Bersama Barcelona, Pep Guardiola memenangkan 14 trofi yang terdiri atas 3 gelar La Liga, 2 gelar Liga Champions, 2 gelar Copa de Rey, 3 gelar Piala Super Spanyol, 2 gelar European Super Cup, dan 2 gelar Piala Dunia Antarklub.
Untuk klub Bayern München, ia memenangkan 3 gelar Bundesliga, 2 gelar DFB-Pokal, 1 gelar UEFA Super Cup, 1 gelar Piala Dunia Antarklub.
Bersama Manchester City, ia memenangkan 6 gelar Premier League, 1 gelar Liga Champions, 1 gelar UEFA Super Cup, 1 gelar Piala Dunia Antarklub. 2 gelar Piala FA, 4 gelar Piala Liga Inggris, dan 3 gelar English Super Cup.
Bagaimana Cara Pep Guardiola Merevolusi Sepak Bola Modern?

- Pep Guardiola merevolusi sepak bola modern lewat pengembangan tiki-taka, sebuah filosofi permainan berbasis penguasaan bola yang berakar dari total football, pemikiran Johan Cruyff.
- Keberhasilannya ditunjang oleh disiplin taktik yang ketat dan inovasi peran pemain, seperti inverted full-back, yang kemudian banyak ditiru pelatih serta klub top Eropa.
- Dukungan finansial besar dari klub-klub elite yang ia latih memungkinkan Pep membangun skuad bertalenta tinggi. Ia konsisten meraih trofi dan menciptakan standar baru dalam sepak bola modern.
Nama Josep Guardiola Sala alias Pep Guardiola sering diasosiasikan sebagai sosok pelatih terbaik yang pernah ada dalam olahraga sepak bola. Anggapan itu jelas sangat beralasan karena dalam 2 dekade ke belakang, Pep Guardiola benar-benar mendominasi kompetisi klub-klub elite di Eropa. Sejauh ini, Pep Guardiola baru melatih tiga klub saja, yakni Barcelona (2008—2012), Bayern (2013—2016), dan Manchester City (2016—sekarang).
Meski hanya melatih tiga klub, Pep selalu mendominasi liga-liga yang diikuti klub tersebut. Salah satu ciri khas dari Pep Guardiola yang begitu dikenal dunia sepak bola modern ialah taktik permainan tiki-taka yang sangat sulit dihentikan. Malahan, gaya bermain sepak bola ala Pep Guardiola itu benar-benar merevolusi sepak bola modern secara keseluruhan, terutama pada kompetisi elite di Eropa. Nah, seperti apa cara Pep merevolusi taktik dari sebuah olahraga yang sudah berusia ratusan tahun ini? Yuk, kita singkap jawabannya sama-sama!
1. Biografi singkat Pep Guardiola

Sebelum masuk ke pembahasan utama, tak ada salahnya untuk mengenal sedikit tentang profil seorang Pep Guardiola, termasuk karier sebagai pemain dan pelatih. Seperti yang disebutkan sebelumnya, nama lengkap Pep Guardiola adalah Josep Guardiola Sala yang lahir pada 18 Januari 1971 di Santpedor, Catalonia, Spanyol. Sebelum berkiprah di dunia kepelatihan, Pep Guardiola adalah salah satu pemain sepak bola yang berposisi sebagai gelandang bertahan.
Dilansir Transfermarkt, karier profesional pertama Pep Guardiola ternyata juga dimulai dari Barcelona saat ia membela tim tersebut pada 1991, setelah ikut tim kelompok usia Barcelona beberapa tahun sebelumnya. Setelah membela Barcelona sampai 2001, ia pindah ke Brescia Calcio, sebuah klub asal Italia. Dari situ, Pep Guardiola melanglang buana ke beberapa klub berbeda, semisal AS Roma pada 2002, kembali ke Brescia pada 2003, ke Al-Ahli SC pada 2003, dan mengakhiri karier sebagai pemain sepak bola untuk sebuah klub asal Meksiko bernama Dorados de Sinaloa pada
Setelah gantung sepatu sebagai pemain profesional, Pep Guardiola langsung mengambil langkah sebagai pelatih klub sepak bola. Kerennya, ia memulai karier kepelatihan untuk klub yang sama seperti saat menjadi pemain profesional: Barcelona. Britannica melansir kalau pada musim 2007—2008, Pep Guardiola mulai melatih Barcelona B alias skuad Barcelona kelompok usia di bawah 20 tahun. Saat Pep Guardiola masuk, Barcelona B sebenarnya baru saja terdegradasi dari divisi 3 ke divisi 4 liga Spanyol kelompok usia.
Hanya dalam semusim, Pep Guardiola berhasil mentransformasi tim tersebut jadi juara liga sehingga Barcelona B dapat kembali ke divisi tiga. Setelah itu, Pep Guardiola dipercaya untuk menggantikan Frank Rijkaard sebagai pelatih tim utama Barcelona dalam La Liga. Sisanya seperti yang bisa kita lihat sendiri. Pep Guardiola seolah jadi “monster” bagi klub-klub lawan yang ada dalam kompetisi yang diikuti klub asuhannya.
2. Tiki-taka yang jadi strategi jitu

Kalau bicara soal taktik kepelatihan seorang Pep Guardiola, hal yang paling diingat oleh mayoritas orang ialah bagaimana ia membawakan taktik bernama tiki-taka. Sebenarnya, tiki-taka bukan taktik yang dibuat sendiri oleh Pep Guardiola. Filosofi dari taktik ini sebenarnya berasal dari pelatih Barcelona bernama Johan Cruyff saat Pep Guardiola masih menjadi seorang pemain profesional. Adapun, filosofi tiki-taka berakar pada konsep total football.
Dilansir GiveMeSport, Pep Guardiola terinspirasi dari cara Johan Cruyff. Johan Cruyff menerapkan taktik yang memusatkan pada penguasaan bola (ball possession) sambil terus bergerak secara fluid sampai masing-masing pemain memperoleh ruang gerak untuk menyerang. Pep Guardiola mengembangkan filosofi tersebut sampai ke tahap setiap operan yang dilakukan pemain yang ada di lapangan harus memiliki maksud yang jelas, khususnya dalam membongkar pertahanan lawan.
Pertaruhan itu terbilang langsung membuahkan hasil ketika ia menerapkan tiki-taka dalam Barcelona. Mengingat Pep Guardiola merupakan seorang playmaker ketika masanya sebagai pemain, ia sukses menciptakan banyak bintang sepak bola baru dengan kemampuan yang luar biasa. Sebut saja nama besar, seperti Lionel Messi, Adres Iniesta, sampai Xavi Hernandez, mereka berperan penting dalam berkembangnya taktik tiki-taka ala Pep Guardiola.
Berkat banyak operan cepat, penguasaan bola yang sangat kuat dari masing-masing pemain, pressing yang ketat saat tidak memegang bola, dan pergerakan yang sangat fluid itu, Barcelona langsung menjelma jadi tim yang sangat ditakuti. Mau tim yang sama-sama mengandalkan penguasaan bola ataupun bertahan sambil menunggu serangan balik, taktik tiki-taka ala Pep Guardiola ini benar-benar menyulitkan lawan. Alhasil, opsi yang bisa dilakukan lawan hanya benar-benar menunggu celah dari kesalahan pemain.
Memang, sekitar 2014 atau bertepatan dengan gelaran Piala Dunia di Brasil, popularitas tiki-taka sempat merosot seiring dengan hilangnya dominasi Spanyol. Namun, Pep Guardiola terbukti berhasil menerapkan filosofi permainan sepak bola yang mendominasi penguasaan bola sepanjang pertandingan pada tim-tim lain yang diasuhnya setelah Barcelona. Tentunya, ada cara khusus yang dilakukan Pep Guardiola supaya taktiknya bisa terus berjalan sekalipun tim atau pemain yang diasuhnya berbeda-beda.
3. Penerapan disiplin yang ketat sekaligus dukungan finansial yang kuat

Taktik tiki-taka boleh saja runtuh setelah gelaran Piala Dunia 2014. Namun, Pep Guardiola punya cara untuk beradaptasi dengan keadaan. Ia dikenal sebagai pelatih yang sangat tegas dan tak segan untuk “mengucilkan” pemain yang tidak mau mengikuti instruksinya sekalipun pemain itu adalah bintang dalam klubnya. Hal tersebut menunjukkan jiwa kepemimpinan sekaligus dominasi total di dalam maupun luar lapangan yang tidak boleh diganggu oleh siapa pun.
Dilansir Sporf, Pep Guardiola bukan sekadar tegas, tetapi juga mau mengajarkan hal-hal baru pada pemainnya, termasuk memopulerkan lagi konsep inverted full-back alias bek sayap yang masuk ke area tengah lapangan sehingga membuka banyak opsi. Konsep ini mulai diberlakukan saat dirinya melatih Bayern München dan langsung mendulang kesuksesan hingga sekarang. Akhirnya, sampai saat ini, konsep inverted full-back yang serupa dengan versi Pep Guardiola sudah banyak diadopsi oleh klub-klub top Eropa.
Kontrol dan penerapan disiplin pada pemain juga banyak ditiru oleh pelatih top lain, terutama yang pernah ikut sebagai asisten pelatihnya. Sebut saja nama yang mulai bersinar seperti Mikel Arteta bersama Arsenal dan Enzo Maresca bersama Chelsea, mereka sama-sama sedang naik daun setelah “menimba ilmu” sebagai asisten pelatih Pep Guardiola untuk Manchester City. Sampai saat ini pun, Pep Guardiola masih terus meracik berbagai terobosan dalam sepak bola, tapi tetap dengan mempertahankan konsep penguasaan bola total selama pertandingan.
Faktor lain yang tak bisa disingkirkan atas kesuksesan Pep Guardiola ialah keberadaan pemain bintang dan klub yang royal dalam memenuhi permintaannya saat jendela transfer dibuka. Dilansir The Guardian, dalam klub Barcelona Pep Guardiola ditopang oleh punggawa yang sudah matang dan berstatus bintang, seperti Messi, Iniesta, Xavi, Eto’o, Puyol, Sergio Busquets, dan sebagainya.
Masuk ke Bayern München, Pep Guardiola langsung bekerja sama dengan veteran Bundesliga, seperti Philip Lahm dan Neuer. Lalu, ada beberapa transfer pemain fantastis, seperti Lewandowski, Xabi Alonso, Kimmich, dan Thiago Alcântara makin memperkuat kedalaman skuad raksasa Jerman tersebut. Lalu, Manchester City kembali memberi dukungan dengan mendatangkan begitu banyak pemain bintang sejak Pep Guardiola menjabat pada 2016. Sebut saja ada nama Kevin de Bruyne, Haaland, Bernardo Silva, Rodri, Ruben Dias, dan masih banyak lagi.
Sadar tak sadar, transfer gila-gilaan yang dilakukan klub asuhan Pep Guardiola lama-lama membentuk stigma kalau klub besar itu harus mampu menggaet pemain bintang dengan harga fantastis, tapi tetap punya pemasukan yang tinggi. Selain itu, royalitas pemilik klub pada pelatih terbukti membawa kesuksesan pada klub lewat cara yang dilakukan Pep Guardiola ini. itu sebabnya, jangan heran kalau pada era modern ini, ada begitu banyak pemain sepak bola potensial yang dilabeli harga fantastis, tapi mampu dibeli oleh klub-klub besar Eropa.
4. Buah kesuksesan Pep Guardiola selama menjadi pelatih

Kombinasi antara kegeniusan Pep Guardiola, caranya memperoleh kepercayaan dan kepatuhan dari pemain, serta dukungan finansial dari klub membawanya pada tingkat tertinggi sebagai seorang pelatih. Terbukti, di mana pun dirinya melatih, Pep Guardiola selalu membawa banyak trofi untuk klub, bahkan memecahkan berbagai rekor.
Deretan gelar itu jelas jadi bukti betapa superiornya seorang Pep Guardiola sebagai pelatih klub sepak bola. Pandangannya pada sepak bola saat ini membuat banyak klub besar meniru atau setidaknya terinspirasi dengan gaya bermain klub yang diasuhnya. Kalau menurutmu, apakah Pep Guardiola sudah pantas dijajarkan dalam deretan pelatih terbaik sepanjang sejarah olahraga sepak bola?


















