Sejarah Pohon Natal: Kini Jadi Tradisi di Seluruh Dunia

Dulu pernah dilarang kini jadi tradisi

Berbicara tentang perayaan Natal tentu tidak terlepas dari adanya pohon khas bernama pohon natal. Pohon tersebut biasanya berbentuk seperti cemara yang dihias sedemikian rupa dengan berbagai ukuran. 

Adanya pohon natal di setiap perayaan tanggal 25 Desember itu kini sudah menjadi tradisi bagi umat Kristen di seluruh dunia. Entah itu ditaruh dalam ruangan seperti rumah, kantor, hotel, pusat perbelanjaan, maupun di luar ruangan seperti tepi jalan dan sebagainya. 

Lalu bagaimana awal mula atau sejarah pohon Natal tersebut? Simak ulasannya berikut ini. 

1. Konsep pohon natal sudah ada di era peradaban kuno

Sejarah Pohon Natal: Kini Jadi Tradisi di Seluruh Duniahttps://www.zmescience.com/

Ternyata, sebagaimana dilansir laman History bahwa konsep pohon natal sudah ada sejak masa peradaban kuno. Masyarakat Mesir kuno seringkali memenuhi rumahnya dengan pohon palem yang masih hijau. Mereka percaya bahwa pohon tersebut merupakan lambang kemenangan atas kehidupan. 

Masyarakat Romawi kuno juga melakukan hal yang sama yaitu memenuhi rumahnya dengan dahan pohon hijau sebagai bentuk penghormatan kepada dewa pertanian (Saturnus). Itupun menjadi penanda datangnya musim tanam. Sedangkan bangsa Viking percaya bahwa Cemara merupakan pohon favorit bagi dewa Matahari. Oleh sebab itulah mereka sering menanamnya di saat-saat tertentu. 

Hal itu mereka lakukan untuk menyambut datangnya musim dingin. Harapannya dengan memasang pohon hijau di rumah, matahari akan segera "sembuh" seperti semula yaitu dapat menerangi bumi. Sebab, masyarakat kuno menganggap bahwa matahari adalah dewa yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan mereka.

2. Pohon natal modern bermula dari Jerman

Sejarah Pohon Natal: Kini Jadi Tradisi di Seluruh Duniahttps://www.historytoday.com/

Adanya pohon natal seperti yang biasa kita lihat saat ini sebenarnya baru diperkenalkan pada abad ke-16 Masehi di Jerman Barat. Mengutip laman Britannica hal itu bermula setelah adanya pertunjukan teater tentang kehidupan Adam dan Hawa. Di Taman Eden menampilkan pula gambaran pohon surga. Pohon tersebut dihias sedemikian rupa, khususnya diberi beberapa buah. 

Kemudian masyarakat Jerman mulai membuat pohon surga tersebut yang nantinya ditaruh di dalam rumah setiap tanggal 24 Desember. Bukan tanggal 25 karena memang hari itu dipercaya sebagai hari rayanya Adam dan Hawa serta sebagai peringatan atas penciptaan. 

Mereka juga menghias pohon dengan berbagai hal seperti buah, bintang-bintang, hingga kue. Selain itu juga membuat hiasan lain berupa Piramida Natal yang terbuat dari kayu, dibentuk semacam rak untuk tempat menaruh patung-patung kecil. Mereka meletakkannya di dalam ruangan yang sama dengan pohon surga. Sejak itulah kedua ikon tersebut digabungkan menjadi satu dan disebut dengan pohon Natal. 

Baca Juga: 5 Fakta Ini Ungkap Mengenai Sejarah Pohon Natal

3. Sempat dilarang dan dianggap sesat

Sejarah Pohon Natal: Kini Jadi Tradisi di Seluruh DuniaPexels.com/Jonathan Borba

Menariknya, tradisi membuat pohon natal pernah dilarang oleh lembaga pendeta setempat di Jerman. Menurut Zme Science, bahkan dianggap sebagai ajaran sesat. Meskipun begitu, banyak masyarakat yang tetap membuatnya.

Mereka bahkan membuatnya secara diam-diam dengan cara mengumpulkan daun maupun dahan pohon hijau lalu dibawa pulang. Setelah itu dirangkai sedemikian rupa hingga menyerupai pohon surga sebagaimana yang ditampilkan di teater Adam dan Hawa tersebut. 

Tak hanya pihak gereja ataupun perkumpulan pendeta yang melarang praktek tersebut, namu juga beberapa negarawan seperti Johan von Dannhauer. Larangan serupa juga datang dari kelompok Kristen puritan  hingga seorang politisi Inggris bernama Oliver Cromwell abad ke-17. Alasannya utamanya tradisi membuat dan menghias pohon tersebut bisa menghilangkan kesakralan ibadah serta upacara Natal.

4. Asal mula hiasan pohon Natal yang gemerlap

Sejarah Pohon Natal: Kini Jadi Tradisi di Seluruh Duniahttps://www.vintag.es/

Awalnya pohon natal berdesain cukup sederhana tanpa adanya hiasan penerang seperti lampu led atau semacamnya. Martin Luther merupakan orang pertama yang membuat hiasan pohon natal dari lilin. Kemudian masyarakat Jerman lainnya mengikutinya namun dengan hiasan yang berbeda seperti kertas, pita, jerami, apel buatan, hingga pernak-pernik lainnya. 

Kala itu, Luther sedang berjalan-jalan di malam Natal dan melihat keindahan pohon Cemara yang tampak berkilau. Ia kemudian memotong dan membawanya pulang ke rumah. Lalu ia meletakkan lilin-lilin kecil di dahan pohon supaya tampak lebih indah. 

5. Dari Jerman ke Inggris, Amerika, dan dunia

Sejarah Pohon Natal: Kini Jadi Tradisi di Seluruh Duniahttps://time.com/

Pada tahun 1800-an imigran Jerman membawa tradisi tersebut ke Inggris. Sayangnya, masyarakat umum tidak begitu saja mengadopsinya, begitu pula dengan para pemuka agama Kristen. 

Baru kemudian pada tahun 1840 setelah ratu Victoria dan suaminya, pangeran Albert asal Jerman mengadakan perayaan natal dengan menghadirkan pohon cemara lengkap berserta pernak-perniknya. Hal itulah yang menginspirasi masyarakat Inggris pada umumnya untuk meniru tradisi serupa. 

Sedangkan, di Amerika tradisi tersebut baru masuk sekitar abad ke-19. Bermula dari perintah presiden Franklin Pierce untuk menaruh pohon natal di dalam gedung putih selama tahun 1850-an.

Kemudian pada tahun 1923 diikuti oleh presiden Colvin Coolidge yang mengadakan upacara perayaan Natal nasional yang menghadirkan pohon natal lengkap dengan aksesoris serta pernak-pernik. Sejak itulah masyarakat Amerika Serikat selalu membuat ataupun menghadirkan pohon natal di setiap perayaan. 

Akhirnya, kemudian menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia serta menjadi tradisi, khususnya bagi umat Kristen. Termasuk pula di Indonesia yang seolah tanpa pohon natal tidak 'afdhol'. 

Baca Juga: Jadi Simbol Perayaan, Ini 7 Fakta Menarik Tentang Pohon Natal

Khus nul Photo Verified Writer Khus nul

Pembelajar dan Pejalan

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya