Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi peternakan sapi
ilustrasi peternakan sapi (freepik.com/jcomp)

Intinya sih...

  • Lahan peternakan menyebabkakan deforestasi

  • Hewan ternak menghasilkan gas metana

  • Transportasi dan distribusi menambah jejak karbon

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jejak karbon atau carbon footprint adalah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari karbon dioksia, gas metana, atau nitrogen oksida. Jejak karbon paling banyak diperoleh dari aktivitas manusia. Mulai dari penggunaan bahan bakar fosil, konsumsi listrik dari batu bara, termasuk konsumsi daging merah?

Ya mengonsumsi daging hewan seperti sapi dan kambing, juga termasuk ayam dapat menghasilkan jejak karbon. Hal ini dikarenakan dalam sistem peternakan hewan sangatlah kompleks dan terkait berbagai isu lingkungan. Berikut alasan konsumsi daging menambah jejak karbon!

1. Lahan peternakan menyebabkakan deforestasi

ilustrasi peternakan sapi (unsplash.com/daquima23)

Permintaan pasar terhadap daging hewan semakin tinggi. Hal ini membuat industri peternakan memperluas operasinya. Berbagai area dan lahan, termasuk hutan diubah menjadi tempat peternakan. Menebang hutan jadi cara paling efisien untuk mendapatkan lahan peternakan yang baru.

Menebang hutan bagian dari deforestasi yang sama saja menghasilkan jejak karbon. Pohon sangat berperan penting sebagai penyerap karbon dioksida alami. Ketika pohon-pohon ditebang, maka medium penyerap karbon dioksida berkurang. Sehingga, konsentrasi gas rumah kaca terus meningkat.

2. Hewan ternak menghasilkan gas metana

ilustrasi peternakan hewan (unsplash.com/jonathanborba)

Hewan ternak seperti domba, kambing, dan sapi menghasilkan gas metana yang didapatkan dari proses pencernaan alami. Sapi, kambing, dan domba digolongkan pada hewan yang memiliki sistem pencernaan khusus, yang mana terdapat tangki besar di dalamnya sebagai tempat fermentasi. Saat hewan memakan pakan berserat tinggi seperti rumput dan jerami, maka terjadi penguraian mikroba di dalam tangki besar pencernaan hewan.

Proses ini menghasilkan gas metana, yang akan dikeluarkan hewan dari tubuhnya, baik dari kentut, feses, atau bersendawa. Gas metana sendiri adalah bagian dari gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global lebih tinggi dibandingkan karbon dioksida. Meskipun jumlah gas metana dari setiap hewan ternak kecil, tetapi jika terdapat ribuan hingga jutaan hewan ternak yang menghasilkan gas metana, maka dampaknya signifikan terhadap penambahan jejak karbon.

3. Transportasi dan distribusi menambah jejak karbon

ilustrasi daging merah (pexels.com/rachel-claire)

Distribusi daging-daging hewan ternak juga menghasilkan jejak karbon. Karena mayoritas, daging-daging hewan akan didistribusikan menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil. Belum lagi, bila daging yang disalurkan adalah daging impor. Proses rantai pasok dan transportasi semakin panjang, bisa melalui truk hingga kapal. Tidak hanya itu, proses penyimpanan hewan ternak juga menghasilkan jejak karbon, meskipun relatif sedikit. Sering kali produk olahan hewani perlu disimpan dalam pendingin yang membutuhkan banyak energi.

4. Konsumsi air dan energi yang tinggi

ilustrasi peternakan sapi (unsplash.com/anniespratt)

Selain memakan konsumsi energi yang tinggi saat proses distribusi, pada saat proses peternakan, hewan ternak juga menghasilkan konsumsi air dan energi yang tinggi. Hewan ternak seperti sapi perah bisa minum air hingga 200 liter per hari. Bayangkan jika ada ribuan bahkan jutaan sapi. Maka, konsumsi air bisa jadi water footprint atau jejak air. Operasi peternakan juga membutuhkan energi listrik uang tinggi. Mulai dari penerangan, ventilasi, hingga sistem pendingin. Jika ditotal, maka sangat banyak air dan energi yang habis untuk peternakan.

5. Produksi pakan yang monokultur dan tidak sustainable

ilustrasi peternakan domba (freepik.com/lifeforstock)

Karena permintaan daging yang terus tinggi, maka permintaan pakan ternak juga menjadi tinggi. Hal ini membuat petani memilih untuk memproduksi satu jenis tanaman yang menjadi pakan hewan ternak. Praktik pertanian ini disebut dengan pertanian monokultur. Pertanian monokultur disebut tidak sustainable atau tidak berkelanjutan, karena sering kali dalam praktiknya menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Ditambah, lahan pertanian monokultur juga sama seperti lahan peternakan yang dibuka dari deforestasi penebangan hutan.

Konsumsi daging menambah jejak karbon karena proses peternakan hingga pendistribusian yang menghasilkan banyak gas emisi kaca. Hal yang bisa dilakukan adalah mulai mengurangi konsumsi daging merah dengan menggantinya jadi produk nabati. Utamakan untuk membeli daging lokal dibandingkan dengan daging impor.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team