TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dele Alli dan Kariernya yang Jatuh pada Usia Emas

Gagal mengembangkan potensi

Dele Alli (instagram.com/dele)

Banyak pemain sebenarnya punya potensi besar di dunia sepak bola, tetapi gagal memanfaatkannya. Ada beragam faktor yang menyebabkan kegagalan mereka, baik dari masalah internal maupun eksternal.

Dele Alli menjadi salah satu contoh pemain top yang kariernya menurun drastis. Meski masih berusia 26 tahun, namanya yang sempat bersinar kini meredup.

Begini kisah Dele Alli dan kariernya yang jatuh pada usia emas.

1. Bersinar pada usia muda bersama Tottenham Hotspur

Dele Alli meraih penghargaan Pemain Terbaik PFA 2017. (twitter.com/PFA)

Dele Alli dianggap sebagai salah satu talenta berbakat yang dimiliki Inggris. Bergabung dengan Tottenham Hotspur pada Februari 2015, dirinya bersinar pada usia muda. Ia memulai debut di bawah asuhan Mauricio Pochettino saat berusia 19 tahun.

Pada musim perdana, Dele mampu mengantarkan The Lilywhites bertengger di posisi ketiga klasemen English Premier League (EPL). Ia juga tampil menjanjikan dengan koleksi 10 gol dan 11 assist dari 40 penampilan di semua kompetisi.

Tom Hooper, melalui laman The Analyst, menunjukkan kontribusi Dele dengan rata-rata 21 gol dalam 3 musim di Premier League. Potensinya tereksplorasi dengan baik oleh Pochettino.

Kemampuan Dele mencari celah kosong di sepertiga area lawan bekerja dengan baik. Ia konsisten berperan penting dalam mencetak gol, meski tak pernah menjadi top skor. 

Dele memanfaatkan situasi kosong di tengah maraknya perhatian kepada Harry Kane dan Christian Eriksen sebagai pemimpin utama di lini depan Tottenham. Alhasil, dirinya bermain tanpa tekanan.

Visi bermain, efisiensi, dan teknik olah bola yang Dele Alli miliki membuat banyak orang menganggapnya sebagai pemain Spurs paling berbakat di samping Harry Kane. Pada akhir musim 2016/2017, Dele juga dianugerahi penghargaan Pemain Muda Terbaik versi Professional Footballers Association (PFA).

Baca Juga: Nasib Nahas Dele Alli, dari Wonderkid Kini Jadi Pesakitan

2. Performanya menurun drastis usai kepergian Mauricio Pochettino

Dele Alli dan Mauricio Pochettino (twitter.com/dele_official)

Masalah mulai datang saat kursi kepelatihan Tottenham Hotspur berganti. Saat dilatih Nuno Espirito Santo, Dele sebenarnya masih mendapatkan kepercayaan. Namun, Breaking the Lines memaparkan bahwa perannya berubah dan sedikit bergeser  ke belakang. Ia lebih defensif. Gaya mainnya sebagai gelandang serang cukup memudar.

Produktivitas Dele menurun seiring kedatangan Jose Mourinho sebagai juru taktik The Lilywhites. Sistem permainan ala Mourinho yang lebih banyak bertahan serta mengandalkan counter attack mengubah ritme bermainnya. 

Mourinho cenderung mematenkan duo Harry Kane dan Son Heung Min di lini depan. Peran Dele berkurang, ditandai dengan minimnya kesempatan bermain.

Dele Alli urung beradaptasi di bawah asuhan Mourinho. Pakem yang ditanamkan The Special One membuat posisinya di tim utama terpinggirkan. Saat kompetisi kembali bergulir secara tertutup karena pandemik COVID-19, Dele hanya tampil selama 319 menit di Premier League.

Mourinho menilai sang pemain tidak sepenuhnya berdedikasi dalam melaksanakan pekerjaannya. Dele seharusnya tetap profesional dan konsisten menunaikan tugasnya, meski mengalami perubahan gaya bermain di atas lapangan. 

“Aku tidak mengharapkanmu menjadi Man of the Match dan mencetak gol di tiap pertandingan. Aku hanya ingin memberi tahu bahwa kamu akan menyesalinya (jika tidak serius mencapai potensimu),’’ ujar Mourinho untuk Dele dikutip Mirror.

3. Sepakat putus kontrak, Dele Alli merapat ke Everton

Dele Alli (premierleague.com)

Kariernya bersama Tottenham Hotspur terus menurun. Saat dilatih Antonio Conte, penampilannya tak banyak berubah. Ia lebih banyak ditempatkan di bangku cadangan daripada menjadi starter.

Semua mencapai titik klimaks pada awal tahun 2022. Kontrak Dele yang sejatinya habis pada akhir musim 2021/2022 diputus lebih awal. Ia pun pindah ke Everton demi mengembalikan bentuk permainan terbaiknya. Sayang, ekspektasi itu tak benar-benar berjalan sesuai harapan.

Dele kesulitan menjadi pilihan utama Frank Lampard. Ia hanya turun dalam 13 pertandingan pada tahun perdananya berseragam The Toffees. Menurunnya performa Dele dinilai Lampard karena sang pemain gagal memenuhi kapasitas yang ia inginkan.

‘’Setelah bekerja sama dengannya selama beberapa waktu, aku harus mengatakan bahwa dia benar-benar perlu memahami hubungan latihan dan fokus di level tertinggi,’’ ungkap Lampard dikutip dari Mirror.

4. Dipinjamkan ke Besiktas demi menit bermain yang cukup

Terpuruk di Everton memastikan dirinya harus pindah lagi demi menit bermain yang banyak. Alhasil, Dele sepakat dipinjamkan ke klub Turki, Besiktas, pada musim panas 2022. Ia bakal membela skuad The Black Eagles selama semusim penuh.

Hingga pertengahan musim 2022/2023, performanya masih jauh dari kata mengesankan. Dilansir WhoScored, persentase umpan sukses yang ia buat di Besiktas hanya menyentuh 77,6 persen. Sebagai seorang gelandang, angka ini bukanlah statistik yang gemilang.

Penampilannya cenderung menurun bersama Besiktas. Hal ini diamini sang pelatih, Senol Gunes.

“Aku tidak bisa memengaruhi para pemain. Sekarang aku dapat dengan mudah menyentuh mereka, tetapi belum dengan dia (Dele Alli). Mari kita tidak membahas dirinya sebagai pemain, tetapi dia berada di bawah ekspektasi dalam hal efisiensi,” kata Gunes dikutip dari Give Me Sport.

Baca Juga: 5 Pemain Top Inggris yang Main di Liga Turki Sebelum Dele Alli

Verified Writer

Alvin Pratama

@alvnprtm21

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya