Nasib Luton Town yang Makin Suram di Championship 2024/2025

Intinya sih...
- Luton Town terdegradasi dari English Premier League dan kini berjuang di EFL Championship 2024/2025.
- Kegagalan tim dalam pertandingan, performa buruk awal musim, dan kebobolan banyak gol menjadi masalah utama.
- Kehilangan pemain inti seperti Ross Barkley dan Chiedozie Ogbene memaksa manajemen untuk merekrut penggawa baru.
Luton Town tengah mengahadapi situasi sulit pada 2024/2025. Setelah tak mampu bertahan di English Premier League 2023/2024, kini mereka terseok-seok di kasta kedua, EFL Championship 2024/2025. Dengan waktu yang semakin menipis, mereka dituntut untuk segera menemukan momentum untuk bangkit.
Situasi tersebut membuat Luton Town harus kehilangan ambisi untuk kembali ke kasta teratas. Bertahan di Championship kini menjadi target yang realistis bagi sang juara Carabao Cup 1987/1988 tersebut. Jika tidak, mereka bisa saja mengikuti jejak Charlton Athletic dan Blackpool yang tak mampu bertahan lama di Championship setelah sebelumnya terdegradasi dari kasta teratas.
1. Luton Town degradasi dari EPL 2023/2024 bersama dua tim promosi lainnya
Berstatus sebagai tim promosi bersama Burnley dan Sheffield United di Premier League 2023/2024, Luton Town tak mampu berbuat banyak. Rob Edwards yang bertindak sebagai nakhoda gagal membawa timnya tampil kompetitif. Bersama dua tim promosi lainnya, mereka dipaksa turun kasta setelah hanya finis di peringkat ke-18 dengan torehan 29 poin dari hasil 6 menang, 8 imbang, dan 24 kalah.
Awal musim yang buruk menjadi catatan negatif bagi The Hatters di ajang tersebut. Mereka selalu menelan kekalahan dalam lima laga pertama. Sempat membuat kejutan dengan meraih kemenangan telak 4-0 atas Brighton & Hove Albion pada pertengahan musim, mereka kembali inkonsisten pada laga-laga berikutnya.
Produktivitas gol sejatinya bukan menjadi masalah bagi The Hatters. Dengan total mencetak 52 gol, mereka lebih unggul dari Wolverhampton Wanderers yang finis di peringkat ke-14. Namun, hal itu tak diimbangi dengan pertahanan yang kokoh. Tim besutan Rob Edwards menjadi tim paling rapuh kedua dengan kebobolan 85 gol.
2. Meski turun kasta, manajemen perpanjang kontrak Rob Edwards sebagai manajer
Kegagalan untuk bertahan di kasta teratas membuat Luton Town harus rela kehilangan beberapa pemain inti. Ross Barkley, salah satu otak permainan di lini tengah, memutuskan untuk angkat kaki dari Kenilworth Road dan bergabung dengan Aston Villa. Pemain andalan di lini serang, Chiedozie Ogbene, juga memilih pergi setelah direkrut oleh Ipswich Town.
Dana yang didapat dari penjualan beberapa pemain kemudian digunakan oleh manajemen untuk memboyong beberapa penggawa baru. Mark McGuinness menjadi rekrutan termahal setelah diboyong dari Cardiff City dengan nilai transfer sebesar 11,7 juta euro atau Rp211 miliar. Kedatangannya diharapkan mampu membuat lini pertahanan makin solid.
Di sisi lain, kegagalan di Premier League 2023/2024 tak membuat manajemen mengakhiri kerja sama dengan Rob Edwards. Bahkan, pihak klub memutuskan untuk memperpanjang kerja sama yang berlaku hingga 2028 mendatang. Ia dinilai sebagai sosok yang tepat untuk membawa The Hatters kembali ke kasta teratas.
3. Luton Town terjebak di papan bawah Championship 2024/2025
Berbekal komposisi skuad yang banyak diisi pemain lama, Luton Town berambisi untuk tampil impresif di Championship 2024/2025 dan meraih satu tiket promosi ke kasta teratas. Namun, harapan tersebut jauh dari kenyataan. Alih-alih naik kasta, kini bertahan di Championship menjadi target yang realistis bagi The Hatters. Sebab, hingga pekan ke-38 atau per 19 Maret 2025, mereka berada di peringkat ke-23 dengan torehan 35 poin, hanya unggul 2 poin dari Plymouth di peringkat terbawah.
Luton Town memulai kompetisi dengan performa buruk. Mereka tak mampu meraih kemenangan dalam empat laga pertama. Penampilan buruk kembali ditunjukkan pada awal paruh kedua hingga akhirnya manajemen memutuskan untuk memecat Rob Edwards setelah empat kekalahan beruntun pada pekan 23 hingga 26.
Namun, langkah yang diambil pihak klub untuk mengganti pelatih belum berbuah manis. Sebaliknya, The Hatters makin terjerumus ke zona degradasi. Matt Bloomfield yang datang untuk menggantikan Edwards tak mampu berbuat banyak.
4. Ketatnya persaingan Championship telah dirasakan Charlton Athletic dan Blackpool
Sepak bola Inggris memang dikenal dengan kompetisi yang ketat. Status sebagai tim yang turun kasta dari Premier League memang membuat Luton Town di atas kertas lebih diunggulkan di Championship. Namun, performa di atas lapangan menjadi pembuktian bagi masing-masing tim.
Sebelum Luton Town, Charlton Athletic telah merasakan begitu cepatnya perputaran roda sepak bola Inggris. Setelah sempat turun kasta dari Premier League pada 2007, mereka dipaksa turun ke kasta ketiga, League One, dua musim berikutnya. Pada 2024/2025 ini, juara FA Cup 1946/1947 tersebut masih berjuang di kasta ketiga.
Tak berbeda jauh dengan Charlton Athletic, Blackpool juga pernah merasakan hal serupa. Tiga musim setelah turun kasta dari Premier League pada 2011, mereka terdegradasi ke League One. Kini, mereka juga masih bertarung di kasta ketiga.
Luton Town terancam kembali ke League One. Padahal, mereka sempat menunjukkan progres yang positif selama beberapa musim terakhir. Setelah sempat meraih gelar juara League One 2018/2019, mereka meraih satu tiket promosi ke Premier League dengan finis di papan atas Championship 2022/2023.