Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Dampak Aktivitas Tambang terhadap Lingkungan

ilustrasi pertambangan (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi pertambangan (pexels.com/Pixabay)
Intinya sih...
  • Pencemaran air tanah dan permukaan oleh limbah tambang
  • Kerusakan habitat dan kepunahan spesies akibat pembukaan lahan
  • Emisi gas rumah kaca, deforestasi, dan polusi udara dari aktivitas tambang

Kegiatan pertambangan memiliki kontribusi besar dalam penyediaan bahan baku penting untuk berbagai industri, hingga pembangunan ekonomi. Namun, di balik manfaat tersebut, ada konsekuensi serius terhadap lingkungan yang sering kali tidak terlihat secara langsung. Dampak ekologis dari pertambangan memengaruhi ekosistem secara luas, bahkan sampai masyarakat yang bergantung pada alam.

Lingkungan hidup yang rusak akibat tambang sulit dipulihkan sepenuhnya, terutama bila aktivitas dilakukan tanpa perencanaan dan pengawasan ketat. Oleh karena itu, penting untuk memahami dampak-dampak utama dari pertambangan agar kita bisa lebih kritis dalam menjaga alam dan ekosistem di dalamnya. Berikut lima dampak aktivitas tambang terhadap lingkungan di sekitar yang perlu dipahami.

1. Pencemaran air tanah dan permukaan

ilustrasi polusi air (pexels.com/Yogendra Singh)
ilustrasi polusi air (pexels.com/Yogendra Singh)

Aktivitas tambang, terutama tambang terbuka dan tailing (limbah hasil pengolahan bijih), dapat mencemari sumber air tanah maupun sungai. Bahan kimia seperti merkuri, sianida, arsenik, dan logam berat lainnya sering digunakan atau terbawa dalam proses ekstraksi mineral, lalu bocor ke lingkungan sekitar. Ketika hujan turun, limbah ini larut dan mengalir ke badan air, mencemari air minum, merusak ekosistem perairan, dan berpotensi masuk ke rantai makanan.

Selain kontaminasi bahan kimia, tambang juga dapat menyebabkan peningkatan sedimen dalam aliran sungai. Erosi tanah yang terjadi akibat pembukaan lahan tambang membuat sungai keruh, mengganggu fotosintesis organisme air, dan menyumbat insang ikan. Dampak ini merugikan nelayan lokal dan merusak siklus ekologi perairan yang sebelumnya stabil.

2. Kerusakan habitat dan kepunahan spesies

ilustrasi satwa endemik (pexels.com/Charmain Jansen van Rensburg)
ilustrasi satwa endemik (pexels.com/Charmain Jansen van Rensburg)

Pertambangan membutuhkan pembukaan lahan dalam skala besar, termasuk penggundulan hutan dan perubahan bentang alam. Akibatnya, habitat alami berbagai flora dan fauna terganggu atau bahkan hilang total. Spesies endemik yang hanya hidup di kawasan tertentu sangat rentan terhadap kehilangan habitat, dan sering kali tidak mampu bertahan jika harus berpindah ke lingkungan baru.

Tidak sedikit spesies yang akhirnya terancam punah karena hancurnya tempat hidup mereka. Beberapa bahkan belum sempat didokumentasikan oleh ilmuwan ketika tambang mulai beroperasi. Dalam konteks ini, pertambangan bukan hanya soal ekonomi, tapi juga menyangkut hilangnya warisan alam dan biodiversitas yang berharga.

3. Emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim

ilustrasi perubahan iklim (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi perubahan iklim (pexels.com/Pixabay)

Mesin berat, pembakaran bahan bakar fosil, serta proses pemurnian mineral menghasilkan emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya. Misalnya, tambang batubara dikenal sebagai salah satu kontributor utama emisi metana atau gas rumah kaca yang lebih kuat dari CO₂ dalam menjebak panas di atmosfer. Semakin besar skala operasi tambang, semakin besar pula jejak karbon yang ditinggalkan.

Selain emisi langsung, pertambangan juga menghilangkan kawasan vegetasi seperti hutan hujan yang berfungsi sebagai penyerap karbon alami. Deforestasi yang menyertai kegiatan tambang menurunkan kapasitas bumi dalam menyerap emisi, mempercepat pemanasan global, dan memperburuk dampak perubahan iklim yang dirasakan secara global. Selain itu, kegiatan pengangkutan material tambang juga menjadi sumber utama polusi udara.

4. Longsor dan ketidakstabilan tanah

ilustrasi tanah longsor (pexels.com/Franklin Peña Gutierrez)
ilustrasi tanah longsor (pexels.com/Franklin Peña Gutierrez)

Kegiatan penggalian yang masif dan tidak terkendali bisa menyebabkan ketidakstabilan struktur tanah. Ketika lereng-lereng digali secara curam atau tanpa penyangga yang memadai, potensi longsor meningkat drastis, terutama saat musim hujan. Proses penambangan menyebabkan erosi tanah 10-15 kali lebih tinggi dibandingkan area alami.

Hal ini tidak hanya membahayakan para pekerja tambang, tetapi juga komunitas yang tinggal di sekitar area tersebut. Longsor dari bekas tambang juga membawa material berbahaya yang dapat mencemari sungai atau menimbun lahan pertanian. Dalam jangka panjang, ketidakstabilan geologi ini bisa menghambat upaya reklamasi lahan bekas tambang dan membuat wilayah tersebut tidak dapat digunakan kembali secara produktif.

5. Dampak sosial dan perubahan struktur ekonomi lokal

ilustrasi nelayan (pexels.com/DoDo PHANTHAMALY)
ilustrasi nelayan (pexels.com/DoDo PHANTHAMALY)

Meski terlihat sebagai peluang kerja, kehadiran tambang sering mengubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Masuknya investasi besar dan tenaga kerja dari luar dapat menimbulkan konflik sosial, ketimpangan pendapatan, serta tergesernya mata pencaharian tradisional seperti bertani atau melaut. Ketergantungan terhadap sektor tambang juga membuat daerah menjadi rentan secara ekonomi ketika harga komoditas global turun atau tambang berhenti beroperasi.

Selain itu, polusi dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sering kali dirasakan oleh masyarakat lokal. Sebaliknya, keuntungan ekonomi akan dinikmati oleh pihak luar atau perusahaan besar. Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan soal keadilan lingkungan dan pentingnya partisipasi warga dalam pengambilan keputusan terkait aktivitas pertambangan.

Dampak aktivitas tambang terhadap lingkungan bersifat kompleks dan jangka panjang. Mengingat kebutuhan dunia akan logam dan mineral terus meningkat, pertambangan akan tetap diperlukan. Meski begitu, memahami dampak-dampak lingkungan dari aktivitas ini sangat penting agar ada kesadaran untuk mendorong praktik pertambangan yang lebih bertanggung jawab. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us