Qatar Dituduh Retas Pihak-pihak yang Kritik Piala Dunia 2022
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sebuah geng peretas komputer yang berbasis di India dilaporkan menargetkan para kritikus Piala Dunia 2022 Qatar. Informasi yang bocor mengungkapkan ada sejumlah pengacara, jurnalis, dan orang terkenal yang diretas pada 2019.
Laporan itu menyebutkan kalau satu pihak telah memerintahkan untuk melakukan peretasan itu. Qatar dicurigai menjadi dalang di belakangnya. Namun, pemerintah Qatar membantah telah berperan dalam menugaskan peretasan itu.
"Investigasi ini menunjukkan dengan kuat bahwa klien yang dimaksud menjadi tuan rumah Piala Dunia yaitu Qatar," tulis pernyataan itu dilansir France 24.
1. Pihak-pihak yang diretas merupakan orang penting
Di antara mereka yang menjadi sasaran para peretas adalah Michel Platini, mantan presiden UEFA. Platini diyakini telah diretas karena pembicaraan dengan polisi Prancis tentang korupsi terkait Piala Dunia.
Seorang konsultan, Ghanem Nuseibeh, yang perusahaannya membuat laporan korupsi terkait Piala Dunia juga menjadi sasaran.
Ada juga Nathalie Goulet, seorang senator Prancis dan kritikus vokal Qatar, dan Mark Somos, seorang pengacara yang telah mengajukan keluhan tentang keluarga kerajaan Qatar ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Baca Juga: Sepp Blatter dan Michel Platini Bebas dari Kasus Korupsi
2. Ada lebih dari 100 korban peretasan
Laporan itu mengatakan, peretasan tidak hanya terjadi pada mereka yang berkaitan dengan Piala Dunia. Secara total, ada lebih dari 100 korban yang akun email pribadinya diretas.
Ini termasuk politisi yang berurusan dengan masalah yang berkaitan dengan Rusia seperti mantan menteri keuangan Inggris, Philip Hammond. Dia menjadi sasaran setelah berurusan dengan pasca serangan Novichok 2018.
3. Qatar bantah tuduhan soal peretasan
Meski begitu, pihak Qatar membantah tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Seorang pejabat Qatar menolak tuduhan itu, menggambarkan laporan Biro Jurnalisme Investigasi sebagai penuh dengan ketidakkonsistenan dan kepalsuan yang mencolok. Mereka mengklaim, hal itu merusak kredibilitas organisasi mereka.
“Tidak ada bukti untuk membuktikan laporan yang mengklaim pelakunya adalah Qatar. Keputusan mereka untuk menerbitkan laporan tanpa satu pun bukti yang kredibel menimbulkan kekhawatiran serius tentang motif mereka yang tampaknya didorong oleh alasan politik, bukan kepentingan publik," tulis mereka dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Piala Dunia 2022 Rekrut Penonton Bayaran?