Bagaimana Pengaruh Paus Fransiskus terhadap Sepak Bola?

Dunia dikejutkan dengan wafatnya Paus Fransiskus dalam usia 88 tahun pada Senin (21/4/2025) WIB. Kepergian Paus diketahui akibat pneumonia ganda. Kepergiannya tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi umat Katolik, tetapi juga bagi komunitas olahraga, khususnya sepak bola.
Paus Fransiskus dikenal luas sebagai pemimpin religius yang penuh kasih, rendah hati, dan dekat dengan rakyat. Namun, tak banyak yang menyangka ia merupakan penggemar berat sepak bola. Kecintaan terhadap olahraga ini bukan semata-mata aktivitas waktu luang, melainkan telah menjadi bagian dari identitas dan nilai-nilai yang ia pegang.
1. Paus Fransiskus muda merupakan penggemar San Lorenzo, klub di kota tempat tinggalnya
Lahir di Buenos Aires, Argentina, pada 17 Desember 1936, Jorge Mario Bergoglio, nama asli Paus Fransiskus, menjalani masa kecil yang sederhana. Di lingkungan Flores, Buenos Aires, ia sering menghabiskan waktu bermain bola bersama teman-teman menggunakan bola dari kain lap. Meski mengaku bukan pemain ulung hingga mendapat julukan pata dura atau berkaki kaku, ia tetap bermain dengan semangat, sering kali berperan sebagai penjaga gawang.
Dalam otobiografinya berjudul Esperanza, Paus Fransiskus mengenang masa kecilnya sebagai saat-saat yang membentuk nilai sportivitas dan kepekaan terhadap orang lain. Sepak bola menjadi bagian dari kehidupan sosialnya di lingkungan urban Argentina yang keras tetapi penuh semangat. Dari sanalah tumbuh rasa cinta mendalam terhadap sepak bola yang terus terbawa hingga masa tuanya.
Kecintaan itu kemudian melekat pada klub lokal, San Lorenzo de Almagro, yang ia pilih meski banyak temannya mendukung Boca Juniors, River Plate, Racing Club, atau Independiente. Ia resmi tercatat sebagai anggota klub dengan nomor 88.235 dan mempertahankan keanggotaannya setelah menjadi Paus. Tak jarang ia mengikuti perkembangan klub melalui laporan yang disampaikan salah satu pengawalnya di Vatikan.
2. Paus Fransiskus menganggap sepak bola sebagai instrumen pemersatu umat manusia
Paus Fransiskus melihat sepak bola bukan sekadar permainan, tetapi sebagai instrumen sosial yang kuat. Ia beberapa kali menyampaikan, sepak bola merupakan alat pendidikan, sarana membangun solidaritas, serta wadah inklusivitas sosial. Pada 2016, dalam sebuah konferensi internasional mengenai iman dan olahraga, ia menyerukan agar sepak bola dilindungi dari manipulasi, korupsi, dan komersialisasi berlebihan.
Melalui berbagai pertemuan dengan atlet dan tokoh sepak bola seperti Lionel Messi, Diego Maradona, Gianluigi Buffon, dan Zlatan Ibrahimovic, Paus menyampaikan pesan moral agar para pesepak bola tetap menjadi panutan, baik di dalam maupun di luar lapangan. "Kalian adalah figur publik. Orang-orang, terutama anak-anak, mengikuti kalian. Itu adalah tanggung jawab sosial," tegasnya dikutip Yahoo Sports dalam pertemuan dengan Timnas Argentina dan Italia pada 2013.
Ia juga menggagas pertandingan sepak bola lintas agama untuk perdamaian yang digelar di Stadion Olimpico Roma pada 2014. Bagi Paus, sepak bola menjadi cerminan dari nilai-nilai kolektif dengan mengutamakan semangat kebersamaan di atas kepentingan pribadi. Ia bahkan tak ragu menyebut sepak bola sebagai permainan terindah di dunia karena potensinya menyatukan umat manusia.
3. Paus Fransiskus secara tak langsung terlibat dalam proses transfer Danny Welbeck ke Arsenal
Paus Fransiskus sempat secara tidak langsung memengaruhi jalannya transfer Danny Welbeck ke Arsenal pada 2014. Saat itu, mantan manajer Arsenal, Arsene Wenger, sedang berada di Roma untuk menghadiri pertandingan amal serta mengadakan audiensi pribadi dengan Paus. Tanggal acara tersebut bertepatan dengan hari terakhir bursa transfer musim panas 2014.
Wenger kala itu harus bangun pagi untuk terbang ke Roma. Ia mengungkapkan, waktu luangnya selama perjalanan digunakan untuk mengintensifkan komunikasi dengan timnya. Di tengah antrean untuk bertemu Sang Paus di Vatikan, Wenger bahkan masih terlibat negosiasi dengan pihak Manchester United dan agen Danny Welbeck.
Proses transfer yang sempat berjalan alot. Arsenal harus bersaing dengan rival sekota mereka, Tottenham Hotspur, untuk mendapatkan tanda tangannya. Proses transfer akhirnya tuntas dengan biaya 16 juta pound sterling (Rp320 miliar pada 2014) secara permanen meski saat itu Arsenal hanya ingin mendatangkannya dengan status pinjaman.
Kepergian Paus Fransiskus meninggalkan jejak yang mendalam, tidak hanya secara religius, tetapi juga dalam budaya populer, termasuk sepak bola. Ia menunjukkan nilai-nilai olahraga dan moralitas dapat berjalan beriringan. Melalui prinsip etika, humanisme, dan kesederhanaan, Paus Fransiskus berhasil memposisikan sepak bola sebagai alat untuk membangun dialog lintas batas dan memperkuat persatuan umat manusia.