Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Ball Possession Kini Sudah Memiliki Counter Strategy?

potret pemain sepak bola sedang melakukan latihan (unsplash.com/@terracegrain)
Intinya sih...
  • Sepak bola modern berevolusi dari ball possession ke serangan vertikal
  • Kemenangan Chelsea atas PSG menjadi bukti dominasi direct attacks
  • Tim penguasa bola harus beradaptasi dengan strategi yang lebih luwes

Chelsea berhasil keluar sebagai juara Piala Dunia Antarklub 2025 setelah mengalahkan Paris Saint-Germain (PSG) dengan skor meyakinkan 3-0 pada Senin (14/07/2025) WIB. Kemenangan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat PSG tampil dominan sepanjang musim dan diunggulkan dalam laga final. Namun, Chelsea justru menunjukkan permainan agresif dan efisien yang sukses membongkar pertahanan juara Liga Champions Eropa 2024/2025 tersebut.

Selain soal trofi juara, kemenangan ini juga menjadi gambaran dari pergeseran paradigma strategi dalam dunia sepak bola modern. Taktik berbasis ball possession (penguasaan bola) yang selama ini menjadi patokan dominasi permainan kini menghadapi tantangan serius. Chelsea memberikan bukti pendekatan berbasis pressing tinggi dan serangan langsung bisa menjadi jawaban atas dominasi permainan posisi.

1. Sepak bola modern mulai berevolusi dari ball possession ke serangan vertikal

Selama lebih dari 1 dekade terakhir, filosofi "juego de posicion" milik Pep Guardiola menjadi tolok ukur strategi permainan tim-tim elite Eropa. Sistem ini menekankan penguasaan bola, struktur posisi yang ketat, dan penciptaan ruang melalui sirkulasi bola. Namun, pada 2024/2025, Guardiola secara terbuka mengakui pendekatan tersebut mulai kehilangan efektivitas.

Dalam wawancara usai kekalahan dari Real Madrid pada Februari 2025, Guardiola mengungkapkan, sepak bola modern tak lagi mengandalkan permainan posisi, melainkan menuntut kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan ritme permainan yang cepat. Pernyataan ini menjadi pengakuan besar dari arsitek dominasi taktis era modern. Menurut data BBC, dalam 8 musim terakhir di English Premier League (EPL), terdapat kenaikan jumlah high turnovers, direct attacks, dan nilai passes per defensive action (PPDA) menurun yang menunjukkan peningkatan intensitas pressing dan kecepatan transisi.

Tim-tim seperti Liverpool, Nottingham Forest, dan Brighton & Hove Albion telah mengadopsi pendekatan ini. Mereka mengutamakan agresivitas tekanan dan serangan vertikal cepat daripada membangun serangan melalui penguasaan bola. Kini, Chelsea pun ikut mengambil jalur serupa. Kemenangan mereka atas PSG merupakan hasil dari taktik yang cepat, langsung, dan intens, bukan kontrol teritorial.

2. Kemenangan Chelsea atas PSG menjadi bukti dominasi direct attacks

Kemenangan Chelsea 3-0 atas PSG pada final Piala Dunia Antarklub 2025 menjadi bukti kuat penguasaan bola bukan lagi taktik paling ampuh. PSG, yang pada 2024/2025 membantai Inter Milan pada final Liga Champions dan menaklukkan Bayern Munich serta Real Madrid dalam perjalanan ke final Piala Dunia Antarklub, justru tampak kebingungan menghadapi pressing dan agresivitas Chelsea. Pada babak pertama, Chelsea tampil menggila dengan Cole Palmer mencetak 2 gol dan 1 assist untuk gol Joao Pedro.

Pelatih Chelsea, Enzo Maresca, yang sebelumnya dikritik karena terlalu fokus kepada permainan build-up dari belakang, justru menunjukkan fleksibilitas taktik yang menentukan kemenangan. Chelsea tidak lagi bermain rumit. Mereka memanfaatkan pressing tinggi dan umpan panjang untuk menembus lini belakang PSG. “Idenya adalah bermain 1 lawan 1 karena jika Anda memberi ruang, PSG akan ‘mematikan’ Anda. Jadi, kami mencoba bermain sangat agresif dan menekan mereka sejak awal, dan intensitas itu sangat krusial pada 10 menit pertama”, ujarnya dikutip BBC.

Peran Pedro sangat vital dalam keberhasilan ini. Meski baru bergabung, pemain asal Brasil tersebut memainkan peran penting dalam membuka ruang bagi Palmer. Pergerakan tanpa bolanya menarik bek tengah PSG agar tidak bisa mendukung sayap kiri yang kerap dieksploitasi Chelsea. Dengan menargetkan sisi kiri PSG, yang dijaga Nuno Mendes dan Lucas Beraldo, Chelsea sukses menciptakan kelebihan jumlah melalui kombinasi Pedro, Palmer, dan Malo Gusto. Taktik ini terbukti efektif dan menyebabkan PSG kehilangan bola lebih sering daripada biasanya, hal yang belum pernah terjadi sepanjang musim.

3. Tim penguasa bola harus beradaptasi dengan strategi yang lebih luwes

Manchester City selama ini menjadi simbol utama permainan berbasis penguasaan bola. Namun, 2024/2025 menjadi babak yang sulit bagi pasukan Pep Guardiola. Absennya Rodri akibat cedera jangka panjang meruntuhkan stabilitas permainan mereka, mengingat peran vitalnya dalam menjaga tempo dan kontrol dalam skema build-up.

Guardiola secara terbuka mengakui timnya tidak lagi bisa “beristirahat dengan bola”, karena kehilangan kemampuan untuk menjalankan rangkaian umpan panjang yang biasa mereka andalkan. Lebih dari sekadar persoalan cedera, The Cityzens kini menghadapi kenyataan lawan-lawan mereka sudah makin siap dengan pendekatan man-marking agresif dan pressing tinggi yang efektif mematikan permainan berbasis posisi. Upaya Guardiola untuk beradaptasi, seperti mengandalkan umpan panjang dari Ederson Moraes ke lini depan, belum cukup untuk mengembalikan dominasi mereka.

Kemenangan Chelsea atas PSG dalam final Piala Dunia Antarklub menjadi penegasan, sepak bola modern menuntut tak sebatas penguasaan bola. Dengan intensitas tinggi, transisi cepat, dan fleksibilitas taktik, Chelsea menunjukkan bagaimana pendekatan baru bisa menaklukkan tim yang selama ini mengandalkan dominasi teritorial. Pelajaran ini relevan bagi tim-tim seperti Manchester City dan PSG. Tanpa kemampuan untuk bertransformasi, penguasaan bola hanya akan menjadi ilusi kontrol yang tidak menjamin kemenangan. 

Meski demikian, bukan berarti era ball possession benar-benar berakhir. Strategi tersebut kini membutuhkan adaptasi. Kombinasi antara kontrol bola dan transisi cepat menjadi keharusan.

Guardiola dan pelatih PSG, Luis Enrique, menyadari hal ini dan harus membangun tim mereka dengan pendekatan yang lebih fleksibel. Mereka pun mulai mengakui pentingnya kedalaman skuad serta fleksibilitas taktik untuk menghadapi intensitas permainan modern, meskipun hal itu sempat bertentangan dengan prinsip awal mereka. Jika tim-tim penguasa bola tidak mampu beradaptasi, mereka hanya akan menjadi penguasa statistik, bukan penguasa hasil akhir.

Chelsea berhasil membuktikan strategi counter terhadap ball possession bukan sekadar teori. Dengan pressing tinggi, transisi cepat, dan eksekusi klinis, mereka menunjukkan sepak bola modern telah bergeser ke arah yang lebih dinamis dan vertikal. Era baru telah dimulai, dan penguasaan bola tak lagi menjadi satu-satunya kunci kemenangan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Gagah N. Putra
EditorGagah N. Putra
Follow Us