Kebanyakan lagu yang dinyanyikan dalam acara olahraga punya tipe yang sama, yakni bersemangat, bertempo cepat, dan liriknya menginspirasi. Namun, dalam beberapa kasus, itu bukan pakem yang perlu dituruti. Super Bowl Halftime Show adalah acara tahunan National Football League (NFL) di Amerika Serikat yang formatnya seperti konser musik pada umumnya. Musisi yang diundang membawakan lagu-lagu hits mereka tak peduli apakah temanya berkaitan erat dengan olahraga atau tidak. Super Bowl secara strategis selalu mengundang musisi yang sedang berada di puncak kariernya, jadi tidak heran kalau tradisi tahunan ini saking populernya bisa jadi brand sendiri.
Tak hanya penyelenggara yang bisa menyertakan lagu dalam acara olahraga. Fans juga punya andil. Mereka sering menyanyikan yel-yel dan lagu saat menonton tim favorit. Menariknya, terkadang lagu-lagu itu mereka nyanyikan dengan konteks yang berbeda-beda dan tak jarang berbau politis. "You'll Never Walk Alone” biasanya dinyanyikan untuk mengenang korban Tragedi Hillsborough. Namun, pada 2023-2025, lagu itu bisa diasosiasikan sebagai bentuk simpati dan dukungan terhadap Palestina. Suporter Celtic FC pernah menyanyikannya sambil kompak membawa bendera dan spanduk dukungan kepada Palestina. Ia juga berkumandang saat Liverpool merayakan gelar juara English Premier League 2024/2025 bersama ribuan suporter yang membawa bendera Palestina.
Masih banyak lagu lain yang identik dengan olahraga gara-gara suporter. Contohnya “Abide With Me” (FA Cup), “Swing Low Sweet Chariot” (Timnas Rugby Inggris), dan “Flower of Scotland” (Timnas Skotlandia berbagai cabor). Bedanya, lagu-lagu dari fans murni dikumandangkan sebagai bentuk solidaritas ketimbang keperluan komersial seperti yang dilakukan penyelenggara.
Musik dan olahraga ternyata selekat itu bila diteropong. Poinnya, peran musik bisa berbeda tergantung siapa yang punya kepentingan. Penyelenggara acara olahraga dan suporter punya posisi yang cukup bertolak belakang dalam hal ini.