Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret tribun Anfield Stadium, markas Liverpool FC (unsplash.com/nathan_wong)

Liverpool berhasil mengunci gelar juara English Premier League (EPL) 202/2025 setelah mengalahkan Tottenham Hotspur dengan skor 5-1 pada Minggu (27/4/2025) lalu. Mereka merebut gelar juara ke-20 sepanjang sejarah klub, sekaligus menyamai rekor Manchester United sebagai klub tersukses di Inggris. Di balik prestasi gemilang ini, tersimpan pelajaran penting yang bisa menjadi acuan bagi banyak klub lain.

Kemenangan ini bukan hanya soal angka, statistik, atau keberhasilan taktik semata. Keberhasilan Liverpool menggambarkan kekuatan dalam stabilitas struktur, fleksibilitas taktik, dan kepercayaan pada potensi internal tim. Di tengah era sepak bola modern yang penuh tekanan dan kompetisi finansial, The Reds menunjukkan pendekatan yang berbeda dan tetap mampu mendatangkan hasil maksimal.

1. Liverpool membuktikan kesuksesan tak selalu bergantung kepada belanja besar

Liverpool menjuarai Premier League 2024/2025 dengan pendekatan yang sangat kontras dibandingkan para rival mereka. Pada jendela transfer musim panas 2024, Liverpool hanya mendatangkan satu pemain, yakni Federico Chiesa dari Juventus. Itu pun dengan biaya awal yang tergolong rendah, sebesar 12,5 juta pound sterling (Rp280,3 miliar) termasuk add-ons. Sayangnya, Chiesa hampir tanpa berkontribusi karena hanya mencatatkan 33 menit bermain di liga dan tak pernah menjadi starter​.

Langkah ini bertolak belakang dengan tren umum yang menempatkan belanja besar sebagai indikator kesuksesan. Manchester City dan Arsenal, dua rival utama dalam beberapa musim terakhir, memilih memperkuat skuad dengan tambahan pemain-pemain mahal dan fisik kuat. Liverpool justru memercayakan musim ini kepada skuad lama yang diwariskan Juergen Klopp dengan pelatih baru Arne Slot hanya melakukan penyegaran melalui pendekatan taktis, bukan lewat kekuatan finansial.

Strategi ini memperlihatkan ukkan konsistensi dan pemanfaatan potensi pemain yang ada dapat menjadi alternatif yang efektif. Dilansir Opta Analyst, bahkan dengan skuad yang relatif sama seperti musim sebelumnya, Liverpool mampu memimpin klasemen selama 234 hari dengan dengan 80 gol hinga pekan ke-34, tertinggi di liga​. Hal ini membuktikan, visi jangka panjang dan keyakinan kepada pengembangan pemain lebih krusial dalam membangun tim ketimbang sekadar menghamburkan uang untuk belanja pemain.

2. Arne Slot membuktikan kemampuan pemain bukan hanya dipandang dari ketahanan fisik

Salah satu keputusan taktis paling penting dari Arne Slot musim ini yaitu memindahkan posisi Ryan Gravenberch dari gelandang serang menjadi gelandang bertahan. Keputusan ini sempat dipertanyakan karena pemain asal Belanda ini dikenal sebagai pemain yang lebih ofensif. Namun, Slot melihat potensi teknikal dan visi bermainnya sebagai aset utama untuk mengontrol pertandingan dari lini tengah​.

Transformasi ini terbukti sukses. Gravenberch memainkan peran sentral sebagai penghubung antar lini yang dengan kemampuannya meloloskan diri dari ruang sempit dan mendistribusikannya dengan presisi. Alih-alih memilih gelandang bertahan konvensional yang kuat dalam duel fisik, Slot lebih mengutamakan pemain bertahan yang mampu menguasai bola dan melakukan umpan vertikal efektif dari lini tengah.

Kebijakan ini juga tercermin di sektor bek sayap. Saat rival seperti Arsenal dan Manchester City cenderung memainkan empat bek tengah dalam satu pertandingan, Liverpool tetap memberi ruang bagi Trent Alexander-Arnold dan Andy Robertson meskipun memiliki kelemahan dalam bertahan. Slot tetap mempertahankan mereka karena kontribusi menyerang yang dianggap lebih bernilai. Ini menegaskan, strategi mengambil risiko dengan bertumpu kepada kualitas teknis pemain membuahkan hasil.

3. Pelatih berani memberikan ruang kreasi bagi pemain ketimbang hanya mengikuti instruksi

Dalam era sepak bola modern yang makin mengedepankan kontrol struktural, Arne Slot menempuh jalur berbeda. Jika Pep Guardiola menerapkan sistem yang sangat terstruktur dengan peran dan posisi spesifik bagi tiap pemain dalam rotasi yang ketat, Slot memilih memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi kreativitas para pemainnya untuk berkembang. Strategi ini terlihat jelas terhadap Mohamed Salah yang diberi keleluasaan penuh untuk fokus menyerang tanpa banyak dibebani tanggung jawab defensif.

Slot tidak menuntut Salah untuk terus turun membantu pertahanan seperti yang mungkin dilakukan dalam sistem Guardiola. Sebaliknya, Liverpool membangun pola permainan yang memungkinkan bola cepat sampai ke Salah di area berbahaya untuk memaksimalkan insting dan kecerdasan sang pemain. Hasilnya pun nyata, pemain asal Mesir ini memimpin sementara dalam kontribusi gol dan assist di Premier League​. Hal ini menunjukkan kebebasan bermain bisa melahirkan dominasi.

Selain Salah, pemain-pemain seperti Luis Diaz dan Szoboszlai juga menikmati peningkatan performa dengan pendekatan ini. Saat Guardiola kerap "mengurung" pemain kreatif seperti Jack Grealish dalam peran dan posisi yang ketat, Slot tak ragu untuk mengandalkan improvisasi alami pemain dalam situasi menyerang. Pelajaran penting dari sini adalah tidak semua keberhasilan bergantung kepada kontrol taktis ekstrem. Dalam beberapa kasus, memberi ruang bagi pemain untuk berkreasi justru membawa hasil yang lebih eksplosif dan konsisten.

4. Liverpool membangun tim secara kolektif tanpa menonjolkan pamor pemain atau pelatih

Usai berakhirnya era Juergen Klopp yang ditandai dengan dominasi peran manajer tunggal, Liverpool menjalani babak baru dengan pola kepemimpinan yang lebih kolektif. Arne Slot mengisi posisi sebagai kepala pelatih, bukan sebagai manajer tradisional yang memegang semua kendali. Ia kini bekerja dalam struktur yang jelas bersama Richard Hughes sebagai direktur olahraga dan Michael Edwards sebagai CEO Fenway Sports Group (FSG).

Sistem ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih terstruktur dan efisien. Slot bisa fokus kepada pengembangan tim dan pertandingan, sementara aspek rekrutmen dan strategi jangka panjang dipegang Hughes dan Edwards. Ini terlihat saat Slot dan Hughes sepakat untuk tidak merekrut pemain pengganti setelah gagal mengamankan Martin Zubimendi dari Real Sociedad dan memilih mengoptimalkan Ryan Gravenberch sebagai alternatif internal yang lebih tepat​.

Model kepemimpinan ini juga menciptakan stabilitas di tengah transisi besar usai kepergian Klopp. Dengan adanya kejelasan dalam pembagian tugas, klub mampu menjaga arah visi meskipun terjadi pergantian teknis. Sistem manajemen tim yang kolektif dan transparan memungkinkan klub membangun keberlanjutan tanpa harus mengandalkan satu individu karismatik.

Keberhasilan Liverpool menjuarai Premier League 2024/2025 merupakan hasil dari pendekatan yang berani, rasional, dan terencana. The Reds telah menunjukkan, trofi kejuaraan tidak hanya diraih lewat uang, tetapi lewat keberanian mengambil keputusan strategis dan keyakinan terhadap proses tumbuh kembang tim secara keseluruhan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team