5 Fakta Bigfin Reef Squid, Bisa Mengubah Warna Kulit dalam Sekejap

- Cumi-cumi karang sirip besar hidup di perairan tropis dan subtropis dengan kemampuan mengubah warna kulit untuk berkamuflase dan berkomunikasi
- Mereka memiliki mata besar, sirip anggun, kromatofora untuk mengubah warna tubuh, serta habitat di terumbu karang yang memungkinkan mereka berburu dan bersembunyi dari predator
- Perkawinan cumi-cumi ini dapat berlangsung melalui dua gaya yang berbeda, yaitu perkawinan "berhadapan langsung" dan "sejajar dengan jantan" dengan betina yang mengeluarkan telur hingga 1180 butir per individu
Bigfin reef squid, atau dalam bahasa Indonesia disebut cumi-cumi karang sirip besar, adalah spesies sefalopoda yang hidup di perairan laut tropis dan subtropis. Ukuran tubuh cumi-cumi ini cukup besar, dan dengan panjang yang dapat mencapai hingga 60 cm. Bentuk tubuhnya juga ramping dan dilengkapi tentakel yang panjang, yang digunakannya untuk menangkap mangsa dan bergerak dengan cepat di dalam air.
Selain itu, spesies dengan nama ilmiah Sepioteuthis lessoniana ini juga memiliki kemampuan mengubah warna dan pola kulit. Fungsinya untuk berkomunikasi dan berkamuflase dari intaian predator. Habitat utama mereka adalah terumbu karang, di mana mereka dapat ditemukan bersembunyi di celah-celah bebatuan dan tumbuhan laut. Selengkapnya, mari simak beberapa fakta menariknya berikut ini.
1. Bisa mengubah warna kulit dalam sekejap, kepalanya dilengkapi iridofora, dan bermata besar

Bigfin reef squid bertubuh ramping dan dapat tumbuh hingga 60 cm. Mereka memiliki sirip besar yang terletak di kedua sisi tubuh bermantelnya. Sirip ini akan terlihat anggun saat digerakkan, sehingga memberikan kesan fluiditas pada penampilannya. Bahkan, mereka juga mampu mengubah warna kulitnya dalam sekejap berkat kromatofora yang menutupi bagian kepala, mantel, dan lengan.
Dilansir AZ Animals, kromatofora ini memungkinkan bigfin reef squid untuk mengubah warna dan pola tubuh dengan cepat dalam suatu proses yang disebut metakrosis. Adaptasinya ini berfungsi untuk berkamuflase dan sebagai alat komunikasi dengan sesama cumi-cumi. Kepala mereka juga dilengkapi dengan iridofora, yang menghasilkan cahaya merah dan hijau yang berkilauan saat terkena cahaya putih.
Selain itu, bigfin reef squid memiliki mata besar yang sangat penting untuk mendeteksi mangsa dan predator. Dengan penglihatan tajamnya ini, mereka mampu menavigasi terumbu karang dengan sangat efektif di samping keahliannya dalam mengubah warna kulit.
2. Hidup di perairan hangat dan dangkal, bersifat sosial, serta lebih aktif pada malam hari

Cumi-cumi ini banyak ditemukan di wilayah Indomalayan dan Palearktik, di mana mereka berkembang biak di perairan hangat dan dangkal, yang sering kali ditemukan di sekitar terumbu karang. Mereka memiliki habitat alami yang memberikan banyak peluang untuk berburu dan bersembunyi dari predator. Dikarenakan perilakunya yang sosial, mereka sering terlihat berenang dalam kelompok kecil dan berkomunikasi melalui bahasa tubuh serta perubahan warna kulit.
Ketika menghadapi ancaman, mereka dengan cepat mengubah warna kulit untuk berbaur dengan lingkungan atau memancarkan warna cerah sebagai tanda peringatan. Pada siang hari, bigfin reef squid lebih memilih tinggal di dekat dasar laut sekitar bebatuan dan karang, sementara di malam harinya mereka menjadi pemburu yang lebih aktif.
3. Makanannya berupa ikan dan krustasea, dengan memegangnya menggunakan tentakel dan lengan

Seperti kerabatnya yang lain seperti cumi-cumi biasa dan sotong, bigfin reef squid juga memakan ikan dan krustasea. Dilansir Monterey Bay Aquarium, bigfin reef squid menggunakan dua tentakelnya untuk menangkap mangsa dan delapan lengannya untuk memegang mangsa saat mereka makan.
Di samping itu, mereka juga memiliki mata yang menonjol dan dilengkapi dengan struktur lensa yang unik. Fitur ini memberikan visibilitas kedalaman yang luar biasa, yang sangat membantunya berburu mangsa di bawah permukaan air.
4. Pejantan akan saling bertarung demi mengawini betina, dan pasangan yang terbentuk memiliki dua gaya perkawinan

Berdasarkan ulasan dari laman Animal Corner, selama musim kawin, bigfin reef squid pejantan dan betina membentuk pasangan yang rapat dan dapat bertahan hingga beberapa hari. Sebelum kawin, pejantan bisa menjadi agresif dan akan bertarung dengan pejantan lain menggunakan pola dan postur tubuh tertentu untuk menentukan siapa yang akan kawin dengan betina pilihan mereka.
Perkawinan dapat berlangsung melalui dua gaya yang berbeda, yakni perkawinan “berhadapan langsung” dan “sejajar dengan jantan.” Pada gaya “berhadapan langsung,” pejantan berenang terbalik dan maju ke arah betina. Pejantan akan melepaskan beberapa spermatofor dari corongnya ke hektokotilnya, yang kemudian berusaha dimasukkan ke dalam corong mulut betina. Selanjutnya, betina akan memindahkan spermatofor tersebut ke saluran telurnya untuk proses pembuahan.
Di sisi lain, dalam gaya perkawinan “sejajar dengan jantan,” pejantan dan betina berenang secara berdampingan. Pejantan kemudian bergerak di bawah betina, mencengkeram leher betina dengan lengannya, dan memasukkan hektokotilusnya ke dalam rongga mantel betina, lalu menempelkan spermatofor pada lubang saluran telur.
5. Telur-telurnya dilapisi zat-zat khusus yang membentuk kapsul, dan masa inkubasinya tergantung pada suhu lokasi

Betina mengeluarkan telur melalui saluran telurnya yang berjumlah sekitar 20 hingga 1180 telur per individu. Dilansir Animalia, telur-telur ini kemudian dilapisi zat-zat seperti agar-agar dari kelenjar nidamental dan kelenjar ovidukal, sehingga membentuk ‘‘kapsul’’ telur. Setiap kapsulnya berisi 2 hingga 9 telur, yang diletakkan dalam untaian tunggal yang lurus di atas batu, karang, tanaman air, cabang-cabang yang terendam, dan permukaan lainnya.
Pada tahap ini, telur-telur tersebut berdiameter 3 mm, dan kapsul telur berukuran panjang sekitar 58,2 mm dengan lebar 12,6 mm. Kapsul tersebut dierami selama sekitar 2—3 minggu, tergantung pada suhu lokasi. Dikarenakan Indonesia memiliki suhu lebih hangat, masa inkubasi di sini tercatat hanya 15—16 hari, sedangkan di Thailand dibutuhkan sekitar 20—22 hari.
Dari sekian banyak telur dalam setiap kapsul, telur yang tidak dibuahi tetap berwarna putih susu, namun tidak mengalami perkembangan lebih lanjut. Sedangkan telur yang dibuahi mengalami pembelahan sel yang mencapai diameter 16 mm dengan embrio yang berkembang sekitar 11 mm pada hari sebelum menetas.
Jika dilihat berdasarkan penampilannya, bigfin reef squid terlihat mirip dengan sotong. Ya, meskipun banyak orang keliru dengan menganggapnya sebagai sotong, kenyataannya sefalopoda ini masih tergolong ke dalam spesies cumi-cumi.
Selain cukup jarang ditemukan, sefalopoda ini juga memang sedikit berbeda dari cumi-cumi biasa dalam hal penampilan. Kendati demikian, IUCN mengklasifikasikan bigfin reef squid sebagai spesies Kurang Data karena kurangnya informasi yang memadai untuk menilai status konservasinya.