Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengamat: Hukuman IOC Buat Indonesia, Ekses Sikap Politik ke Israel

Prabowo Subianto, bertemu dengan Presiden Komite Olimpiade International (IOC) Thomas Bach di Hotel Du Collectionneur, Paris, pukul 15:00 waktu setempat, Sabtu (27/7) (dok. Tim Komunikasi Pravowo)
Prabowo Subianto, bertemu dengan Presiden Komite Olimpiade International (IOC) Thomas Bach di Hotel Du Collectionneur, Paris, pukul 15:00 waktu setempat, Sabtu (27/7) (dok. Tim Komunikasi Pravowo)
Intinya sih...
  • Penolakan terhadap Israel oleh Pemprov DKI Jakarta berbeda dengan kasus 1963
  • Indonesia harus siap tidak menjadi tuan rumah ajang olahraga internasional
  • Stakeholder olahraga nasional perlu menghindari politisasi olahraga dan memiliki sikap tegas terkait keikutsertaan Israel dalam ajang olahraga internasional
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menyebut sanksi yang diberikan Komite Olimpiade Internasional (IOC) kepada Indonesia adalah sebuah ekses dari sikap politik kepada Israel.

Dia menyebut, sanksi itu tak cuma sebatas karena visa atlet Israel yang tak keluar jelang Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 saja. Lebih jauh, hukuman ini adalah konsekuensi dari sikap Indonesia kepada Israel.

"Sanksi IOC memang ditenggarai bukan sekadar karena polemik visa semata, tetapi juga menyikapi sikap politik Indonesia yang menolak tim Israel. Konsekuensi ini logis karena memang masyarakat kita sangat prioritaskan Palestina," kata Efriza saat dihubungi IDN Times.

1. Berbeda dengan insiden pada 1963

Efriza menyebut, apa yang Indonesia alami sekarang, berbeda dengan insiden pada 1963 silam. Ketika itu, Presiden Soekarno dengan tegas menolak Israel, sehingga Indonesia kena hukuman dari IOC, dan akhirnya membuat Ganefo (pesta olahraga negara-negara berkembang).

Dalam kasus sekarang, penolakan datang dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, yang secara tegas memberikan dukungan pada Palestina dengan menolak Israel. Namun, konsekuensi sanksi IOC tetap didapat Indonesia.

"Kasus 1962 itu berbeda. Kasus itu kita memang secara negara keputusannya menolak melalui Presiden Soekarno. Sekarang ini wilayahnya pemerintah daerah Jakarta. Jadi belum tentu sikap negara melalui Presiden Prabowo," ujar Efriza.

2. Indonesia harus siap tak jadi tuan rumah ajang olahraga internasional

(Presiden Komite Olimpiade Internasional IOC Thomas Bach) ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
(Presiden Komite Olimpiade Internasional IOC Thomas Bach) ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Efriza mengungkapkan, dengan adanya sanksi IOC, Indonesia harus siap tidak jadi tuan rumah ajang olahraga internasional. Apalagi, jika sikap mereka masih sama, yaitu menolak kehadiran Israel di Tanah Air.

"Akhirnya Indonesia harus siap menerima konsekuensi dengan ditolak sebagai penyelenggara ajang olahraga internasional. Oleh sebab itu, sebaiknya Indonesia lebih baik memilih tidak menjadi penyelenggara olahraga internasional," ujar Efriza.

3. Saran dari pengamat bagi stakeholder olahraga nasional

Sebagai saran bagi stakeholder, Efriza menyebut Indonesia tak boleh mempolitisasi olahraga, jika memang masih memendam hasrat jadi tuan rumah ajang internasional. Apalagi, jika Israel jadi salah satu peserta dari ajang olahraga tersebut.

"Indonesia juga harus punya sikap tegas, jika memang solusinya dua negara, politik luar negerinya non-blok, maka semestinya urusan olahraga jangan dipolitisasi, karena dunia olahraga sifatnya non diskriminasi," kata Efriza.

IOC menjatuhkan hukuman keras untuk Indonesia usai keputusan pemerintah Indonesia menolak visa atlet Israel untuk berlaga di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025. Termasuk menutup peluang menjadi tuan rumah Olimpiade di masa mendatang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us

Latest in Sport

See More

Hasil 10 Musim Sean Dyche Melatih di Premier League sebelum 2025/2026

25 Okt 2025, 07:52 WIBSport