kondisi sekolah zaman dulu yang didominasi kaum pria (https://commons.wikimedia.org/Internet Archive Book Images)
Pada abad ke-17 dan ke-18, muncul kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Tokoh seperti Mary Wollstonecraft, dalam bukunya A Vindication of the Rights of Woman menyerukan agar perempuan diberi kesempatan yang sama untuk belajar seperti laki-laki. Di Prancis, Olympe de Gouges juga menulis Declaration of the Rights of Woman and of the Female Citizen yang menuntut hak pendidikan bagi perempuan.
Pada abad ke-19, gerakan pendidikan bagi perempuan semakin berkembang. Institusi seperti Oberlin College di Amerika Serikat mulai menerima mahasiswa perempuan, membuka jalan bagi lebih banyak perempuan untuk mengakses pendidikan tinggi. Di India, tokoh seperti Savitribai Phule mendirikan sekolah bagi perempuan kasta rendah, menantang sistem sosial yang menindas.
Di Indonesia, Raden Ajeng Kartini menjadi simbol perjuangan pendidikan perempuan. Dalam surat-suratnya yang kemudian dibukukan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang, Kartini menyoroti pentingnya pendidikan bagi perempuan pribumi yang kala itu masih terkungkung dalam budaya patriarki. Meskipun usianya tidak panjang, gagasan-gagasannya menginspirasi berdirinya sekolah-sekolah untuk perempuan di Indonesia dan memotivasi perjuangan emansipasi perempuan di Tanah Air.