Apa Itu Rekayasa Cuaca dan Benarkah Bisa Kurangi Polusi?

Sudah diterapkan di Jakarta

Baru-baru ini pemerintah mulai melakukan rekayasa cuaca di daerah Jabodetabek. Tujuan utamanya untuk mengurangi polusi udara sekaligus membantu mengatasi kekeringan di beberapa daerah.

Apa itu rekayasa cuaca dan seberapa efektif langkah ini dalam mengurangi polusi udara serta kekeringan? Berikut penjelasan lengkapnya melansir berbagai sumber.

Apa itu rekayasa cuaca?

Rekayasa cuaca atau weather modification technology adalah upaya untuk mengubah curah hujan dengan melibatkan bahan kimia. Dilansir BRIN, proses ini pada dasarnya dilakukan untuk mengontrol hujan buatan di daerah tertentu.

Pada prosesnya, potensi awan hujan diarahkan ke titik lokasi lain sehingga dapat mengurangi intensitas hujan di daerah tersebut. Selain itu, bisa pula sebaliknya, yakni meningkatkan hujan di lokasi lain.

Singkatnya, rekayasa cuaca dilakukan dengan menyebarkan garam atau natrium klorida ke dalam awan hujan tersebut. Untuk melakukannya, perlu melibatkan kolaborasi antara pemangku kebijakan, BMKG, dan juga TNI AU.

BMKG berperan dalam menyediakan data dan informasi terkait cuaca, awan, dan arah angin. Adapun tim dari TNI AU membantu menerbangkan pesawat khusus untuk operasional rekayasa cuaca. Selanjutnya, radar dari BMKG akan menginformasikan kepada pilot terkait keberadaan awan sasaran sehingga dapat menyebarkan hujan dengan tepat.

Baca Juga: 7 Manfaat Car Free Day, Mengurangi 78 Persen Polusi!

Apakah rekayasa cuaca bisa menurunkan polusi udara?

Apa Itu Rekayasa Cuaca dan Benarkah Bisa Kurangi Polusi?ilustrasi polusi udara (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Secara alamiah, tetesan hujan yang jatuh dapat menarik puluhan hingga ratusan partikel kecil aerosol sebelum sampai ke tanah atau koagulasi. Fenomena ini dapat membersihkan udara dari polutan seperti jelaga, sulfat, dan partikel organik, melansir News MIT.

Lantas, apakah rekayasa cuaca benar-benar bisa mengurangi polusi udara? Dilansir ANTARA News, rekayasa ini membantu menurunkan skor polusi udara di daerah Jakarta. Meski demikian, manfaat yang didapatkan mungkin hanya bersifat sementara.

Sebagaimana penjelasan Abdul Muhari, Kepala Pusat Data dan Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNBP pada sumber yang sama, penanganan ini bersifat jangka pendek. Dibutuhkan setiap hari atau setidaknya 2-3 kali seminggu buat menurunkan hujan agar bisa membuat partikel debu dan polutan selalu terbilas.

Rekayasa cuaca sudah dilaksanakan di Indonesia sejak 1977

Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) bukan hal baru di Indonesia. Proyek ini sebetulnya sudah dilakukan sejak 1977 pada era Presiden Soeharto. Gagasan rekayasa cuaca muncul setelah Presiden berkunjung ke Thailand dan mendapati pertanian yang cukup maju karena ketersediaan air.

Setelah kunjungan tersebut, Presiden Soeharto mengutus Habibie untuk mempelajari dan menerapkannya di Indonesia. Tujuan awalnya untuk mendukung sektor pertanian dengan mengisi sumber air yang strategis.

Dalam satu dekade terakhir, peningkatan frekuensi bencana hidrometeorologi membuat penerapan TMC untuk mitigasi bencana pun makin sering diterapkan. Tidak lagi hanya untuk irigasi, TMC lalu dimanfaatkan untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan, tanah longsor, hingga banjir, melansir BRIN.

Apa itu rekayasa cuaca dijadikan pilihan untuk mengurangi polusi udara. Sayangnya, manfaat dari hal ini tidak bersifat permanen dan membutuhkan biaya yang besar.

Baca Juga: Mengapa Polusi Udara Lebih Tinggi Saat Malam Hari? Ini Penjelasannya

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana

Berita Terkini Lainnya