Serunya Puasa 17 Jam Pemain Indonesia di Bosnia

Banyak tantangannya, mulai dari kultur sampai waktu puasa

Jakarta, IDN Times - Pemain Indonesia yang bermain bersama FK Sloboda Tuzla, Miftah Anwar Sani, telah menjalani puasa selama hampir sebulan di Bosnia. Banyak cerita menarik yang dialami oleh Miftah selama berpuasa di sana dan menjalani kehidupannya sebagai pemain profesional.

Miftah mengakui, berpuasa di Bosnia harus pintar dalam mengatur asupan makanan. Sebab, jam puasa di Bosnia lebih lama ketimbang Indonesia yang cuma 13 jam.

"Kalau di Bosnia, puasanya 17 jam. Lumayan lama. Makanya harus pintar mengatur asupan makanan. Kalau makan nasi kan cepat lapar. Jadi diatasi dengan roti, pasta, ya saya tambah saja porsinya," kata Miftah kepada IDN Times.

Baca Juga: Miftah Anwar Sani, dari Persita hingga Tembus Kompetisi Eropa

1. Terbantu iklim

Serunya Puasa 17 Jam Pemain Indonesia di BosniaInstagram @miftahanwarsani / Pemain Indonesia di FK Sloboda Tuzla, Miftah Anwar Sani

Iklim di Bosnia yang lebih sejuk juga membuat Miftah terbantu. Setidaknya, dia jadi tak cepat haus saat harus menjalani ibadah puasa bersamaan dengan kewajibannya berlatih serta bermain.

Dengan demikian, Miftah menegaskan ibadah puasanya berjalan lancar, tak ada yang bolong satu pun.

"Ya, itu sangat membantu jadi tak gampang haus, sejuh ke arah dingin kan. Pelatih sih tahu saya puasa. Karena, ada juga beberapa pemain yang puasa pula," terang Miftah.

2. Kultur yang beda jadi tantangannya

Serunya Puasa 17 Jam Pemain Indonesia di BosniaMiftah Anwar Sani. (Dok. Persita).

Kendala Miftah selama ini hanyalah kultur yang berbeda di Bosnia. Meski komunitas muslim di Bosnia cukup besar, namun restoran hingga kedai kopi buka seperti hari normal.

Maka dari itu, suasana ramadan di Bosnia terasa seperti hari biasa. Tak ada yang spesial, dijelaskan oleh Miftah.

"Kultur yang beda, selain jam puasa lebih lama. Lingkungan di Indonesia kan mendukung. Tapi, kalau di sini, kedai kopi dan restoran buka. Lihat orang-orang minum kopi pagi hari. Ada sih yang puasa, lumayan banyak muslimnya, sekitar 40 sampai 50 persen. Tapi, situasinya seperti normal. Jadi, itu tantangannya," ujar Miftah.

3. Tak bisa tarawih ke masjid selama pandemik COVID-19

Beribadah selama ramadan juga cukup terbatas di Bosnia. Miftah tak bisa menjalankan salat tarawih di masjid, karena memang ada jam malam yang diberlakukan selama pandemik COVID-19.

Selain itu, jarak masjid dengan kediaman Miftah cukup jauh. Sedangkan, jam buka puasa di Bosnia adalah pukul 20.00.

"Magrib baru jam 8 malam. Isya sudah jam 9 malam. Ada pembatasan aktivitas, masuknya jam 9 malam. Jadi, saya tak bisa ke luar rumah buat salat tarawih. Sahur pun saya beli. Pulang latihan, beli makanan buat buka dan sahur. Saya tak bisa masak, cuma goreng telur. Oh iya, sama masak mi," terang pria 25 tahun tersebut.

Baca Juga: Arhur Irawan Dipanggil Masuk Timnas Indonesia, Warganet Heboh

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya