Determinasi Thiago Silva di Usia 40 Tahun

- Thiago Silva, bek legendaris Brasil, tampil gemilang di usia 40 tahun dalam Piala Dunia Antarklub FIFA 2025.
- Silva menjalani peran ganda sebagai pemain dan nakhoda Fluminense, memberikan saran taktik dan pidato emosional yang menginspirasi skuadnya.
- Keputusan Silva kembali ke Fluminense bukan nostalgia semata, ia akan memimpin pasukan veteran Fluminense melawan mantan klubnya, Chelsea.
Thiago Silva kini menjadi pembicaraan hangat di dunia sepak bola. Di usia menginjak 40 tahun, bek legendaris Brasil itu tampil luar biasa bersama Fluminense dalam ajang Piala Dunia Antarklub FIFA 2025. Keberadaannya di lini belakang bukan sekadar simbol pengalaman, melainkan juga pilar keberhasilan tim menembus semifinal.
Punya ketenangan yang khas dan pergerakan presisi, Silva tak menunjukkan tanda-tanda melambat. Ia tetap menjadi pemimpin di tengah tekanan laga saat menghadapi klub-klub besar seperti Inter Milan dan Al Hilal. Sosoknya menjadi bukti nyata usia hanyalah angka ketika seseorang memiliki mentalitas juara dan dedikasi tiada henti.
1. Ujian penyakit tak halangi Thiago Silva tampil gemilang hingga usia 40
Berusia 40 tahun (dan September 2025 nanti ia akan berusia 41 tahun), Thiago Silva tetap menjadi pilar tak tergantikan di jantung pertahanan Fluminense dalam ajang Piala Dunia Antarklub FIFA 2025. Di tengah skuad yang dihuni para pemain berusia 30-an, ia berdiri tegak, mengawal lini belakang dengan konsistensi tinggi. Dalam turnamen ini, ia berhasil mencatatkan tiga clean sheet dan menempati posisi enam besar dalam jumlah intersepsi terbanyak, sebuah pencapaian yang mengesankan untuk pemain yang berada di penghujung karier.
Selain mengandalkan pengalaman, Silva juga menunjukkan kualitas teknis dan fisik yang tetap terjaga. Penempatan posisi yang tepat, antisipasi serangan lawan, dan kecermatan membaca permainan menjadi senjata utamanya. Ketenangan dan kesigapannya menghadapi pressing lawan membuktikan, meski kecepatannya mungkin berkurang, kecerdasan bermainnya seiring waktu justru makin tajam.
Namun, kehebatan Silva tak datang begitu saja. Ia pernah terpuruk, bahkan sempat diragukan bisa kembali bermain secara profesional. Pada usia 19 tahun, ia divonis menderita tuberkulosis saat menjalani masa peminjaman di Dynamo Moscow dan nyaris kehilangan sebagian paru-parunya. Enam bulan terisolasi di rumah sakit membuatnya jatuh dalam depresi. Tapi, pengalaman inilah yang justru membentuk ketangguhan mental dan empatinya sebagai pemimpin lapangan.
2. Thiago Silva menjalani peran ganda sebagai pemain dan nakhoda Fluminense
Lebih dari sekadar bek tengah, Thiago Silva menjalankan peran ganda sebagai pemimpin dan otak taktik di lapangan. Dalam laga babak 16 besar menghadapi Inter Milan, ia tidak ragu menyarankan pergantian taktik kepada Pelatih Renato Gaucho. Ia mengusulkan formasi 5-4-1 dan rotasi posisi yang krusial, seperti mendorong bek sayap lebih ke depan dan menempatkan target-man di sisi sayap. Saran tersebut terbukti efektif dan membawa Fluminense mengamankan kemenangan bersejarah.
Peran Silva di ruang ganti pun tak kalah besar. Sebelum laga penting melawan Inter, ia memberikan pidato emosional yang menggugah semangat seluruh skuad. Ia berbicara tentang kehilangan ayah tirinya dan penyesalan karena tak sempat berpamitan, sebuah pelajaran berharga tentang pentingnya mengambil kesempatan saat masih ada waktu. “Jangan tunggu sampai pertandingan selesai untuk menyesali apa yang bisa kalian lakukan,” ucapnya dikutip The Times dengan emosional.
Renato Gaucho pun tidak ragu menyebut Silva sebagai pelatih di lapangan. Ia menilai, pemain berpengalaman ini membawa ketenangan, visi permainan, dan kemampuan membaca situasi yang tak dimiliki oleh banyak pemain. Sang pelatih bahkan sering membebaskan Silva dari sesi latihan mingguan demi menjaga kondisi fisiknya tetap prima untuk hari pertandingan.
3. Thiago Silva akan memimpin pasukan veteran Fluminense kala bertemu Chelsea
Keputusan Thiago Silva kembali ke Fluminense pada 2024 bukanlah nostalgia semata. Setelah menutup kariernya di Chelsea, ia memilih pulang ke klub yang membesarkannya demi satu tujuan, yaitu mengangkat Fluminense ke panggung dunia. Kemenangan atas Inter Milan dan Al Hilal menjadi bukti, misi itu tidak sekadar mimpi belaka.
Fluminense bukanlah tim yang berisi pemain muda. Dengan rata-rata usia pemain di atas 31 tahun dan keberadaan pemain seperti Fabio Deivson(44), Samuel Xavier (35), dan German Cano (37), klub ini lebih menyerupai kumpulan veteran. Namun, justru dengan kombinasi itu, Silva menemukan kembali semangat juang dan rasa memiliki yang tulus. Ia tidak hanya pulang kampung, tetapi juga benar-benar kembali untuk menang.
Pada semifinal Piala Dunia Antarklub nanti, Silva akan memimpin Fluminense melawan Chelsea, mantan klub yang ia bela selama 4 musim dan tempat kedua anaknya masih berlatih. Meski memiliki kedekatan emosional yang kuat dengan The Blues, ia tetap bakal tampil profesional dan fokus membawa timnya menuju final Piala Dunia Antarklub. Momen reuni ini akan berlangsung pada Rabu (9/7/2025) dini hari pukul 02.00 WIB.
Di tengah ingar bingar sepak bola yang semakin cepat berubah, Thiago Silva tampil sebagai pengecualian yang memukau. Ia membuktikan dedikasi, kepemimpinan, dan kecintaan terhadap permainan dapat membuat seorang pemain tetap relevan, bahkan ketika telah menginjak usia kepala empat.