Mengapa Mohamed Salah Kini Jadi Masalah bagi Taktik Liverpool?

- Performa menyerang Mohamed Salah menurun drastis dibanding musim sebelumnya, terlihat dari penurunan sentuhan di kotak penalti, jumlah tembakan, dan nilai expected goals (xG) per 90 menit.
- Kepergian Trent Alexander-Arnold memengaruhi produktivitas Salah, karena hubungan keduanya merupakan salah satu koneksi paling produktif di Premier League.
- Kebebasan defensif yang diberikan Arne Slot kepada Mohamed Salah malah menjadi masalah baru, karena ketidakterlibatan Salah dalam fase bertahan membuat sisi kanan Liverpool sering kalah jumlah.
Musim 2025/2026 menghadirkan masalah yang belum pernah dihadapi Liverpool sejak era kebangkitan mereka di bawah Juergen Klopp. The Reds masih bertengger di papan atas English Premier League (EPL) 2025/2026, tetapi ada ironi mencolok ketika Mohamed Salah, yang musim sebelumnya dikenal sebagai mesin gol, kini justru jadi sumber masalah baru. Bagi tim yang pernah hidup dari keajaiban sang bintang Mesir ini, penurunan performanya terasa seperti gangguan tiba-tiba dalam permainan terbaik mereka.
Krisis performa ini bukan sekadar persoalan produktivitas individu, melainkan juga soal bagaimana Liverpool beradaptasi terhadap perubahan besar dalam struktur permainan. Trent Alexander-Arnold, yang dulu kerap dituding sebagai biang masalah pertahanan Liverpool, kini malah menjadi sosok yang sangat dirindukan dalam kreativitas serangan tim. Dalam sistem Pelatih Arne Slot yang menuntut fluiditas dan kerja kolektif tinggi, kontribusi Salah kini tak lagi seimbang antara manfaat dan beban.
1. Aspek menyerang Mohamed Salah menurun drastis dibanding musim sebelumnya
Pada 2025/2026, grafik performa Mohamed Salah menunjukkan penurunan paling signifikan sejak ia datang ke Anfield. Berdasarkan data Opta Analyst, hampir seluruh metrik menyerang pemain asal Mesir ini mengalami kemerosotan. Rata-rata sentuhan di kotak penalti menurun drastis dari 9,6 menjadi 5,5 per 90 menit, sementara jumlah tembakan berkurang dari 3,4 menjadi hanya 2,0. Bahkan, nilai expected goals (xG) per 90 menit turun hampir setengah, dari 0,63 menjadi 0,32, angka yang mencerminkan turunnya kualitas peluang yang ia dapatkan.
Bagi Arne Slot, data ini berarti kehilangan sumber utama daya ledak tim. Pada musim sebelumnya, Salah mencetak 29 gol dan 18 assist dan menjadi motor penggerak gelar juara Premier League Liverpool. Kini, produktivitas itu menyurut, bahkan dalam tujuh laga pertama Premier League, ia hanya mencetak dua gol, salah satunya lewat penalti. Slot menghadapi kenyataan peran ofensif Salah tak lagi seimbang dengan kontribusinya terhadap keseimbangan tim.
Faktor usia tentu tidak bisa diabaikan. Di usia 33 tahun, Salah mulai mengalami penurunan fisik yang membuat intensitas sprint dan efektivitas dribelnya menurun. Tingkat keberhasilan dribel Salah anjlok dari 42,3 persen menjadi hanya 20 persen, yang memperlihatkan bagaimana efektivitasnya dalam duel 1 lawan 1 berkurang tajam. Selain persoalan penyelesaian akhir, berkurangnya aliran bola ke area berbahaya turut mengurangi pengaruhnya di area sepertiga akhir.
2. Kepergian Trent Alexander-Arnold turut memengaruhi produktivitas Mohamed Salah
Menurunnya performa Mohamed Salah tak lepas dari hilangnya sosok yang selama 8 musim menjadi mitra idealnya, Trent Alexander-Arnold. Seperti diungkapkan Sky Sports, hubungan antara keduanya merupakan salah satu koneksi paling produktif di Premier League. Pada 2024/2025, Alexander-Arnold mengirim 147 line-breaking passes kepada Salah, tertinggi di liga dan 36 persen lebih banyak dibanding kombinasi pemain lain. Namun, kepergian sang bek kanan ke Real Madrid membuat arus bola ke Salah tersendat.
Pengganti Alexander-Arnold sejauh ini belum mampu meniru kontribusinya. Jeremie Frimpong dan Conor Bradley, dua nama yang bergantian menempati posisi tersebut, masih belum sinkron dengan pergerakan Salah. Frimpong bahkan belum mencatat satu pun umpan pemecah garis ke arah Salah dalam tiga laga yang ia mainkan. Akibatnya, Salah kini lebih sering menerima bola di area dekat garis tepi kanan, posisi yang lebih mudah dikunci oleh bek lawan dan jauh dari zona berbahaya.
Kelemahan struktural ini dimanfaatkan lawan secara sistematis. Dalam laga pekan ke-7 Premier League 2025/2026, Chelsea sengaja menyerang area antara Salah dan full-back Liverpool, ruang yang dulu aman berkat kombinasi pressing antara Salah dan Alexander-Arnold. Tanpa koordinasi tersebut, sisi kanan Liverpool menjadi titik rawan transisi. Selain kehilangan suplai bola ke depan, Slot juga harus menanggung risiko di belakang, karena ruang kosong itu kini sering dieksploitasi lawan untuk menciptakan peluang.
Dalam konteks ini, penurunan Salah tidak hanya tentang performa individu, tetapi juga hasil dari hilangnya simbiosis taktis yang selama ini menopang permainan Liverpool. Alexander-Arnold bukan sekadar penyedia umpan, ia juga merupakan penjaga ritme yang memungkinkan Salah fokus menyerang tanpa meninggalkan celah besar di belakang. Ketika pola itu hilang, dampaknya terasa di kedua ujung lapangan.
3. Kebebasan defensif yang diberikan Arne Slot kepada Mohamed Salah malah menjadi masalah baru
Salah satu keputusan paling berani Arne Slot adalah memberikan kebebasan defensif kepada Salah. Pelatih asal Belanda itu menilai, kontribusi terbesar sang bintang datang dari efektivitas serangan balik, bukan kerja tanpa bola. Strategi ini sempat sukses pada 2024/2025 ketika Liverpool mendominasi penguasaan bola dan mampu menutup ruang dengan pressing agresif. Namun kini, ketika keseimbangan tim menurun, kebebasan itu berubah menjadi kelemahan yang terlihat jelas pada laga Liverpool akhir-akhir ini.
Menurut analisis BBC, ketidakterlibatan Salah dalam fase bertahan membuat sisi kanan Liverpool sering kalah jumlah, terutama ketika lawan bermain dengan full-back ofensif. Dalam laga melawan Chelsea, 39 persen serangan lawan datang dari sisi kanan pertahanan Liverpool, area di mana Salah tidak turun membantu Jeremie Frimpong. Situasi ini disebut sebagai masalah kecil yang berdampak besar terhadap stabilitas tim.
Pandangan serupa datang dari Wayne Rooney, yang secara terbuka mempertanyakan etos kerja Salah. Ia menilai, ketika Salah tidak mencetak gol, kontribusinya terhadap tim menjadi sangat terbatas. Rooney bahkan menyarankan agar Slot memindahkan Salah ke posisi lebih sentral untuk mengurangi tanggung jawab defensifnya dan menjaga keseimbangan di sayap. Kritik tersebut memperkuat kesan keberadaan Salah kini menimbulkan dilema antara mempertahankan daya serang atau menjaga struktur permainan.
Arne Slot sendiri tampak menyadari hal itu. Dalam laga Liga Champions Eropa 2025/2026 melawan Galatasaray, ia mencadangkan Salah untuk pertama kalinya dalam pertandingan penting dengan alasan rotasi. Namun, keputusan tersebut dibaca publik sebagai sinyal sang pelatih mulai memikirkan skenario permainan tanpa bergantung sepenuhnya kepada Salah.
Slot juga menghadapi masalah keseimbangan pressing. Florian Wirtz, Alexander Isak, Hugo Ekitike, dan Cody Gakpo, belum mampu meniru intensitas yang dulu dibangun oleh kombinasi Luis Diaz dan Dominik Szoboszlai. Ketika pressing tak lagi seragam, ruang di sekitar Salah makin terekspos dan sistem Slot yang kehilangan bentuk idealnya.
Liverpool kini berada dalam dilema antara mempertahankan pahlawan klub dan kebutuhan taktis baru. Mohamed Salah tetap menjadi ikon, tetapi jika masih ingin mengandalkannya, maka Arne Slot harus mencari cara baru untuk mengoptimalkan kontribusi sang penyerang.