Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Analisis 5 Tren Taktik di Premier League Selama 2024/2025

potret pertandingan Premier League (unsplash.com/@whodunelson)
potret pertandingan Premier League (unsplash.com/@whodunelson)
Intinya sih...
  • Transisi cepat menjadi kunci keunggulan, dengan 532 tembakan dan 88 gol dari fast breaks.
  • Kembalinya peran No. 9 konvensional menggeser tren false nine, memberi keseimbangan pada serangan vertikal.
  • Peningkatan intensitas fisik pemain, namun pressing tinggi lebih selektif untuk efektivitas yang lebih baik.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

English Premier League 2024/2025 menampilkan dinamika permainan yang berbeda dibandingkan musim-musim sebelumnya. Di tengah laju persaingan yang makin sengit, klub-klub menunjukkan variasi pendekatan taktik yang tidak hanya bergantung kepada penguasaan bola. Sebaliknya, kecepatan, transisi, dan efektivitas vertikal menjadi fondasi utama dalam menaklukkan lawan.

Transformasi ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Evolusi ini merupakan hasil dari perubahan gaya bermain, baik dari sisi strategi individu pelatih hingga respons terhadap tren dominan seperti penguasaan posisi. Dengan makin tajamnya analisis data dan peran pelatih spesialis, Premier League 2024/2025 menjadi arena adu taktik yang lebih pragmatis, agresif, dan modern.

1. Efektivitas serangan balik di Premier League meningkat dengan taktik transisi cepat

Premier League musim ini mencatat rekor tertinggi dalam hal efektivitas serangan balik. Menurut data per Maret 2025 yang dihimpun laman resmi Premier League, sudah terjadi 532 tembakan dan 88 gol yang berasal dari fast breaks, melampaui total musim sebelumnya. Tren ini menunjukkan, transisi cepat telah menjadi senjata utama dalam meraih keunggulan.

Liverpool di bawah Arne Slot menjadi pemimpin dalam kategori ini. Mereka mencatat 56 tembakan dari fast breaks, 14 lebih banyak dari Chelsea yang menempati posisi ke-2. Mohamed Salah menyumbang 22 tembakan dari situasi ini dan mencetak 6 gol, menjadikannya pemain paling berbahaya saat melancarkan serangan balik.

Tak hanya Liverpool, AFC Bournemouth dan Nottingham Forest juga memaksimalkan kecepatan pemain sayap dan lini tengah mereka. Bournemouth menghasilkan 37 tembakan, sedangkan Forest menyusul dengan 36, menjadikan mereka 2 dari 5 tim terbaik dalam hal eksploitasi transisi cepat. Strategi ini muncul sebagai respons terhadap gaya penguasaan bola milik Pep Guardiola yang justru kini lebih rentan dieksploitasi karena banyaknya ruang kosong saat transisi bertahan.

2. Peran Number 9 konvensional kembali digunakan di Premier League 2024/2025

Tren penggunaan false nine mulai tergeser pada musim ini, digantikan oleh kembalinya peran Number 9 konvensional. Erling Haaland, Alexander Isak, Ollie Watkins, hingga Chris Wood mewakili striker dengan kekuatan fisik, kemampuan duel udara, dan insting gol kini menjadi penentu kemenangan. Pola permainan ini memberi keseimbangan kepada serangan vertikal yang mengandalkan satu titik tumpu di lini depan.

Performa Arsenal menjadi perhatian karena mereka tetap mengandalkan Kai Havertz sebagai false nine. Minimnya kehadiran striker klasik membuat The Gunners kesulitan menyamai efektivitas lawan-lawan mereka dalam situasi kotak penalti. Dalam diskusi publik dan analis, absennya Number 9 yang dominan disebut sebagai salah satu faktor penurunan performa Arsenal dibandingkan Liverpool atau Newcastle United.

Kembalinya target-man juga berdampak kepada skema bola mati dan permainan direct. Dalam duel-duel fisik dan situasi umpan silang, striker konvensional lebih bisa diandalkan. Haaland dan Watkins, misalnya, kerap menjadi titik sasaran dari bola panjang yang langsung diarahkan ke area berbahaya dengan tujuan menghasilkan peluang tanpa perlu build-up panjang.

3. Sepak pojok kerap diarahkan ke area gawang untuk memberikan tekanan langsung kepada kiper

Dilansir The Athletic, Premier League musim ini mencatatkan dominasi gaya sepak pojok inswinger (tendangan yang mengarah ke bagian dalam gawang) yang mencapai 62 persen dari total corner, naik dari 41 persen pada 2018/2019. Hampir setengah dari total corner diarahkan ke kotak 6 yard yang mengedepankan tekanan langsung kepada kiper. Namun, efektivitasnya mulai dipertanyakan.

Statistik menunjukkan penurunan produktivitas dari tendangan sudut. Rasio gol dari situasi ini turun ke angka 3,3 per 100 corner, terendah sejak 2019/2020. Ini menandakan, meski inswinger mendominasi, efektivitasnya mulai menurun yang diprediksi akibat antisipasi dan skema pertahanan tim lawan yang makin matang.

Meski begitu, Arsenal dan Aston Villa menjadi pengecualian karena unggul dalam memaksimalkan strategi inswinger. Arsenal mencetak 9 gol dari corner, sementara Villa dan Crystal Palace menyumbang 6. Namun, sebagian besar tim juga mencari alternatif lain, seperti kombinasi tendangan sudut pendek atau mengubah sudut serangan untuk menciptakan variasi dan mengatasi kejenuhan taktik agar tidak mudah dibaca lawan.

4. Fase build-up yang lebih pendek dengan mengandalkan umpan vertikan

Liverpool menjadi salah satu yang paling berhasil dalam mengadaptasi taktik vertikal di bawah arahan Arne Slot. Gaya bermain mereka menekankan progresi langsung ke depan, dengan umpan vertikal cepat dan minimalisasi fase build-up di area pertahanan sendiri. Meski bermain lebih direct, The Reds tetap unggul dalam penguasaan bola dengan penerapan transisi antara menyerang dan bertahan yang baik.

Nottingham Forest menjadi contoh ekstrem dari pendekatan ini. Kembali mengutip statistik Premier League, kendati The Forest menjadi klub dengan rata-rata penguasaan bola terendah di angka 39,5 persen, mereka justru berhasil menempati papan atas klasemen dengan bermain sangat direct yang mengandalkan transisi dari area bertahan. Mereka mencatatkan progresi tercepat dalam serangan terbuka, mencapai 2,1 meter per detik.

Chelsea pun menunjukkan fleksibilitas, walaupun secara umum memainkan pola lambat. Di bawah Enzo Maresca, mereka menjadi tim dengan jumlah serangan langsung terbanyak (81) meskipun mencatatkan 115 build-up attacks. Ini membuktikan, strategi menyerang langsung kini bukan hanya milik tim papan tengah, tetapi juga bagian penting dari taktik klub besar.

5. Tuntutan fisik pemain meningkat seiring dengan naiknya frekuensi sprint dan pressing

Musim 2024/2025 juga diwarnai peningkatan intensitas fisik para pemain. Dibandingkan 2018/2019, total jarak sprint meningkat 22 persen dengan frekuensi naik menjadi 19 persen. Ini memperlihatkan kebutuhan fisik yang luar biasa untuk menerapkan sistem pressing modern yang menuntut kecepatan dan stamina tinggi.

Namun, data menunjukkan ironi di balik peningkatan ini. Jumlah perebutan bola di area sepertiga akhir justru menurun ke tingkat terendah sejak 2020/2021. Hal ini mengindikasikan, tim-tim kini lebih selektif dalam menerapkan pressing tinggi dan memilih momen yang lebih tepat dibanding melakukan tekanan terus-menerus yang melelahkan.

Meski begitu, Bournemouth tetap konsisten sebagai tim dengan pressing tertinggi. Mengutip The Athletic, mereka mencatat keberhasilan rata-rata 5,7 perebutan bola di sepertiga akhir per pertandingan, tertinggi di liga. Strategi ini ditopang oleh gelandang-gelandang agresif seperti Lewis Cook dan Ryan Christie yang kerap memenangi duel di area tengah dan langsung mengalirkan bola ke lini depan.

Premier League 2024/2025 menunjukkan keberhasilan tim ditentukan oleh kecepatan berpikir, efisiensi eksekusi, dan kemampuan beradaptasi. Di tengah persaingan yang semakin merata, strategi yang fleksibel bukan lagi keunggulan tambahan, melainkan kebutuhan mutlak untuk tetap bersaing di papan atas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Gagah N. Putra
EditorGagah N. Putra
Follow Us