Apa Kontribusi yang Bisa Matheus Cunha Berikan bagi Manchester United?

Kekecewaan menyelimuti Manchester United sepanjang 2024/2025. Klub tersohor ini harus menerima kenyataan pahit setelah gagal total di English Premier League (EPL) dan dipermalukan di final Liga Europa oleh Tottenham Hotspur. Tidak hanya kehilangan gelar, Setan Merah juga dipastikan absen dari kompetisi Eropa musim depan.
Di tengah keterpurukan itu, manajemen klub mengambil langkah tegas dengan merekrut Matheus Cunha dari Wolverhampton Wanderers. Perekrutan ini menandai awal proyek besar di bawah arahan pelatih baru, Ruben Amorim. Pertanyaannya kini, apa kontribusi nyata yang bisa diberikan Cunha untuk mengangkat performa Manchester United?
1. Matheus Cunha bisa membantu kreativitas serang Manchester United
Manchester United mengakhiri musim 2024/2025 dengan hanya mencetak 44 gol di Premier League. Catatan ini menjadikan mereka tim dengan produktivitas terburuk kedua, hanya lebih baik dari Everton dan tiga tim yang terdegradasi. Ketajaman lini serang menjadi salah satu penyebab utama kegagalan mereka di berbagai ajang.
Masuknya Matheus Cunha menjadi solusi potensial untuk masalah ini. Bersama Wolves, Cunha mencetak 15 gol dan memberikan 6 assist di Premier League musim ini, menjadikannya pemain dengan keterlibatan gol terbanyak di tim. Produktivitas ini membuatnya tercatat sebagai pemain paling berpengaruh di lini depan Wolves selama 2 musim terakhir.
Lebih menariknya, Cunha mencatatkan efisiensi luar biasa dalam penyelesaian akhir yang didukung statistik Opta Analyst. Ia mencetak 15 gol nonpenalti dari hanya 8,6 expected goals (npxG), atau hampir 2 kali lipat dari yang diharapkan. Dengan kemampuannya mencetak gol dari luar kotak penalti dan tembakan-tembakan tak terduga, Cunha mampu meringankan beban Bruno Fernandes yang selama ini kerap menggendong performa MU.
2. Fleksibilitas Matheus Cunha sangat dibutuhkan dalam skema taktik Ruben Amorim
Ruben Amorim dikenal sebagai pelatih yang konsisten dengan sistem 3-4-2-1 atau 3-4-3. Ini sistem yang sangat menekankan kepada fleksibilitas dua gelandang serang di belakang penyerang utama. Matheus Cunha sangat familier dengan peran ini karena sudah terbiasa menjalankannya di Wolves di bawah arahan Gary O’Neil dan Vitor Pereira.
Dalam sistem tersebut, Cunha lebih sering dimainkan sebagai gelandang serang kiri atau left-sided number 10. Namun, ia juga mampu beradaptasi sebagai penyerang tengah bila dibutuhkan. Fleksibilitas ini sangat penting dalam sistem Amorim yang membutuhkan mobilitas dan kecerdasan ruang dari para pemain depannya.
Menurut BBC, Cunha mencatatkan 25 dribel progresif yang berujung kepada tembakan musim lalu dengan 4 di antaranya berbuah gol. Ia mampu menerima bola di area setengah lapangan, lalu menghubungkan lini tengah dan lini depan dengan efisien. Pola vertikal yang menjadi ciri khas permainan Amorim akan mendapatkan motor baru dalam diri Cunha yang mampu menyuplai bola sekaligus menyelesaikan peluang.
3. Matheus Cunha termasuk penyerang teratas dalam hal progresi bola di Premier League
Salah satu keluhan terbesar selama masa kepemimpinan Ruben Amorim adalah kurangnya pemain yang mampu membawa bola secara progresif dari tengah ke depan. Kobbie Mainoo sempat menjadi solusi pada era Erik ten Hag, tetapi kehilangan menit bermain akibat cedera, yang membuat kekosongan ini kembali muncul. Di sinilah kontribusi Matheus Cunha menjadi sangat penting.
Secara statistik, Cunha termasuk jajaran penyerang teratas dalam hal membawa bola ke area berbahaya. Dilansir laman resmi Premier League, ia menempati peringkat ke-4 dalam hal membawa bola ke area sepertiga akhir lapangan, peringkat ke-6 dalam jumlah tembakan setelah menggiring bola, dan peringkat ke-5 dalam kontribusi gol setelah dribel. Kombinasi kekuatan fisik dan teknik dribelnya menjadikannya pemain yang sulit dihentikan saat menggiring bola.
Terlebih lagi, Cunha rata-rata membawa bola sejauh 8,8 meter per satu kali dribel, menjadikannya salah satu yang terbaik di liga dalam hal progresi jarak. Kemampuan ini penting dalam membongkar pressing tinggi lawan dan menciptakan ruang untuk rekan-rekannya. Ini sangat menguntungkan, terutama bagi para full-back yang sering melakukan overlap atau underlap dalam skema taktik Amorim.
4. Meski menjanjikan, Ruben Amorim patut mewaspadai rekam jejak indisipliner Matheus Cunha
Kontribusi Matheus Cunha tidak berhenti saat menyerang. Ia juga merupakan pemain yang aktif dalam fase defensif. Dalam statistik pressing, ia menempati peringkat ke-3 untuk intersepsi dan ke-6 untuk perebutan bola di antara penyerang Premier League. Etos kerja ini akan sangat diapresiasi Ruben Amorim yang menuntut pressing tinggi dan kerja kolektif dari semua pemain depan.
Namun, Cunha bukan tanpa cela. Ia sempat absen dalam enam pertandingan musim lalu akibat dua insiden disipliner yang mencoreng reputasinya. Kejadian pertama adalah kartu merah dalam laga Piala FA 2024/2025 melawan AFC Bournemouth. Kejadian kedua adalah konflik dengan staf keamanan lawan usai laga kontra Ipswich Town. Meski hanya 1 yang berujung kartu merah, 2 kasus ini cukup menjadi catatan penting bagi tim pelatih.
Rekam jejaknya tidak menunjukkan masalah disipliner kronis sebenarnya. Namun, ini menjadi pertama kalinya Cunha menerima lebih dari lima kartu kuning sejak 2020/2021. Maka sebab itu, Amorim dan staf kepelatihannya perlu mengendalikan sisi flamboyan Cunha. Ini penting agar tidak mengganggu keharmonisan ruang ganti Manchester United yang sedang dalam proses pembangunan kembali.
Dengan potensi teknis dan statistik yang impresif, Matheus Cunha adalah rekrutan yang sangat logis untuk mengatasi berbagai masalah Manchester United. Namun, keberhasilan transfer ini tetap bergantung kepada bagaimana Ruben Amorim mengelola bakat sekaligus karakter sang pemain.