses pada Juli 2025.

"Menentukan Usia Bangunan: Teknik dan Pendekatan yang Digunakan". AXIA Valuers. Diakses pada Juli 2025.

"Historic Building Research Guide". The Landmark Society of Western New York. Diakses pada Juli 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team