Membedah Peran Krusial Trio Gelandang PSG sebagai Fondasi Tim

Paris Saint-Germain (PSG) menutup 2024/2025 dengan gelar juara Liga Champions Eropa pertama dalam sejarah klub. Klub yang dulu mengandalkan kilauan bintang seperti Lionel Messi, Neymar Junior, hingga Kylian Mbappe, kini bertumpu kepada kerja kolektif dan harmoni taktis. Dunia menyaksikan perubahan besar DNA permainan tim melalui tiga sosok lini tengah, yaitu Vitinha, Joao Neves, dan Fabian Ruiz, yang menjadi jantung dari revolusi ini.
Performa PSG sepanjang musim tak lagi dibangun dari 1–2 momen magis individu. Mereka saat ini menampilkan permainan terstruktur, agresif dalam menekan, dan halus dalam penguasaan bola. Selain sebagai tumpuan dalam menjaga keseimbangan tim, mereka sekaligus mampu mendikte arah permainan dengan presisi tinggi.
1. PSG kini bermain lebih kolektif tanpa sosok sentral pemain bintang
Paris Saint-Germain pada era sebelumnya terlalu bertumpu kepada kemampuan individual para penyerangnya. Lionel Messi, Neymar Junior, dan Kylian Mbappe memang menakutkan di sepertiga akhir, tetapi mereka kerap absen dalam fase nonpenguasaan bola. Ketiganya bukan tipe pemain yang mau bekerja keras menekan lawan yang membuat PSG rentan saat menghadapi tim yang mengandalkan build-up rapi.
Luis Enrique mengubah pendekatan itu secara menyeluruh sejak kedatangannya. Ia menyingkirkan konsep superstar sebagai pusat permainan dan membangun struktur yang lebih kolektif dan fleksibel. Sang pelatih memprioritaskan pemain yang cerdas secara teknis dan disiplin dalam bertahan dan transisi. Di sinilah peran Vitinha, Joao Neves, dan Fabian Ruiz menjadi vital.
Trio ini mewakili antitesis dari era sebelumnya, ketika mereka mengutamakan performa di atas pamor. Ketiganya menghadirkan keseimbangan pada tiap fase permainan, mulai dari membangun serangan, bertahan, hingga transisi menyerang. Hal ini menjadikan lini tengah PSG bukan sekadar fondasi taktis, melainkan juga instrumen dominasi.
2. Luis Enrique memberikan fleksibilitas peran bagi trio gelandang PSG
Vitinha kini menggambarkan simbol kontrol permainan di PSG. Meski sempat diragukan Lionel Messi yang menyindirnya saat sesi latihan, kini dia menjadi pemain yang paling dipercaya Luis Enrique. Ia adalah pengatur tempo tim dengan jumlah umpan terbanyak di Liga Champions musim ini dan akurasi umpan menengah yang luar biasa dengan 44 dari 46 umpan sukses dalam laga final melawan Inter Milan. Gerakan dan posisi Vitinha yang cerdas memungkinkannya mendikte irama permainan, mirip dengan performa Luka Modric pada masa puncaknya.
Joao Neves menghadirkan intensitas dan energi tiada henti. Meski merupakan pemain muda, ia mencatat jumlah tekel tertinggi dalam 1 musim Liga Champions sejak Gennaro Gattuso pada 2008, sebuah pencapaian yang menunjukkan keberanian dan stamina yang luar biasa. Namun, Neves bukan hanya penghancur permainan lawan. Dalam wawancaranya yang dikutip The Athletic, ia menekankan pentingnya menguasai bola di wilayah lawan menjadi cara terbaik untuk bertahan. Pandangannya itu mewakili etos tim yang menggabungkan dominasi teknis dan agresivitas pressing.
Fabian Ruiz, dengan tinggi badan 189 cm, memberi dimensi yang berbeda. Ia merupakan pemain yang bisa menggabungkan kontrol, umpan progresif, dan duel udara. Ia memadukan teknik khas sepak bola Spanyol dengan kemampuan fisik yang mumpuni. Selama Euro 2024 bersama Spanyol, ia menonjol sebagai pemain terbaik dan menjadi bagian dari UEFA Team of the Tournament. Ruiz tak hanya sekadar gelandang bertahan atau menyerang, ia satu paket lengkap penghubung, pencipta, dan stabilisator lapangan.
Hal yang membuat trio ini istimewa adalah kemampuannya untuk bertukar peran secara dinamis. Tidak ada satu pemain pun yang terkungkung dalam peran tetap sebagai nomor 6, 8, atau 10. Enrique merancang sistem yang memungkinkan mereka berpindah posisi secara alami yang menciptakan kebuntuan bagi lawan dalam membangun ruang eksplorasi kreatif saat menyerang.
3. Kemenangan 5-0 atas Inter Milan di final UCL menegaskan dominasi trio gelandang PSG
Final Liga Champions 2024/2025 menjadi panggung utama pembuktian kehebatan lini tengah PSG. Kemenangan 5-0 atas Inter Milan menunjukkan representasi sempurna dari dominasi struktural yang dimotori Vitinha, Joao Neves, dan Fabian Ruiz. Dalam laga itu, Les Parisiens mengendalikan permainan sejak menit pertama hingga akhir dengan penguasaan bola tajam dan intensitas tinggi dalam pressing.
Vitinha memecah blok Inter Milan dengan daya jelajahnya yang menciptakan assist untuk gol ketiga PSG yang mengubah jalannya pertandingan. Neves, dengan determinasi luar biasa, terus menempel playmaker lawan dan menghentikan transisi cepat yang menjadi senjata utama Inter Milan sepanjang musim. Ia melakukan tekel penting dan merebut bola yang kemudian diubah menjadi serangan balik efektif tim.
Sementara itu, Fabian Ruiz tetap berperan sebagai penghubung antarlini yang efisien. Ia mampu membawa bola keluar dari tekanan dan mendistribusikannya ke sisi sayap atau lini depan. Dalam laga tersebut, ia mencatat kontribusi penting bagi proses gol pertama dan terus menjadi elemen krusial dalam build-up PSG. Ruang geraknya yang fleksibel membuat Inter Milan sulit membaca pola permainan PSG yang terus berubah-ubah.
Selain teknik individu yang mumpuni, trio ini juga istimewa karena pemahaman taktis yang hebat serta kemampuan mereka untuk bermain efektif di bawah tekanan. Mereka tidak hanya menjaga ritme, tetapi juga mampu mengubah kecepatan permainan sesuai kebutuhan situasi. Luis Enrique bahkan secara terbuka menyebut Vitinha sebagai pemain terbaik PSG musim ini, sebuah pernyataan yang menunjukkan betapa pentingnya lini tengah ini dalam membentuk identitas baru klub.
PSG kini bukan lagi tim yang menunggu keajaiban dari pemain bintang. Mereka adalah tim yang menciptakan keajaiban melalui sistem dan struktur yang dibangun dari tengah. Dalam laga melawan Inter Milan, mereka menunjukkan dominasi taktik dan koordinasi tim bisa menghasilkan kemenangan historis bukan hanya bagi PSG, tetapi untuk sepak bola Prancis.