5 Fakta Kakomistel, Hewan Mirip Kucing yang Ahli Memanjat

Nama kakomistel atau musang-kucing amerika tengah (Bassariscus sumichrasti) jelas masih asing di telinga kebanyakan orang. Nama hewan yang satu ini berasal dari bahasa Nahuatl, tlahcomiztli, yang memiliki arti 'setengah kucing' atau 'setengah singa gunung'. Rasanya wajar penyematan nama itu kalau melihat rupa kakomistel. Bagaimana tidak? Mereka tampil dengan wajah seperti kucing, tubuh ramping seperti musang, dan ekor belang-belang seperti rakun. Kalau secara taksonomi, kakomistel sebenarnya tidak termasuk kerabat kucing karena hewan ini lebih dekat dengan rakun dan koati yang sama-sama ada dalam famili Procyonidae.
Kalau dari ukuran, kakomistel masih mirip seperti kucing domestik. Panjang tubuh mereka sekitar 38—47 cm, panjang ekor 38—51 cm, dan bobot 900—1.300 gram. Rambut yang menutupi bulu kakomistel merupakan perpaduan antara cokelat tua di punggung dan abu-abu pada bagian perut dengan sedikit bagian hitam di kepala maupun leher. Tak ketinggalan, ekor mamalia ini tampak sangat kontras dengan rambut di tubuh karena memiliki pola garis hitam-putih yang mirip seperti ekor rakun. Nah, kira-kira keistimewaan apa saja yang dimiliki oleh kakomistel? Yuk, simak pembahasan tentang mereka di bawah ini!
1. Peta persebaran dan habitat pilihan

Kakomistel merupakan hewan yang hanya bisa ditemukan di sekitaran Amerika Tengah. Mereka berada mulai dari bagian selatan Meksiko, Kosta Rika, Belize, El Salvador, Guatemala, Honduras, Nikaragua, dan berakhir di Panama. Berdasarkan peta persebaran tersebut, habitat pilihan kakomistel berupa hutan hujan tropis, pegunungan, dan dataran basah dengan vegetasi yang tebal. Dilansir Animal Diversity, kakomistel dapat ditemukan di ketinggian 0—2 ribu meter di atas permukaan laut.
Hewan ini terbilang sangat teritorial di luar musim kawin dan waktu menjaga anak. Praktik ini dilakukan oleh jantan maupun betina. Jarak antarwilayah individu dapat mencapai 136 hektare tanpa adanya daerah tumpang tindih dan masing-masing individu akan menjaga batas wilayah secara agresif. Untuk menandai wilayah, kakomistel dapat menggunakan aroma urine atau kotoran, tetapi diduga turut menggunakan suara keras yang melengking guna memperingatkan individu lain. Hebatnya, suara keras tersebut dapat digaungkan kakomistel selama berjam-jam, lho.
2. Makanan favorit

Untuk urusan makanan, kakomistel ternyata termasuk hewan omnivor. Pilihan makanan mereka sangat fleksibel, mulai dari buah-buahan tropis, telur hewan, serangga, burung, reptil, amfibi, dan pengerat. Animalia melansir kalau kakomistel lebih banyak beraktivitas mencari makan saat malam hari alias tergolong hewan nokturnal.
Kakomistel dapat mencari makanan dari atas pohon ataupun menyusuri aliran air. Mengingat waktu mencari makan berlangsung saat gelap, indra penciuman berperan penting bagi kakomistel ketika hendak mencari makan. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, hewan ini hanya mencari makan sendirian dalam batas wilayah yang dimiliki mereka. Selain jadi predator hewan kecil, kakomistel ternyata juga jadi mangsa potensial bagi predator lain. Diketahui kalau kucing hutan, ular, dan burung predator menargetkan hewan ini jika ada kesempatan.
3. Ahlinya memanjat pohon

Sebagian besar waktu dari kakomistel dihabiskan di atas pohon dan sangat jarang menapak tanah. Karena itu, mereka digolongkan sebagai hewan nokturnal. Selayaknya hewan arboreal lain, kakomistel sangat ahli dalam urusan memanjat. Ada beberapa bagian tubuh mereka yang menunjang kemampuan ini.
Animalia melansir kalau cakar di dua pasang kaki kakomistel itu tidak bisa dimasukkan secara penuh seperti yang dimiliki kucing. Namun, cakar tersebut justru sangat membantu mereka saat hendak mencengkram dahan ataupun batang pohon. Malahan, bersama dengan kaki yang kuat, kakomistel dapat melompat dengan lincah dari satu pohon ke pohon lain. Guna menjaga keseimbangan saat berada di atas pohon, ada ekor yang bisa sama atau bahkan lebih panjang dibanding tubuh mereka.
4. Sistem reproduksi

Sebenarnya, musim kawin bagi kakomistel dapat terjadi kapan saja sepanjang tahun. Namun, masa estrus bagi betina paling sering terjadi pada Februari—Juni, yang berlangsung selama 44 hari. Tidak diketahui apakah ada ritual kawin khusus saat jantan dan betina sudah siap kawin. Namun, biasanya, si jantanlah yang datang ke wilayah betina dan calon pasangannya itu lebih toleran terhadap kehadirannya, bahkan sampai pada masa mengurus anak.
ThoughtCo melansir kalau dalam satu musim kawin, kakomistel betina hanya akan menghasilkan seekor anak. Betina mengandung selama 63—66 hari dan bertugas membangun sarang menjelang kelahiran anak. Sarang itu berada di atas pohon atau tepatnya di antara lubang-lubang pohon. Anak kakomistel terlahir dengan bobot 50 gram dan sama sekali tak berdaya. Mereka tak ditutupi rambut, telinga masih tuli, mata masih belum terbuka, dan tidak memiliki gigi.
Betina mengambil peran penuh dalam perawatan dan mengajarkan cara mencari makan kepada anak. Itu karena biasanya jantan langsung pergi setelah kawin. Namun, jantan kadang bisa saja datang ke anak mereka dan bermain bersama si anak. Betina masih menoleransi kehadiran jantan setidaknya sampai si anak sudah mandiri atau pada usia 3 bulan. Usia rata-rata kakomistel di alam liar sekitar 5—7 tahun, sementara di penangkaran bisa menyentuh usia 23 tahun.
5. Status konservasi

Berdasarkan catatan IUCN Red List, kakomistel masuk dalam daftar hewan dengan risiko rendah (Least Concern). Namun, total dan tren populasi hewan ini sangat sulit untuk ditentukan mengingat kebiasaan mereka yang menyendiri, pemalu, dan beraktivitas pada malam hari. Diduga kalau saat ini, kakomistel masih ada pada taraf yang aman karena persebaran mereka sangat luas. Selain itu, jenis habitat pilihan mereka terbilang cukup fleksibel.
Hanya saja, masih ada ancaman yang mengintai kakomistel di alam liar. Kerusakan hutan dan pembukaan lahan demi aktivitas manusia berpotensi mengganggu keanekaragaman hayati yang ada di Amerika Tengah. Selain itu, hewan ini diburu oleh manusia karena dianggap hama yang sering memburu ayam di peternakan dan kadang dimanfaatkan rambut pada tubuh mereka. Padahal, kakomistel punya peran penting dalam menjaga kesuburan tanaman di hutan.
Dilansir Lamar University, kakomistel dapat menyebarkan benih buah-buahan yang dikonsumsi ke tempat-tempat lain di sepanjang wilayah mereka. Proses penyebaran benih itu dapat terjadi secara langsung ketika mereka sedang makan ataupun keluar dalam bentuk kotoran ketika sedang bergerak. Hal itu jelas sangat menguntungkan tanaman buah karena proses reproduksi tanaman itu dapat berlangsung dalam jarak yang relatif jauh sehingga tidak perlu repot-repot berebut nutrisi.