Kenapa Bongkahan Es di Kutub Berasal dari Air Tawar, Bukan Air Laut?

Sekitar 70 persen permukaan Bumi ditutupi oleh air. Namun, 97 persen di antara air yang ada di Bumi itu merupakan air laut. Artinya, air tawar yang banyak kita manfaatkan untuk berbagai aktivitas sehari-hari sebenarnya hanya sebagian kecil saja dari seluruh air di planet kita.
Mau tahu apa fakta yang lebih mengejutkannya lagi? Dari sedikitnya air tawar yang tersedia di Bumi, sekitar 68 persen di antaranya hadir dalam bentuk bongkahan es, seperti dilansir National Geographic. Bukan sembarang es, bongkahan yang dimaksud itu adalah es-es raksasa yang ada di Kutub Utara (Arktik) dan Kutub Selatan (Antarktika). Sudah merasa aneh, belum?
Kedua wilayah kutub itu sejatinya berada di antara lautan yang luas. Artinya, air yang ada di sana seharusnya berasal dari air asin yang membeku. Namun, pada kenyataannya, es yang ada di kedua kutub kita justru hadir dari air tawar. Kok bisa seperti itu? Yuk, kita cari tahu jawabannya sama-sama!
1. Ada berapa banyak es di kutub-kutub Bumi?

Sebelum masuk pada pembahasan utama, ada sedikit hal yang harus kita ketahui tentang es yang ada di masing-masing kutub Bumi. Es tak hanya hadir dalam satu bentuk, malahan ada beberapa rupa es yang terlihat mirip, padahal beda. Misalnya saja, ada gletser, gunung es, dan lautan es. Nah, beberapa bentuk es itu terbagi atas es yang tercipta dari air tawar dan air laut.
Es yang terbuat dari air tawar umumnya terbentuk di bagian dataran kutub Bumi. Lapisan es, gletser, gunung es, dan berbagai jenis turunan es yang ditemukan di dataran kutub terbentuk dengan air yang satu ini. Sementara itu, lautan es secara eksklusif terbentuk dari air laut yang ada di sekitar kutub.
Karakteristik utama lautan es adalah lapisannya yang lebih tipis—yakni sekitar beberapa sentimeter sampai 20 meter saja. Sebab, air laut punya titik beku yang lebih rendah daripada air tawar. Diketahui, titik beku air laut adalah -1,8 derajat Celsius atau lebih, tergantung kadar garam di dalam air, sedangkan air tawar tepat di 0 derajat Celsius.
Nah, soal berapa banyak es-es tersebut jika ditotal, angkanya tak main-main. Dilansir National Snow and Ice Data Center, seluruh lapisan es di Antarktika diperkirakan mencapai 14 juta km persegi dengan tambahan sekitar 30 juta km kubik bongkahan es yang ada di sekitar wilayah tersebut. Sementara di Arktik (Greenland), lapisan esnya sekitar 1,7 juta km persegi dengan bongkahan es sebesar 2,9 juta km kubik. Namun, mengingat wilayah Arktik lebih didominasi lautan, saat puncak musim dingin kita dapat memperoleh rata-rata 6,5—15,5 juta km persegi lautan es di sana.
2. Kenapa es di kutub berasal dari air tawar?

Ada beberapa proses sampai es dapat terbentuk di wilayah kutub Bumi. Mula-mula, kita akan bahas soal lautan es karena bagian ini terbilang sangat menarik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, lautan es terbuat dari air laut sehingga pada awal proses pembentukannya, jenis es ini mengandung air asin. Namun, ada proses menarik yang terjadi setelah itu.
Dilansir Science ABC, titik beku air asin memang lebih rendah ketimbang air tawar dan proses pembekuan dimulai saat terbentuknya kristal es berbentuk seperti jarum yang disebut frazil. Kristal tersebut terbilang sangat tipis, yakni sekitar 3—4 mm saja, tetapi punya kemampuan yang unik.
Frazil mampu memisahkan garam yang ada di air laut secara perlahan karena sejatinya garam tak dapat membeku. Akibat dari proses pembuangan tersebut, lama-lama es asin yang ada di lautan es berubah jadi es air tawar dalam jumlah besar setelah banyak frazil yang mengambang dan berkumpul dalam satu titik yang sama. Oh iya, saat lautan es muda masih didominasi air asin, es itu disebut brine.
Sementara untuk lapisan es yang terbentuk di bagian dataran, sumber asalnya memang dari air tawar. National Snow and Ice Data Center melaporkan, sumber utama lapisan es di dataran kutub berasal dari salju yang jatuh pada musim dingin, tetapi tidak meleleh seutuhnya saat musim panas. Akibat dari proses itu, lama-lama salju akan menumpuk, memadat, sampai membentuk lapisan es tebal. Hebatnya, proses penebalan lapisan es itu membutuhkan waktu ribuan sampai jutaan tahun supaya dapat mencapai bobot dan ketebalan yang lebih tinggi lagi.
Nah, salju terbentuk dari proses evaporasi air tawar maupun air laut sampai menumpuk di awan. Berkat evaporasi, garan di dalam air pun dapat terpisah sehingga kandungan salju yang turun di wilayah kutub Bumi sudah pasti berupa air tawar. Bentuk lain dari lapisan es, semisal gletser dan gunung es, muncul akibat tekanan yang berlebih yang menyebabkan udara hilang seutuhnya dari sana.
Oh iya, lapisan es ini bisa dibilang dinamis karena selalu bergerak, tergantung musim dan topografi es tersebut berada. Selain itu, wilayah kutub Bumi pun tetap memiliki sumber air tawar lain berupa sungai dan danau. Misalnya saja, ada Sungai Lena, Ob, Yenisey, Danau Great Bear, dan Danau Taymyr di Arktik serta Sungai Onyx, Alph, Danau Alph, dan McMurdo Dry Valleys di Antarktika.
3. Apakah air tawar di kutub Bumi bisa dimanfaatkan?

Kalau melihat fakta sebagian besar air tawar yang ada di Bumi berkumpul di wilayah kutub, wajar kalau kita memikirkan apakah air tawar tersebut bisa dimanfaatkan manusia. Pasalnya, air tawar yang jumlahnya terbatas itu sekarang banyak terdampak polusi sehingga sulit dipakai. Dalam skenario air tawar permukaan yang rusak secara masif, apakah kita pada akhirnya akan memanfaatkan air tawar di kutub Bumi?
Sayangnya, jawabannya adalah tidak. Malahan, sebaiknya kita tidak boleh memanfaatkan air tawar di wilayah kutub Bumi untuk keperluan sehari-hari. Dilansir Physics Van, memanfaatkan es di kutub berarti kita harus mencairkan atau setidaknya membawa es tersebut ke luar wilayah kutub. Masalahnya, butuh logistik, energi, dan strategi pemanfaatan es skala besar hanya untuk membawa satu bongkahan es ke kota-kota di dunia. Itu baru menghitung hambatan dari sisi kita, sebagai manusia. Soalnya, ada masalah lain yang lebih serius dari hambatan tersebut, yakni dampak kepada alam.
Seandainya kita benar-benar mengambil es di kutub, artinya kita secara langsung berkontribusi pada perubahan iklim. Adanya es di kedua wilayah kutub bukan kebetulan belaka. Jumlah es yang terkumpul selama ribuan atau jutaan tahun itu berfungsi sebagai penyeimbang iklim di Bumi.
Dilansir NASA, lautan es saja sudah berguna sebagai “topi” bagi air laut supaya sinar Matahari yang masuk bisa dipantulkan kembali secara efektif. Saat lautan es mencair pun, nutrisi yang ada di dalamnya akan bermanfaat bagi banyak makhluk di sekitarnya. Dengan jumlah lautan es yang stabil, maka iklim global turut menjadi stabil karena siklus pergantian musim jadi lebih teratur.
Sementara untuk lapisan es, tempat ini jadi rumah bagi banyak makhluk hidup. Ditambah lagi, kehadiran es di dataran kutub ini dapat menentukan nasib air laut. Sama seperti lautan es, lapisan es dapat memengaruhi iklim. Lapisan yang luas ini dapat mengubah jalur badai dan memunculkan angin Katabarik yang dingin. Dilansir National Snow and Ice Data Center, seandainya lapisan es di Arktik (Greenland) mencair semua, ketinggian air laut di seluruh dunia akan meningkat sekitar 7,4 meter. Sementara kalau lapisan es di Antarktika yang mencair, peningkatannya dapat menyentuh 58 meter!
Perlu diingat kalau lapisan es dan lautan es dua hal yang berbeda. Kalau lapisan es yang mencair, permukaan laut akan meningkat. Sementara kalau lautan es yang mencair, permukaan laut tidak akan meningkat karena lautan es sendiri sudah berasal dari air laut yang berubah bentuk. Jadi, jangan sampai keliru membedakan dua terminologi itu, ya!
Pada akhirnya, misteri keberadaan air tawar dalam bentuk bongkahan es di wilayah kutub Bumi sudah terjawab. Jumlahnya memang jauh lebih masif ketimbang air tawar yang bisa kita manfaatkan di permukaan Bumi. Hanya saja, jangan pernah berpikir untuk memanfaatkan es yang ada di wilayah kutub karena keberadaan ekosistem ini sudah punya tujuannya tersendiri dan sama sekali tak boleh diganggu manusia atas alasan apa pun.