Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi manusia berebut makanan pada zaman dahulu (commons.wikimedia.org/TemboUngwe)

Makanan bukan sekadar sumber energi bagi manusia, tapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam dalam berbagai tradisi agama. Dalam banyak kitab suci, makanan diatur dengan hukum tertentu, digunakan sebagai simbol dalam ajaran moral, atau bahkan dianggap sebagai bagian dari ritual keagamaan.

Dari konsep halal dalam Islam hingga kosher dalam Yudaisme, serta makanan sattvic dalam Hindu, aturan-aturan ini membentuk budaya kuliner dan gaya hidup umat beriman selama berabad-abad. Artinya makanan memiliki peranan sangat penting dalam aspek kehidupan. Penasaran bagaimana kaitan makanan dengan aturan dalam kitab suci di dunia? Kita pelajari bersama, yuk!

1. Hukum makanan halal dan haram dalam Al-Quran dan Islam

umat muslim menyiapkan makanan untuk berbuka puasa bersama (commons.wikimedia.org/Adnankasogi)

Dalam Islam, aturan makanan halal dan haram dijelaskan dalam Al-Qur’an, terutama dalam Surat Al-Baqarah (2:173) dan Al-Ma'idah (5:3). Daging babi, darah, dan hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah dilarang untuk dikonsumsi. Nabi Muhammad juga memberikan tuntunan terkait makanan sehat dan bergizi. Salah satunya madu yang disebut sebagai obat bagi manusia dalam Al-Qur’an (Surah An-Nahl 16:69), yang tidak hanya mencerminkan manfaat kesehatannya, tetapi juga keindahan alam ciptaan Tuhan. 

Selain jenis makanan, Islam juga mengatur tentang cara kita makan contohnya adalah ibadah puasa Ramadan sebagai bentuk pengendalian diri dan refleksi spiritual yang diakhiri dengan berbuka puasa menggunakan kurma, seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad.

Ajaran dan aturan tentang makan dalam Islam masih menjadi prinsip utama dalam industri makanan halal modern di seluruh dunia, bahkan konsep puasa Ramadan mempengaruhi tren pola makan sehat, seperti intermittent fasting. Artinya prinsip dan konsep ini bukan hanya soal kepatuhan spiritualitas, tapi juga tentang hidup sehat. 

2. Kashrut, ajaran cara makan dalam Kitab Taurat Bangsa Yahudi

tradisi makan bersama orang Yahudi (commons.wikimedia.org/Fæ)

Di Yudaisme, hukum makanan dikenal sebagai kashrut dan tertulis dalam kitab Taurat, khususnya dalam Imamat (11:1-47) dan Ulangan (14:3-21). Hewan yang dikonsumsi harus memenuhi standar tertentu, seperti memiliki kuku belah dan memamah biak, sementara makanan laut harus memiliki sirip dan sisik.

Selain itu ada aturan ketat tentang pemisahan daging dan susu dalam Yudaisme berasal dari kitab Taurat, terutama dalam Keluaran 23:19, Keluaran 34:26, dan Ulangan 14:21, yang menyatakan: "Janganlah engkau memasak anak kambing dalam susu induknya."  Banyak rabbi, salah satunya Rabbi Moses Maimonides menafsirkan aturan ini sebagai ajaran kasih sayang dan etika terhadap hewan, melarang tindakan memasak anak kambing dalam susu induknya karena dianggap tidak berbelas kasih.

Beberapa peneliti menduga bahwa aturan ini bisa memiliki dasar kesehatan dalam konteks masyarakat kuno, karena pencampuran protein hewani yang berbeda dapat mempercepat pembusukan makanan tanpa teknologi pendinginan modern. Di zaman modern, aturan ini masih diikuti secara ketat oleh komunitas Yahudi Ortodoks, yang bahkan memiliki dapur terpisah untuk daging dan susu, sementara dalam komunitas Yahudi yang lebih liberal, ada yang menerapkan aturan ini dengan lebih fleksibel.

3. Konsep vegetarian menurut ajaran Hindu dan Budha

gaya hidup vegetarian orang Hinda dan Buddha (commons.wikimedia.org/Goutam1962)

Sementara itu, dalam Hinduisme dan Buddhisme, konsep makanan lebih berkaitan dengan keseimbangan spiritual. Dalam ajaran Hindu, makanan dikategorikan menjadi sattvic (murni dan menenangkan), rajasic (menggairahkan), dan tamasic (membebani tubuh dan pikiran).

Bhagavad Gita mengajarkan bahwa makanan sattvic, seperti buah dan sayuran segar, mendukung ketenangan batin dan kebijaksanaan. Mahatma Gandhi adalah salah satu tokoh yang mempromosikan pola makan sattvic sebagai bagian dari gaya hidup tanpa kekerasan yang masih mempengaruhi pola makan vegetarian modern di India.

Di India ada festival Navratri yang sering dikaitkan dengan pola makan sattvic yang menghindari bawang dan makanan berat untuk menjaga kemurnian pikiran selama ibadah. Festival ini masih berpengaruh dalam tren diet modern di India, terutama dalam gaya hidup vegetarian.

Makanan dalam kitab suci bukan hanya sekadar sumber nutrisi, tetapi juga memiliki peran mendalam dalam membentuk praktik keagamaan, nilai-nilai moral, dan identitas budaya umat beragama. Aturan makanan, simbolisme, dan ritual yang melibatkan makanan menunjukkan bagaimana kepercayaan manusia terhadap yang Ilahi tercermin dalam hal-hal paling mendasar dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan memahami berbagai tradisi ini, kita dapat melihat bagaimana makanan menjadi jembatan antara tubuh, jiwa, dan keyakinan spiritual yang dianut oleh manusia sepanjang sejarah. Hingga kini, banyak aturan makanan religius tetap mempengaruhi pola makan modern, industri makanan halal, serta tren vegetarian dan veganisme sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan dan kesejahteraan makhluk hidup.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team