Ducati adalah tim pertama yang memanfaatkan videometri lewat teknisi asal Belgia, Serge Andrey. Ia menerapkannya saat bekerja di pabrikan Borgo Panigale pada 2010 hingga 2013. Kala itu, Andrey mengembangkan perangkat lunaknya sendiri karena belum tersedia di pasaran.
Pada 2014, Andrey pindah ke LCR Honda. Setahun berikutnya Cal Crutchlow memperkuat LCR dan teknik videometri makin berkembang di MotoGP. Sejak masih di Repsol Honda, Marc Marquez tertarik dengan videometri ini. Juara dunia enam kali itu sering mampir ke tempat Andrey bekerja. Meski teknisi di tim LCR, Honda juga membayar Andrey untuk membantu Marquez.
Honda lantas merekrut Motohiko Tono, eks teknisi Suzuki, untuk membuat departemen videometri tersendiri. Namun, Marquez tetap memilih Andrey. Hasil kerja Tono dipakai pembalap kedua Repsol Honda, awalnya Pol Espargaro, lalu Joan Mir.
Saking senangnya dengan kinerja Andrey, Marquez mengajaknya untuk pindah ke Gresini. Namun, tawarannya ditolak. Andrey memilih untuk tetap di LCR.
Software untuk mengolah data videometri sudah banyak tersedia. Tak hanya teknisi khusus, kini seorang coach atau pelatih balap yang memiliki kecakapan videografi sudah bisa mengolah videometri. Marc Marquez yang sekarang berseragam Ducati Lenovo, juga rekan setimnya Francesco Bagnaia, ditangani Manuel Poggiali.
Semua tim mengakui pentingnya peran videometri. Kini, tiap tim di grid MotoGP memiliki teknisi atau pelatih yang mengurusi videometri. Dengan memanfaatkannya, pembalap bisa memperbaiki performanya di tikungan krusial tiap sirkuit. Bisa meningkatkan kecepatan, meski sepersekian detik, tentu sebuah keuntungan.