Nintendo Switch merupakan konsol yang cukup sukses, dengan jumlah penjualan mencapai 32 juta unit sejauh ini, mengalahkan Wii U. Switch dibangun sebagai konsol hybrid, yang menggabungkan fungsionalitas konsol rumahan dan genggam.
Penggantinya sekaligus adiknya – Nintendo Switch Lite, baru saja dirilis dan datang dengan ukuran yang lebih kecil serta fokus untuk penggunaan sebagai konsol genggam. Lantas hal baik apa yang dimiliki Switch Lite? Apa saja kekurangannya?
Sebagai varian Lite, Switch Lite tentu memiliki harga yang ekonomis. Switch dibanderol di harga US$200 atau sekitar Rp2,8 juta alias US$100 (atau sekitar Rp1,4 juta) lebih murah ketimbang Switch biasa.
Harga yang dipatok untuk Switch Lite itu tergolong murah dan terjangkau terutama jika dibandingkan konsol genggam lainnya. Menarik untuk melihat apakah Switch Lite nantinya juga akan mendapatkan paket bundle ekstra game, seperti yang ditawarkan oleh Switch biasa.
Fokus terhadap fungsionalitas genggam membuat Switch Lite unggul di atas Switch biasa, terutama untuk kasus dibawa bepergian. Switch biasa memiliki komponen terpisah seperti JoyCon misalnya, yang berpotensi untuk hilang atau semacamnya.
Sementara Switch Lite, mengusung desain all-in-one, sehingga tidak ada kekhawatiran akan kehilangan komponennya. Di samping itu, ukuran yang lebih kecil juga membuat Switch Lite menjadi lebih ringan, ringkas dan mudah untuk dibawa ke mana-mana.
Switch biasa datang dengan tombol arah baru, yang bagi banyak orang terasa kurang nyaman. Untungnya, tombol ini resmi dihilangkan di Switch Lite dan digantikan dengan tombol D-Pad tradisional.
Secara fungsional dan kenyamanan, tombol D-Pad jauh lebih baik dan intuitif. Ini juga membuat Switch Lite menjadi jauh lebih nyaman ketika diajak bermain berbagai game lawas. Kendati demikian, Switch biasa masih mempunyai opsi untuk menggunakan D-Pad lewat Pro Controller, yang dijual secara terpisah.
Pengguna Switch biasa pasti paham betul bahwa daya tahan konsol mereka tidaklah mengesankan. Ini menjadi masalah banyak konsol portable/genggam, yang untungnya dibenahi di Switch Lite.
Dengan ukuran layar yang lebih kecil dan beberapa fitur yang dikurangi, konsumsi daya dari Switch Lite menjadi lebih minim, yang artinya daya tahan baterai yang lebih baik. Nintendo menyebut bahwa Switch Lite bisa bertahan hingga 30 persen lebih lama ketimbang Switch biasa.
Salah satu kelebihan Switch biasa adalah komponen-komponennya seperti JoyCon yang bisa dikustomisasi. Sayangnya, kelebihan ini tidak dibawa oleh Switch Lite karena tidak adanya komponen terpisah.
Switch Lite memang datang dengan tiga varian warna dan satu varian bertema khusus, namun ketika berbicara mengenai ‘mix-n-match’ komponen seperti JoyCon, Switch Lite tidak didukung dengan itu. Karenanya, Switch Lite jadi konsol yang kurang tepat bagi mereka yang suka utak atik penampilan konsol.
Perbedaan US$100 (Rp1,4 juta) diantara Switch Lite dan Switch biasa termasuk sangat signifikan. Namun, ketika mulai membeli aksesori tambahan, Switch Lite bisa jadi lebih mahal ketimbang Switch biasa.
JoyCon misalnya, kontroler mungil nan unik untuk Switch ini, satu set-nya dibanderol di kisaran US$60 hingga US$80. Dan jangan lupa, JoyCon juga membutuhkan dock charger yang harganya sekitar US$30. Jika ditotal, semua aksesoris tersebut bisa melambungkan biaya Switch Lite melampaui Switch biasa.
Apa yang membuat Switch unik adalah kemampuannya untuk digunakan sebagai konsol rumahan dan konsol genggam. Switch dapat dikoneksikan ke TV untuk pengalaman yang lebih imersif, namun sayangnya, fitur ini ditiadakan di Switch Lite.
Demi menekan harga menjadi lebih murah, Nintendo memutuskan untuk memotong fitur ‘konek ke TV’ dari Switch Lite. Keputusan ini menjadikan Switch Lite sebagai konsol yang secara penuh ditujukan untuk kebutuhan gaming genggam.
Demikian tadi ulasan mengenai hal terbaik dan terburuk dari Nintendo Switch Lite. Bagaimana, masih tertarik untuk membeli Switch Lite?