Socrates: Antara Sepak Bola dan Perlawanan Terhadap Diktator

#WorldCup2018 Mengenang Socrates sang legenda Brasil

Jakarta, IDN Times - Kontradiksi. Barangkali ini adalah deskripsi yang pas untuk legenda sepak bola Brasil, Socrates. Ia keras kepala dan bandel. Namun, ia punya kepemimpinan yang baik. Ia mendapatkan gelar dokter, tapi menyukai rokok dan alkohol. Inilah sosok pemain yang kerap kali disebut sebagai jenius sepak bola meski tak banyak meraih juara.

1. Socrates adalah kapten Brasil saat Piala Dunia 1982

Socrates: Antara Sepak Bola dan Perlawanan Terhadap DiktatorThe Guardian

Nama Socrates mungkin tak seterkenal Pele. Namun, karakternya di luar dan dalam lapangan membuatnya unik. Lahir pada 19 Februari 1954, Socrates Brasileiro Sampaio de Souza Vieira de Oliveira adalah anak dari seorang petugas pajak.

Socrates menghabiskan banyak waktunya bermain untuk Corinthians dan merupakan salah satu gelandang terbaik dalam sejarah Brasil. Dijuluki "otaknya timnas Brasil" karena kecerdasan dan visi bermainnya di lapangan, pelatih Tele Santana menunjuknya sebagai kapten saat Piala Dunia 1982. Sayangnya, tim Samba harus tunduk dari Italia di fase grup.

2. Ia memilih sepak bola daripada menjadi dokter

Socrates: Antara Sepak Bola dan Perlawanan Terhadap DiktatorFIFA Museum

Sebelum menjadi pemain sepak bola profesional, Socrates terlebih dulu belajar ilmu kedokteran. Ia akan meninggalkan latihan jika jadwal yang ada bentrok dengan jam kuliah. Namun, pada akhirnya Socrates tetap memilih untuk berkarir sebagai pemain sepak bola.

Selain di Corinthians, ia pernah menjajal satu musim bermain di Serie A, tapi tidak berjalan baik karena karakternya yang sulit untuk disiplin. Ia kemudian kembali lagi ke Brasil dan sempat bermain juga untuk Flamengo serta Santos.

3. Socrates bukan tipikal pemain sepak bola yang mudah patuh pada aturan

Socrates: Antara Sepak Bola dan Perlawanan Terhadap DiktatorPacific Standard

Socrates mudah dikenali. Rambutnya keriting dan dibiarkan agak panjang. Jenggot tebalnya merupakan salah satu ciri khas. Tatapannya serius ketika di lapangan. Namun, penggemar Che Guevara, Fide Castro dan John Lennon itu sebenarnya pencinta kebebasan dan tak terlalu baik dengan aturan.

Ia dikenang sebagai pesepak bola jenius yang tak perlu berlatih terlalu keras. Sepanjang karirnya di klub, ia mampu mencetak 172 gol dalam 297 pertandingan. Di timnas, ia bermain sebanyak 66 kali dan mampu menyarangkan 22 gol.

Hampir semua dilakukannya tanpa mengikuti prosedur ketat yang harus dilakoni atlet profesional. Ia mampu menghabiskan dua bungkus rokok per hari. Ditambah lagi dengan kegemarannya minum bir. "Aku merokok, aku minum dan aku berpikir" adalah salah satu kalimatnya yang paling terkenal.

4. Socrates menyebut golnya di Piala Dunia lawan Uni Soviet sebagai "sebuah orgasme"

Socrates: Antara Sepak Bola dan Perlawanan Terhadap DiktatorFourFourTwo

Berdasarkan buku Doctor Socrates yang ditulis oleh jurnalis olahraga, Andrew Downie, pemain bernomor punggung delapan itu sempat memutuskan berhenti merokok dan minum alkohol menjelang Piala Dunia 1982. Itu karena Socrates mengaku siap memberikan segalanya bagi kemenangan Brasil.

Golnya di turnamen itu datang ketika melawan Uni Soviet. Banyak komentator menilai itu adalah gol terbaik selama Piala Dunia 1982. Bagi Socrates, ada definisi khusus untuk gol di turnamen istimewa itu. "Bukan. Bukan sebuah gol. Itu adalah sebuah orgasme tiada henti. Itu tak terlupakan."

5. Di berbagai kesempatan, Socrates tak sungkan menunjukkan pendapat politiknya

Socrates: Antara Sepak Bola dan Perlawanan Terhadap DiktatorFIFA Museum

Selain gaya bermainnya yang elegan, kemampuannya mencetak gol, dan karakternya yang eksentrik, Socrates juga dikenal dengan keterbukaannya dalam mengungkapkan pendapat politik. Misalnya adalah melalui ikat kepala.

Dalam beberapa pertandingan, ia tampak memakai ikat kepala dengan tulisan seperti "México sigue en pie" yang berarti "Meksiko tetap berdiri tegak". Ini untuk mendukung Meksiko yang baru diguncang gempa dahsyat pada 1985. Tulisan seperti "Ya kepada cinta, tidak kepada teror" juga pernah menghiasi ikat kepalanya.

Barangkali yang lebih ekstrem adalah sikapnya yang anti terhadap pemerintahan otoriter di Brasil. Ia berulang kali ikut turun ke jalan untuk memprotes junta militer pada 1970-an hingga 1980-an. Socrates pun membuat gerakan bernama Corinthians Democracy yang tak hanya memprotes perlakuan pemerintah terhadap pesepak bola, tapi juga menuntut demokrasi di Brasil.

Socrates bahkan pernah bergabung bersama mantan presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, untuk menyuarakan pendapat politiknya. "Bermain sepak bola adalah sikap politik dan pemain Brasil kurang mendapat pendidikan atau memiliki keinginan untuk memanfaatkan kekuatan besar mereka," kata Socrates suatu kali.

6. Waktunya menghembuskan nafas terakhir sesuai dengan keinginannya

Socrates: Antara Sepak Bola dan Perlawanan Terhadap DiktatorFIFA

Pada 2011, ia meninggal di usia 57 tahun tepat di hari Minggu ketika Corinthians memenangkan gelar juara liga untuk pertama kali setelah enam tahun. Ini sesuai dengan keinginan yang ia pernah sampaikan dalam wawancara dengan Sabotage Times. Saat itu ia berkata,"Aku ingin mati di hari Minggu saat Corinthians memenangkan trofi."

Baca Juga: 4 Kisah Heroik Pemain Bola yang Wajib Kamu Tahu

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya