Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Membedah Dilema Keputusan Pergantian Pemain Ruben Amorim di MU

stadion Old Trafford, markas Manchester United
potret stadion Old Trafford, markas Manchester United (unsplash.com/Harry Walsh)
Intinya sih...
  • Pola pergantian pemain ala Ruben Amorim kerap membuat MU gagal raih kemenangan, terutama saat unggul.
  • Manuel Ugarte dinilai sebagai masalah utama ketika MU gagal menjaga keunggulan.
  • Keputusan Amorim tak memasukkan pemain kreatif membuat MU sulit mengontrol laga.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Manchester United menjalani 2025/2026 dengan penuh ketidakstabilan yang memunculkan kritik tajam, terutama soal keputusan pergantian pemain Ruben Amorim. Tim tampil dominan pada banyak fase pertandingan, tetapi keunggulan yang sudah diperoleh kerap hilang akibat lemahnya kontrol pada menit-menit akhir. Situasi ini membuat perhatian publik bergeser dari performa pemain menuju keputusan strategis di tepi lapangan.

Amorim berulang kali memberikan penjelasan mengenai pilihannya, terutama setelah hasil imbang 1-1 melawan West Ham United pada pekan ke-14 English Premier League (EPL) 2025/2026. Ia menilai masalah utama berasal dari kekalahan dalam perebutan second balls, sehingga ia merasa perlu menambah struktur defensif. Namun, statistik serta dinamika laga menunjukkan keputusan tersebut tidak selaras dengan hasil di lapangan, yang justru memperlihatkan penurunan efektivitas tim setelah pergantian dilakukan.

1. Pola pergantian pemain ala Ruben Amorim kerap membuat MU gagal raih kemenangan

Manchester United musim ini berkali-kali kehilangan keunggulan saat memimpin, termasuk ketika menghadapi Nottingham Forest, Tottenham Hotspur, Fulham, dan West Ham United. Kekacauan itu hampir selalu muncul setelah pergantian pemain yang dilakukan Ruben Amorim, terutama ketika ia memilih pendekatan konservatif saat tim unggul. Dalam pertandingan melawan West Ham, 4 dari 5 perubahan yang ia lakukan berorientasi defensif, sekaligus menggambarkan kecenderungan untuk mengamankan skor lebih cepat dari yang diperlukan.

Keputusan memasukkan Leny Yoro, Patrick Dorgu, Manuel Ugarte, atau Lisandro Martinez memang dimaksudkan untuk menjaga keunggulan, tetapi kenyataannya malah mengurangi kapasitas ofensif dan menarik tekanan lawan makin dekat ke kotak penalti. Pergantian itu menyebabkan hilangnya kontrol permainan, terutama ketika MU semestinya memanfaatkan ruang yang ditinggalkan lawan yang mengejar gol. Laporan The Athletic memperlihatkan, MU lebih sering kebobolan setelah struktur permainan berubah menjadi terlalu bertahan dan kehilangan koneksi antara lini.

Amorim sendiri mengakui, tim sering kalah dalam duel second balls, sehingga ia merasa wajib menghadirkan profil pemain yang lebih kuat dalam perebutan bola. Namun, secara empiris, pergantian itu tidak menyelesaikan masalah karena MU tetap kebobolan dari situasi bola kedua, seperti yang terjadi ketika Soungoutou Magassa memanfaatkan bola liar dalam kotak penalti pada menit ke-83. Pola ini berulang di berbagai pertandingan, yang menandakan masalah kontrol bukan sekadar soal jumlah pemain bertahan, melainkan soal struktur dan ritme permainan yang rusak karena perubahan terlalu defensif.

Efek dari pendekatan tersebut memicu kritik dari berbagai pihak. Dilansir Sky Sports, Gary Neville menilai pergantian Amorim membuat MU membiarkan pertandingan menggantung tanpa kepastian. Roy Keane memberikan kritik yang lebih tajam usai laga lawan West Ham, menyebut keputusan pergantian itu prematur dan tidak mencerminkan ambisi tim sebesar Manchester United. Di sisi lain, para pendukung di media sosial mempertanyakan alasan Amorim tidak mempertahankan intensitas menyerang ketika tim justru membutuhkan gol kedua untuk mengamankan hasil.

2. Manuel Ugarte dinilai sebagai masalah utama ketika MU gagal menjaga keunggulan

Manuel Ugarte menjadi pusat perhatian dalam perdebatan mengenai keputusan-keputusan Ruben Amorim. Ia lebih sering masuk sebagai pemain yang diharapkan memberikan stabilitas, terutama ketika tim sedang unggul atau berusaha mempertahankan kendali permainan. Namun, data dari berbagai pertandingan menunjukkan pola yang meresahkan ketika MU berulang kali kebobolan tak lama setelah Ugarte masuk.

Dalam pertandingan melawan Tottenham Hotspur, Liverpool, Fulham, dan West Ham United, gol-gol lawan terjadi setelah Ugarte diturunkan. Menurut Football365, MU tidak pernah menang dalam laga Premier League ketika ia berada di lapangan, dengan selisih gol negatif dan sembilan gol yang masuk dalam menit bermain yang relatif sedikit. Kontrasnya terlihat jelas ketika dibandingkan dengan Casemiro, yang hanya berada di lapangan untuk sebagian kecil dari total gol yang masuk musim ini.

Secara taktis, kontribusi Ugarte sering menimbulkan masalah. Ia beberapa kali kalah duel, seperti ketika Wilson Odobert melewatinya dengan mudah dalam proses gol penyama kedudukan Tottenham pada pekan ke-11 Premier League. Kesalahannya membaca garis pertahanan juga membuat Richarlison dalam posisi onside, yang menghasilkan gol kedua Spurs. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengapa Amorim tetap mengandalkannya, terutama ketika performanya tidak memberi efek positif terhadap keseimbangan permainan.

Keputusan Amorim memasukkan Ugarte berulang kali dianggap sebagai bukti, ia lebih terpaku kepada tipe pemain, khususnya ball-winner, daripada efektivitas nyata dalam pertandingan. Para pendukung MU bahkan menganggap Ugarte sebagai beban tim dengan menyebutnya sebagai alasan utama rusaknya momentum tim pada babak kedua. Kombinasi performa yang tidak meyakinkan dan pola kebobolan yang konsisten membuat Ugarte menjadi alasan dari masalah struktural dalam kebijakan pergantian Amorim.

3. Keputusan Amorim tak memasukkan pemain kreatif membuat MU sulit mengontrol laga

Selain keputusan defensif yang bermasalah, kritik lain tertuju pada minimnya keberanian Ruben Amorim memanfaatkan pemain kreatif atau talenta akademi. Kobbie Mainoo menjadi contoh paling jelas. Meski memiliki rekam jejak besar sebagai pencetak gol di final FA Cup 2024 dan menjadi starter Inggris di Euro 2024, Mainoo baru bermain 171 menit musim ini. Dalam beberapa laga yang membutuhkan kontrol, termasuk melawan West Ham United, ia tidak diturunkan meskipun MU kehilangan dominasi di lini tengah.

Minimnya memanfaatkan pemain kreatif itu berdampak langsung pada ritme permainan. Amorim mengandalkan pendekatan keunggulan jumlah pemain bertahan dan transisi cepat, tetapi strategi itu tidak berfungsi ketika tim membutuhkan penguasaan bola lebih lama untuk menahan tekanan lawan. Pergantian defensif merusak struktur serangan, yang membuat MU hanya mengandalkan transisi sporadis tanpa kontrol yang memadai. Ketika pemain seperti Mainoo atau Shea Lacey tetap berada di bangku cadangan, tim kehilangan alternatif untuk mengembalikan keberanian bermain progresif.

Konteks internal klub memperjelas masalah ini. Amorim mengakui, ia hanya memilih pemain yang menurutnya paling siap, terlepas dari status akademi atau tekanan publik. Ia menegaskan, tidak ada jaminan bagi Mainoo atau Lacey untuk mendapat menit bermain, bahkan setelah penyerang seperti Benjamin Sesko dan Matheus Cunha mengalami cedera. Kebijakan ini mempersempit opsi serangan dan mengurangi kemampuan MU untuk menjaga intensitas selama 90 menit penuh.

Implikasi jangka panjang dari keputusan-keputusan seperti ini cukup signifikan. Cedera Sesko membuat beban serangan bertumpu pada kelompok pemain yang sama, sementara minimnya kontribusi pergantian menyebabkan pola kerapuhan yang terus berulang. Ketika tim kehilangan tenaga dan kreativitas pada fase akhir, hasil imbang atau kekalahan dari posisi unggul menjadi risiko yang terus menghantui MU musim ini.

Dua pola besar, yakni pergantian defensif yang terlalu dini dan kurangnya kepercayaan pada opsi kreatif, membentuk gambaran jelas mengenai problem struktural dalam manajemen pertandingan Ruben Amorim. Jika pendekatan ini tidak berubah, MU akan kesulitan menjaga konsistensi dan mempertahankan keunggulan dalam pertandingan-pertandingan krusial.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us

Latest in Sport

See More

11 Pemain Cetak 100 Gol di EPL untuk 1 Klub selain Erling Haaland

06 Des 2025, 14:22 WIBSport