Real Madrid di Titik Krisis Jelang Melawan Man City di UCL 2025/2026

- Real Madrid kehilangan identitas permainan dan terlalu bergantung pada Mbappe
- Badai cedera dan masalah disiplin memperparah situasi klub
- Xabi Alonso dihadapkan dengan dilema taktis jelang laga melawan Manchester City
Real Madrid tengah dalam situasi runyam di LaLiga Spanyol 2025/2026 dengan deretan hasil buruk yang menunjukkan betapa drastis anjloknya performa mereka. Tim asuhan Xabi Alonso hanya meraih 1 kemenangan, 3 keimbangan, dan 1 kekalahan dalam 5 pertandingan terakhir, sebuah tren yang memicu kritik tajam dari media dan publik. Kekalahan 0-2 dari Celta Vigo di Santiago Bernabeu pada Senin (08/12/2025) dini hari WIB menjadi pukulan terbesar yang menegaskan adanya masalah struktural, taktis, dan mental sekaligus.
Situasi klub makin mengkhawatirkan karena tekanan datang dari berbagai sisi, mulai dari performa permainan yang tidak meyakinkan, badai cedera pemain, hingga dinamika ruang ganti yang goyah. Alonso mencoba mempertahankan visi taktisnya, tetapi keterbatasan penggawa dan ketidakharmonisan internal membuat implementasinya tersendat. Menjelang laga melawan Manchester City pada matchday ke-6 Liga Champions Eropa (UCL) 2025/2026, Real Madrid berdiri di persimpangan antara memulihkan momentum atau jatuh ke krisis yang lebih dalam.
1. Real Madrid tak punya identitas permainan yang jelas hingga ketergantungan kepada Kylian Mbappe
Real Madrid hanya meraih 1 kemenangan dalam 5 laga terakhir LaLiga Spanyol, dan tren tersebut membuat mereka kehilangan posisi puncak klasemen usai unggul lima poin atas Barcelona. Dilansir The Times, performa Los Blancos kini mengundang kritik pedas dari media Spanyol yang menilai “El Real Madrid no juega nada”, sindiran yang menunjukkan tim tak memiliki identitas permainan yang jelas. Keluhan tersebut konsisten dengan realitas lapangan, ketika Madrid gagal mendominasi pertandingan dan kehilangan arah permainan pada berbagai fase laga.
Xabi Alonso belum berhasil menerapkan model permainan berbasis pressing tinggi dan transisi cepat seperti yang ia terapkan dengan brilian bersama Bayer Leverkusen. Madrid kesulitan membangun struktur permainan yang terorganisasi, terutama karena kekurangan figur dirigen di lini tengah setelah kepergian Luka Modric dan Toni Kroos. Para pengganti seperti Jude Bellingham, Aurelion Tchouameni, Eduardo Camavinga, dan Federico Valverde memang menawarkan intensitas serta dinamika, tetapi tidak mampu menghadirkan kontrol ritme yang dibutuhkan dalam model Alonso.
Ketergantungan besar terhadap Kylian Mbappe memperburuk situasi tersebut, dengan mencetak 23 dari 41 gol yang dimiliki Madrid musim ini. Statistik ini menunjukkan, efektivitas lini serang Madrid terlalu bergantung kepada satu pemain, sehingga membuat permainan mudah diprediksi ketika Mbappe buntu. Pertandingan melawan Celta Vigo memperlihatkan secara gamblang inkonsistensi ini, ketika Madrid gagal memanfaatkan peluang dan justru runtuh secara mental setelah mendapatkan dua kartu merah.
Dampak kekalahan tersebut terasa signifikan karena sorakan muncul dari publik Santiago Bernabeu, yang menggambarkan masalah yang lebih sistemik. Media Spanyol dan Inggris kembali mempertanyakan arah proyek Alonso, sementara perbandingan dengan momen-momen krisis pada era pelatih sebelumnya kembali mencuat. Situasi ini membuat beban Alonso kian berat, terlebih dengan jadwal yang menuntut respons cepat menghadapi Manchester City.
2. Badai cedera ditambah ruang ganti yang tak kondusif membuat situasi Real Madrid kian pelik
Lini pertahanan Real Madrid berada pada titik kritis setelah serangkaian cedera menimpa hampir seluruh pemain belakang utama. Eder Militao mengalami cedera hamstring yang berpotensi membuatnya absen hingga 3 bulan yang tentunya sangat merugikan mengingat dirinya merupakan bek terbaik tim saat ini. Cedera ini menyusul absennya Dani Carvajal, Trent Alexander-Arnold, Dean Huijsen, David Alaba, dan Ferland Mendy, sehingga praktis hanya beberapa bek senior yang tersedia.
Tekanan makin bertambah di LaLiga karena Fran Garcia dan Alvaro Carreras dihukum larangan bermain setelah dua kartu merah beruntun melawan Celta Vigo. Garcia menerima dua kartu kuning secara cepat, sementara Carreras diusir akibat hinaan terhadap wasit pada menit akhir. Kondisi ini menunjukkan hilangnya kontrol emosional tim dalam pertandingan yang berjalan alot, dan menambah panjang daftar masalah disiplin Madrid musim ini.
Kondisi ruang ganti juga tidak sepenuhnya solid karena hubungan antara Xabi Alonso dan Vinicius Junior mengalami ketegangan. Insiden ketika Vinicius tidak menyebut nama Alonso dalam permintaan maaf setelah El Clasico mengisyaratkan jarak emosional antara pemain bintang dan pelatih. Menurut The Athletic, beberapa pemain dikabarkan merasa metode Alonso terlalu kaku dan tidak sesuai dengan karakter skuad, sementara sebagian pemain lain tetap memberikan pembelaan terhadap pelatih. Hal ini menciptakan dua kubu yang membuat suasana ruang ganti menjadi kurang stabil.
Sumber-sumber internal menyoroti besarnya pengaruh player power di Madrid sebagai salah satu elemen yang turut membentuk dinamika ruang ganti tersebut. Kylian Mbappe, Vinicius, dan Jude Bellingham memiliki pengaruh besar serta kepentingan komersial yang membuat penanganan personal lebih rumit. Para pemain besar ini tidak hanya memengaruhi suasana tim, tetapi juga struktur hierarki internal klub, yang membuat tugas Alonso lebih kompleks di tengah sorotan publik yang meningkat.
3. Xabi Alonso dihadapkan dengan dilema taktis jelang laga melawan Manchester City
Real Madrid akan menghadapi Manchester City pada matchday keenam Liga Champions 2025/2026 dengan kondisi skuad yang jauh dari ideal. Mereka sebelumnya memenangkan 4 dari 5 laga UCL, tetapi kekalahan atas Liverpool menunjukkan masalah mendasar pada kontrol tempo dan keseimbangan struktur permainan. Xabi Alonso kini menghadapi dilema besar dalam mengatur strategi, apakah tetap memaksakan kontrol bola dengan pressing tinggi atau memilih pendekatan yang lebih pragmatis.
Absennya sejumlah bek utama membuat Alonso hampir dipastikan harus menurunkan duet darurat Antonio Ruediger dan Raul Asencio sebagai bek tengah utama. Federico Valverde kemungkinan kembali mengisi posisi bek kanan, sementara Eduardo Camavinga kembali ke peran darurat di sisi kiri. Konfigurasi darurat ini menghadirkan risiko besar dalam membangun permainan dari belakang serta membuka ruang antarlini yang bisa dieksploitasi Manchester City, tim yang sangat efektif menyerang ruang-ruang tersebut.
Dalam konteks taktis, Alonso memiliki dua pilihan ekstrem. Ia bisa mempertahankan ide utama berupa pressing agresif dan transisi vertikal, meski risikonya sangat tinggi karena struktur tim tidak stabil. Alternatifnya, ia bisa kembali menggunakan pendekatan direct play yang sempat berhasil saat menghadapi Athletic Bilbao, dengan memaksimalkan pergerakan diagonal Kylian Mbappe dan Vinicius Junior dari lini kedua. Pendekatan kedua mungkin lebih aman, tetapi berpotensi dianggap sebagai kompromi terhadap filosofi awalnya.
Faktor mental turut berpengaruh signifikan karena Alonso meminta tim segera bangkit dan melupakan kekalahan dari Celta Vigo. Pertandingan ini dapat menjadi referendum bagi masa depan Alonso, sebagaimana disorot beberapa media. Manchester City sendiri tampil lebih direct musim ini, sehingga duel ini kemungkinan berubah menjadi pertarungan efisiensi dan transisi, bukan sekadar adu penguasaan bola. Jika Madrid gagal menunjukkan identitas dan stabilitas, tekanan terhadap Alonso bisa mencapai puncaknya dan mempercepat eskalasi masalah internal seperti kontrak Vinicius dan evaluasi manajemen terhadap arah proyek ini.
Hasil melawan Manchester City akan sangat menentukan apakah Real Madrid mampu keluar dari krisis atau justru terperosok lebih jauh dalam ketidakpastian. Dalam situasi yang serbagenting ini, respons taktis dan psikologis yang tepat menjadi satu-satunya jalan untuk memulihkan stabilitas tim.


















