Benarkah Iklan Anti-Bajak Malah Bikin Ingin Membajak? Ini Faktanya!

Apakah pesannya justru jadi bumerang?

Siapa di antara kalian yang masih suka menonton film bajakan? Meski tak kena jerat hukum, sebenarnya Undang-Undang no. 28 tahun 2014 mengenai Hak Cipta jelas memaparkan larangan pembajakan, berikut dengan hukumannya yaitu pidana penjara selama 10 tahun dan denda maksimal Rp4 miliar.

Meski begitu, pembajakan film tetap marak meskipun jelas ada pesan larangan membajak sebelum film diputar di bioskop. Apakah pesan tersebut efektif? Nyatanya, sebuah penelitian terbaru mengatakan bahwa pesan larangan membajak tersebut justru jadi bumerang yang membuat orang-orang makin ingin membajak.

1. Memampang selebritas bukan cara yang baik

https://www.youtube.com/embed/ba4GHgK0ui8

Untuk mengerti perilaku ini, sebuah penelitian di Prancis yang dimuat dalam jurnal The Information Society pada Desember 2021 silam meneliti elemen yang terus diulang dalam berbagai pesan larangan bajakan. Selain itu, mereka juga membandingkan statistik pelanggaran hingga kerugian akibat pembajakan.

Dalam penelitian bertajuk "Doing more with less: Behavioral insights for anti-piracy messages" ini, para peneliti Prancis menemukan pesan larangan membajak di India. Salah satu elemen yang ditentang dalam iklan adalah memilih selebritas kondang nan kaya raya (contohnya, Amitabh Bachchan) untuk menyampaikan pesan tersebut.

"Semua video memuat aktor-aktor terkenal, yang pendapatan bersihnya puluhan hingga ratusan juta dolar, di negara yang mana pendapatan per kapita tahunannya kurang dari ribuan dolar," tulis studi tersebut.

Hasilnya, menurut studi tersebut, hal ini seolah-olah menjustifikasi para pembajak, fenomena yang disebut "Efek Robin Hood". Meski perbuatannya salah di mata hukum, para pembajak merasa mereka telah berjasa membagikan konten secara cuma-cuma untuk mereka yang tak mampu.

2. Melebih-lebihkan justru membuat pesan tak sampai

https://www.youtube.com/embed/HmZm8vNHBSU

Aspek iklan larangan membajak yang ditentang selanjutnya adalah bahwa produsen iklan sering kali melebih-lebihkan. Apa maksudnya? Perilaku membajak malah disandingkan dengan perilaku kejahatan lainnya seperti mencuri mobil. Memang ada hubungannya?

Hal inilah yang disampaikan dalam iklan larangan membajak yang sempat beredar di bioskop pada 2004. Sementara pesan yang disampaikan adalah "membajak film sama dengan mencuri", perilaku membajak kemudian disandingkan dengan kejahatan lain seperti menjambret hingga mencuri mobil.

"[Iklan] ini membandingkan mengunduh film dengan berbagai pentuk pencurian, dari yang relevan (mencuri kaset DVD di toko) hingga yang tidak masuk akal (menjambret tas, mencuri TV, dan mencuri mobil), sehingga mengaburkan pesan," tulis penelitian tersebut.

Beredar sampai 2007, iklan ini adalah bentuk kerja sama antara Motion Picture Association of America (MPAA) dan Intellectual Property Office of Singapore (IPOS) serta dianggap gagal, malah jadi bahan candaan. Ironisnya, iklan ini tidak beredar lagi karena lagu yang dipakai dalam iklan tersebut (No Man Army dari Prodigy) adalah bajakan!

Baca Juga: Film Seram Bikin Kamu Sehat? Ini Penjelasannya!

3. Pembajakan jadi norma sosial baru

Saat ini, pembajakan memang sulit untuk ditangani karena sudah merajalela. Namun, hal ini juga kembali ke pesan larangan pembajakan itu sendiri. Menurut studi Prancis ini, iklan larangan membajak sering kali memperlihatkan bahwa pembajakan begitu merajalela.

Bukannya takut, orang-orang malah menganggap pembajakan sebagai norma sosial. Argumen yang sering kali muncul adalah "Banyak orang yang membajak, jadi tidak buruk, kan?". Menurut studi tersebut, pesan larangan ini justru jadi argumen para pembajak bahwa semua orang pun melakukannya.

"Menyampaikan secara langsung maupun tak langsung bahwa pembajakan merajalela malah kontraproduktif, malah mendorong pembajakan dengan mengarahkan orang-orang untuk bertindak seperti itu juga," papar studi tersebut.

4. Mengapa pesan ini harus diputar di bioskop?

Benarkah Iklan Anti-Bajak Malah Bikin Ingin Membajak? Ini Faktanya!ilustrasi nonton bioskop (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Satu lagi elemen iklan larangan membajak yang ditentang dalam studi ini adalah pemutarannya di bioskop. Lagipula, saat film tersebut dibajak, kemungkinan besar, pesan ini sudah diedit agar tak muncul sebelum diedarkan, sehingga bak tak ada gunanya.

"Selain itu, individu yang melihat pesan tersebut adalah mereka yang telah membayar... menampilkan informasi mengenai betapa umumnya pembajakan kepada mereka tidaklah bijak," tulis penelitian tersebut.

Saat bioskop tutup di masa pandemik COVID-19, angka pembajakan meningkat drastis di seluruh dunia. Studi ini sekaligus jadi pelajaran untuk mereka yang berusaha menggalakkan pesan larangan membajak.

Sejatinya, pembajakan film tak bisa hilang begitu saja, dan mengapa mereka melakukannya masih belum bisa dimengerti. Akan tetapi, dampaknya terhadap industri perfilman dan mereka yang mencari peruntungan di sana seharusnya menjadi dorongan moral untuk tidak membajak.

Baca Juga: Studi: Video Game Bisa Bikin Otak Anak Makin Cerdas

Topik:

  • Fatkhur Rozi

Berita Terkini Lainnya