Rapor Buruk Semester Pertama PBSI di 2025, Banyak PR!

- Indonesia belum meraih gelar di turnamen World Tour level tinggi
- Gagal total saat jadi tuan rumah dalam dua turnamen besar BWF World Tour sepanjang 2025
- Badai cedera menimpa beberapa pemain utama, namun harapan datang dari pemain muda dan pelapis
Jakarta, IDN Times – Paruh pertama tahun 2025 menjadi masa sulit bagi bulu tangkis Indonesia, utamanya Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Harapan besar publik terhadap tepok bulu sebagai cabang olahraga andalan tanah air belum sepenuhnya terwujud. Mulai dari minimnya gelar juara, cedera pemain inti, hingga tekanan dari publik jadi tantangan besar yang harus dihadapi.
Meskipun ada secercah harapan dari para pelapis dan pemain muda, secara keseluruhan performa Indonesia di turnamen-turnamen bergengsi belum menunjukkan konsistensi. PBSI pun mendapat banyak sorotan dari pencinta bulu tangkis (badminton lovers) Indonesia. Berikut ini lima catatan penting PBSI sepanjang Januari hingga Juni 2025 yang harus jadi bahan evaluasi serius.
1. Nihil Gelar di turnamen World Tour level tinggi

Sampai akhir Juni 2025, Indonesia belum meraih gelar di tiga level teratas BWF World Tour: Super 1000, Super 750, dan Super 500. Sebaliknya, para pesaing seperti China, Jepang, Korea Selatan, hingga Malaysia berhasil mencuri sederet gelar sejak awal tahun.
Untuk negara sekelas Indonesia, nihil gelar di ajang-ajang besar seperti ini menjadi sinyal peringatan. Padahal, turnamen-turnamen level atas inilah yang menjadi indikator kekuatan sesungguhnya dari sebuah negara.
Sementara Indonesia harus puas hanya dengan dua gelar di level Super 300, masing-masing lewat ganda campuran muda, Jafar Hidayatullah/Felisha Pasaribu (Taiwan Open 2025) dan ganda putri, Lanny Tria Mayasari/Siti Fadia Silva Ramadhanti (Thailand Masters 2025).
Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar gelar justru datang dari pemain muda atau pelapis, bukan pemain andalan utama.
2. Gagal total saat jadi tuan rumah

Indonesia menjadi tuan rumah dalam dua turnamen besar BWF World Tour sepanjang 2025 yakni Indonesia Masters (Super 500) dan Indonesia Open (Super 1000). Namun, di dua ajang yang sangat ditunggu publik ini, tidak satu pun gelar bisa diraih.
Skuad Garuda gagal menyuguhkan prestasi manis di depan ribuan pendukung yang memadati Istora Senayan, Jakarta. Puasa gelar diperpanjang di sejumlah sektor.
Pencapaian terbaik skuad Garuda di Indonesia Open 2025 adalah dari ganda putra non Pelatnas PBSI, Sabar Karyaman Gutama/Moh Reza Pahlevi Isfahani yang menjadi finalis.
Sementara pada Indonesia Masters 2025 tunggal putra, Jonatan Christie dan ganda putra, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto juga hanya mampu finis sebagai runner-up. Dibanding tahun lalu, performa kali ini sangat menurun. Tahun 2024, Indonesia masih bisa membawa pulang satu gelar lewat Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin dari sektor ganda putra di Indonesia Masters.
3. Didera badai cedera

Semester pertama 2025 juga diwarnai dengan badai cedera yang menimpa beberapa pilar penting. Terbaru, Daniel Marthin mengalami cedera yang cukup serius pada bagian lututnya saat membela Merah Putih di Piala Sudirman 2025 dan harus menepi dalam waktu yang cukup lama.
Absennya Daniel membuat pasangan tetapnya, Muhammad Shohibul Fikri tidak bisa tampil maksimal di sejumlah turnamen penting dan sementara waktu dipasangkan dengan Fajar Alfian.
Sementara itu, tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting juga mengalami cedera serius yang membuatnya harus rehat panjang. Ginting bahkan mengajukan proteksi ranking karena absen cukup lama dari turnamen.
Begitu pula dengan peraih medali perunggu Olimpiade 2024 Paris, Gregoria Mariska Tunjung. Tunggal putri andalan Indonesia ini absen panjang dari pertandingan karena mengalami vertigo yang cukup parah.
Ketidakhadiran pemain-pemain utama ini tentu berdampak langsung pada kekuatan tim nasional di berbagai turnamen.
Bagi PBSI, ini juga menjadi sinyal penting bahwa manajemen fisik dan medis harus diperkuat agar para pemain tetap prima di sepanjang musim.
Kabar baiknya, sejumlah pemain diperkirakan akan comeback dalam waktu dekat. Ginting dan Gregoria sejatinya diagendakan comeback pada Japan Open 2025 yang berlangsung pada Juli 2025.
Namun, PBSI masih terus meninjau kondisi keduanya. Sebab, PBSI ingin keduanya menuai hasil maksimal, bukan sekadar turun berlaga.
“Dan kita benar-benar juga tanya sama pelatihnya, jangan asal, karena dia mau ikut pertandingan saja, gitu lho. Jadi harus liat kesiapannya juga kan, jadi ada beberapa tes yang memang mungkin bisa main yang game tiap hari, dia udah mencapai disitu gak, gitu, untuk pelatihannya,” kata Wakil Ketua Umum I PP PBSI, Taufik Hidayat kepada wartawan beberapa waktu lalu.
4. Harapan datang dari pemain muda dan pelapis

Di tengah lesunya prestasi pemain utama, justru para pelapis dan pemain muda mulai menunjukkan taji. Alwi Farhan tampil menjanjikan di sektor tunggal putra, termasuk saat bermain penuh semangat di Piala Sudirman 2025.
Alwi menumbangkan sederet pemain besar, termasuk andalan Denmark, Anders Antonsen. Alwi juga menjalani debut BWF Super 1000-nya di Indonesia Open 2025 dan kini menempati rangking 29 dunia.
Begitu pula dengan Putri Kusuma Wardani yang perlahan-lahan mulai tampil konsisten sebagai pelapis Gregoria di tunggal putri. Bahkan, Putri KW menjalankan tugas dengan apik sebagai tunggal putri pertama Indonesia pada Piala Sudirman 2025 lalu.
Ada pula ganda campuran Jafar Hidayatullah/Felisha Pasaribu juga mencuri perhatian setelah meraih gelar Super 300. Meski masih minim pengalaman di level tertinggi, mereka menunjukkan mental bertanding yang kuat dan kualitas teknik yang solid.
Melirik ke nomor pratama, sederet prestasi diraih wakil Indonesia. Ganda putra Raymond Indra/Nikolaus Joaquin membukukan catatan apik dengan menjuarai sejumlah turnamen seperti Luxembourg Open 2025, Sri Lanka International Challenge dan Singapore International Challenge.
Sebanyak dua gelar juara lain didapatkn wakil muda Indonesia dari Luxembourg Open 2025 lewat ganda putri Isyana Syahira Meida/Rinjani Kwinara Nastine dan tungga putri Mutiara Ayu Puspitasari.
Tunggal putra muda tak kalah berprestasi. Jelang Fajar meraih juara dari Sri Lanka International Series 2025, sementara Moh. Zaki Ubaidillah keluar sebagai juara di Singapore International Challenge 2025.
5. Target besar menanti di paruh Kedua

PBSI masih punya waktu untuk memperbaiki rapor mereka di semester kedua 2025. Sejumlah target besar sudah menanti, termasuk Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2025, China Open 2025 yang menjadi ajang BWF Super 1000 terakhir tahun ini, juga BWF World Tour Finals 2025.
PBSI bertekad meraih gelar jura dari tiap turnamen yang akan diikuti skuad Garuda dalam enam bulan kedepan.
“Enam bulan ke depan kami mengirimkan atlet-atlet ke turnamen sesuai dengan kemampuan mereka dengan target yang dipasang adalah meraih gelar juara,” kata Kepala Bindang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres) PP PBSI, Eng Hian dalam keterangan tertulis beberapa waktu lalu.
6. Hasil evaluasi PBSI

PBSI mengevaluasi diri. Sederet persoalan menjadi sorotan dan fokus utama. Eng Hian menyebut belum semua atlet Indonesia sudah mencapai level elite. Hal ini diutarakan berdasarkan keputusan pelatih.
“Menurut pelatih, atlet-atlet utama kita belum semuanya di posisi level elite,” kata Eng Hian dalam keterangan tertulis.
Salah satu yang paling jadi perhatian Eng Hian adalah kemampuan fisik para atlet. “Perlu mengejar, menaikkan kemampuan baik teknik maupun fisik,” kata Eng Hian.
Capaian buruk ini juga membuat para pelatih mendapat ultimatum keras dari PBSI. Eng Hian menekankan ada ketidaksinkronan antara pelatih dan pemain. Kondisi beberapa sektor diisi para pelatih baru disebut Eng Hian menjadi salah satu sebabnya.
Eng Hian menegaskan, capaian enam bulan nanti akan mempengaruhi soal keputusan perpanjangan kontrak para pelatih.
“Sudah kita memberikan special note untuk bagaimana pencapaian di enam bulan ini, target apa yang harus dicapai, itu nantinya akan menjadi catatan atau evaluasi perpanjangan kontrak pelatih di tahun selanjutnya,” kata Eng Hian ditemui di Pelatnas PBSI Cipayung pada Rabu (18/6).
7. Keberadaan psikolog menjadi sorotan

Tak hanya itu, PBSI juga mendapat sorotan tajam para badminton lovers soal dugaan tak tersedianya fasilitas psikolog yang memadai di lingkungan pelatnas CIpayung.
Masalah Psikolog pertama kali mencuat setelah tunggal putri, Komang Ayu Cahya Dewi mengutarakan keinginannya mencari bantuan psikolog dari luar Pelatnas PBSI. Pernyataan Komang ini lantas menimbulkan spekulasi bahwa PBSI tak memiliki sosok Psikolog.
Taufik Hidayat ikut buka suara soal hal ini. Menurut Taufik, kehadiran Psikolog tidak menjadi satu-satunya kebutuhan para atlet.
“Yakin apa butuh psikolog doang? Kan gak hanya psikolog, itu kan butuh sinergi yang lain. Psikolognya bagus kalau latihan fisiknya gak bagus, dari mana gitu loh? Makanya kita harus duduk bareng. Bener gak psikolog doang?” kata Taufik kepada wartawan di Jakarta pada Rabu (25/6).
Menurut Taufik, sejatinya sudah ada psikolog yang sempat dihadirkan di Pelatnas PBSI, namun lebih banyak tidak cocok dengan para atlet.
Pernah ada, gak cocok, ganti lagi Itu kan mereka yang merasakan. Bukan kita. Kalau kita paksain, sekarang, besok, lusa 1, 2, 3, 10. Tapi kalau mereka gak cocok terus, matilah kita. Mau gimana?” kata Taufik.
Peraih medali emas Olimpiade 2004 Athena itu meminta para atlet juga berkaca pada diri sendiri.
“Makanya yang harus dipertanyakan Yakin bener-bener ke psikolog aja. Mereka juga harus ngaca kan. Apa teknik mereka, apa fisik mereka seperti apa,” kata Taufik lagi.