[REVIEW] Dragon Ball Z: Kakarot—Lebih Indah dari sebelumnya

Layak dimainkan oleh penggemar Dragon Ball

Bagi kalangan milenial dan gen X, mendengar judul Dragon Ball mungkin sudah mengundang perasaan nostalgia tersendiri. Pasalnya, manga dan anime yang muncul sejak 1980-an ini masih saja eksis, bahkan tampil lebih baik pada era modern. Serial manga Dragon Ball awalnya dibuat oleh Akira Toriyama, seniman dan penulis asal Jepang yang juga sukses merilis Blue Dragon dan Fox Tale.

Nah, pada 12 Januari 2023 lalu, CyberConnect2 bersama dengan Bandai Namco telah sukses merilis Dragon Ball Z: Kakarot versi next gen untuk konsol terbaru, yakni PS5 dan Xbox Series X/S. Judul ini sebetulnya pernah muncul secara global pada 2020 dan menjadi salah satu game Dragon Ball di PS4 dan PC yang paling diantisipasi saat itu meskipun tidak terlalu memesona.

Jadi, apakah Dragon Ball Z: Kakarot versi port dan remastered ini sanggup melambungkan kembali kisah Goku, Vegeta, Gohan, dan Piccolo? Well, gak ada salahnya kamu menyimak review Dragon Ball Z: Kakarot terbaru sebelum memainkannya.

1. Kisah kompleks tentang bangsa Saiyan

[REVIEW] Dragon Ball Z: Kakarot—Lebih Indah dari sebelumnyaDragon Ball Z: Kakarot tentu juga akan berkutat pada kisah bangsa Saiyan. (dok. CyberConnect2/Dragon Ball Z: Kakarot)

Penggemar Dragon Ball pasti tahu kalau bangsa atau ras Saiyan (atau Saiya) merupakan salah satu kelompok makhluk terkuat di alam semesta. Mereka selalu berlatih dan bertarung sehingga tak jarang bisa menghancurkan planet di jagat raya ini. Apakah ras Saiyan itu jahat atau tidak, semuanya bergantung pada penilaian masing-masing penggemar.

Namun, di luar itu semua, Goku masih dapat membuktikan bahwa tidak semua bangsa Saiyan itu bersifat penghancur. Setidaknya, ketika dibesarkan dengan cara-cara yang baik dan penuh cinta, mereka juga akan tumbuh sebagai seorang Saiyan yang normal layaknya manusia baik lainnya.

Nah, dalam Dragon Ball Z: Kakarot juga pastinya selalu bersinggungan dengan kisah bangsa Saiyan yang kompleks dan punya masa lalu kelam. Kita bisa mengambil contoh dalam game ini, ada seorang Saiyan bernama Raditz datang ke Bumi dan mengaku sebagai saudara Goku. Raditz sendiri memang menjadi antagonis dalam banyak serial Dragon Ball Z, baik manga maupun anime.

Dalam game ini, Raditz ingin memastikan bahwa Goku sudah memusnahkan manusia di Bumi. Namun, seperti yang kita tahu bahwa Goku malah menjadi sosok protagonis yang melindungi manusia dan Bumi dari kejahatan. Dengan model cerita macam ini, penggemar Dragon Ball juga pastinya langsung paham karena Dragon Ball Z: Kakarot memang menyadur kisah orisinal dari Goku setelah ia menikah dengan Chichi.

Yup, itu artinya, gamer akan mengikuti kisah Goku dewasa yang sudah mapan secara emosional dan skill. Di mata penulis, kisah dan narasi pada era Goku dewasa memang lebih enak untuk diikuti. Sosok-sosok kuat, macam Buu, Frieza, Grand Minister, Broly, Jiren, dan Beerus, telah mendapatkan porsinya secara imbang dalam manga dan anime.

Jadi, layaknya manga dan anime yang sudah kita nikmati sebelumnya, Dragon Ball Z: Kakarot juga bakal berkutat pada petualangan Goku dan kawan-kawan dalam menumpas kejahatan untuk melindungi Bumi. Sebetulnya kamu gak perlu mengikuti setiap seri manga dan anime untuk mengetahui cerita dalam game ini. Dragon Ball Z: Kakarot masih sangat mudah diikuti dan narasi yang ditampilkan developer juga sudah membumi.

2. Luas dan eksploratif, tapi tidak dibuat secara maksimal

[REVIEW] Dragon Ball Z: Kakarot—Lebih Indah dari sebelumnyaDragon Ball Z: Kakarot memiliki peta yang cukup luas untuk dijelajahi. (dok. CyberConnect2/Dragon Ball Z: Kakarot)

Apa yang penulis suka dalam game ini adalah map atau peta yang cukup luas dan eksploratif. Beberapa detail akan terlihat berbeda ketika kita memainkannya di PS5. Versi PS5 dan Xbox Series X/S memang menampilkan kualitas visual yang lebih indah meskipun sebagian besarnya bisa dikatakan mirip.

Sayangnya, developer sepertinya tidak memberikan sentuhan maksimal pada dunia atau peta yang ada dalam semesta Dragon Ball Z: Kakarot. Penulis juga cukup heran kenapa developer tidak menghubungkan map yang satu dengan map lainnya. Itu artinya, petualangan kita di sini telah dipisahkan secara wilayah tergantung dari peta mana yang tengah dijelajahi.

Pemisahan ini dapat dilihat jelas di peta dunia yang di dalamnya terbagi menjadi beberapa regional penting. Padahal, sebetulnya kita bisa saja terbang dengan kecepatan Saiyan untuk menuju wilayah lain tanpa melalui peta dunia terlebih dahulu. Untungnya, selama perjalanan dan petualangan kita di sini, berbagai musuh sampingan bisa dihadapi dan itu memberikan poin lebih.

Oh, ya, ada beberapa narasi besar yang ditampilkan oleh CyberConnect2 dan Bandai Namco, yakni Frieza Saga, Saiyan Saga, Buu Saga, dan Cell Saga. Jadi bisa terbayang, kan, gimana masif dan luasnya petualangan kita di sini? Lalu, jangan lupa untuk terus melakukan koleksi benda berharga, seperti bola Z-Orb. Objek unik ini akan membantumu untuk menjalani berbagai progres kenaikan level atau skill.

Baca Juga: [REVIEW] The Callisto Protocol—Indah, tapi Berpotensi Menjengkelkan

3. Mekanisme RPG yang tak lekat dengan RPG

[REVIEW] Dragon Ball Z: Kakarot—Lebih Indah dari sebelumnyaDragon Ball Z: Kakarot terkesan kurang lekat dengan elemen RPG. (dok. CyberConnect2/Dragon Ball Z: Kakarot)

Dragon Ball Z: Kakarot merupakan salah satu game berbasis RPG atau JRPG yang seharusnya dapat menampilkan elemen RPG secara nyata. Sayangnya, pertarungan demi pertarungan justru lebih mendominasi di setiap sudutnya. Itu mengapa penulis menyatakan bahwa game ini sangat luas dan eksploratif, tapi ia digarap dengan cara yang tidak maksimal.

Memainkannya selama berjam-jam hanya akan membawa kita pada petualangan yang malah jauh dari kesan RPG. Memang, sih, penulis juga paham bahwa game ini gak mungkin bakal tampil layaknya The Witcher, The Elder Scrolls, atau The Legend of Zelda yang sudah terbukti sangat lekat dengan berbagai elemen RPG. Namun, gak ada salahnya juga, kan, game ini mampu tampil berbobot layaknya RPG Barat kelas atas?

Uniknya, kita bisa mengendalikan banyak karakter di sini. Artinya, kita gak melulu harus menjalankan Goku sebagai sosok utama, melainkan juga Vegeta, Piccolo, Gohan, bahkan Trunks dan Gotenks. Namun, ketika gamer masuk ke dalam mode cerita utama, karakter akan disesuaikan hanya sejalan dengan plot utamanya. Hal ini sengaja dibuat supaya jalan cerita utama tetap dapat difokuskan sampai akhir.

Nah, kalau suka dengan misi atau kegiatan sampingan, kamu bisa melakukannya sepanjang permainan, lho. Dalam setiap wilayah yang dijelajahi, kita bisa melakukan banyak hal remeh yang terkesan unik, lucu, segar, dan menguras waktu. Kamu gak akan menyangka ketika Dragon Ball Z: Kakarot masih mengizinkan gamer untuk memancing ikan yang bakal diolah menjadi bahan makanan.

Secara umum, game ini sudah mampu memaparkan betapa luas dan mengasyikkannya dunia Dragon Ball itu. Kekurangannya adalah banyak titik dan wilayah yang dibuat tidak maksimal. Bahkan, di beberapa region yang disediakan, penulis sering mendapati daerah atau wilayah yang kosong melompong dan seperti tidak digarap dengan baik.

4. Gaya pertarungan masif dalam grafik 3D indah dipadukan dengan audio ciamik

[REVIEW] Dragon Ball Z: Kakarot—Lebih Indah dari sebelumnyaDragon Ball Z: Kakarot memiliki gaya pertarungan keren dan apik. (dok. CyberConnect2/Dragon Ball Z: Kakarot)

Lupakan semua kisah dan elemen RPG dalam game ini. Sejatinya, Dragon Ball Z: Kakarot adalah game pertarungan yang bergaya anime. Ya, developer berhasil membuat game ini sangat lekat dengan anime versi remastered karena grafiknya memang indah dipandang. Faktanya, ada beberapa perbedaan mendasar antara versi PS4 (dan PC) dengan versi PS5-nya.

Untuk versi PS5, detail dari karakter dan lingkungan akan terlihat lebih indah dan pekat dengan warna. Sekilas memang tidak terlihat jauh bedanya. Namun, ketika memainkannya di layar TV yang sudah mendukung resolusi tinggi, gaya pertarungan masif di Dragon Ball Z: Kakarot gak akan kalah dengan anime terbaru yang dibuat dengan engine canggih.

Dari sisi teknis, setidaknya ada tiga hal utama yang wajib kamu perhatikan ketika bertarung dengan musuh. Mereka adalah grafik Health, Ki, dan Guard. Ketiganya harus menjadi perhatian utama karena bisa menjadi kunci dalam memenangkan pertarungan. Pergerakan karakter di saat mode battle atau pertarungan juga terbilang soft alias gak kaku.

Hanya saja, dalam posisi tertentu, gamer mungkin akan merasakan sulit untuk menghindari serangan mematikan dari karakter bos. Beruntung menggerakkan karakter dengan stik PS5 masih terasa adaptif dan menyenangkan. Kalau malas mengingat kombo atau modifikasi serangan, kamu tekan saja tombol O atau kotak berulang kali. Karakter akan otomatis melancarkan serangan beruntun dengan animasi apik.

Bagaimana dengan audionya? Bisa dikatakan sangat bagus. CyberConnect2 dan Bandai Namco rupanya cukup serius dalam melibatkan aktor pengisi suara asli (versi anime) ke dalam Dragon Ball Z: Kakarot. Ada dua bahasa yang bisa kita pilih, yakni Jepang dan Inggris. Tentu saja bahasa Jepang lebih pas untuk dijadikan dialog utama dari game ini jika kamu suka dengan orisinalitas karya Dragon Ball.

5. Lebih indah dan wajib dimainkan oleh penggemar Dragon Ball

[REVIEW] Dragon Ball Z: Kakarot—Lebih Indah dari sebelumnyaDragon Ball Z: Kakarot versi next gen jadi salah satu game Dragon Ball yang layak dikoleksi. (dok. CyberConnect2/Dragon Ball Z: Kakarot)

Dragon Ball Z: Kakarot terbukti mampu tampil beda dengan serial lainnya, termasuk ketika dibandingkan dengan Dragon Ball Xenoverse. Meskipun ia hadir dengan elemen RPG yang kurang, developer sudah membuktikan bahwa kisah Goku dan Vegeta memang selalu lekat dengan pertarungan masif dan berdaya hancur tinggi.

Untuk versi next gen atau konsol terbaru, game ini tampil lebih bagus. Bisa dikatakan bahwa versi terbarunya masuk ke dalam remastered dan bukan sekadar peralihan port. Namun, dalam banyak momen, game ini sebetulnya terkesan mirip dengan versi PS4 dan PC yang sudah dirilis sejak 2020 lalu.

Apakah membeli ulang game ini bakal menjadi pemborosan? Untungnya, tidak. Jika sudah memiliki game asli Dragon Ball Z: Kakarot versi 2020, kamu bisa melakukan update atau upgrade secara gratis, baik itu di PS5 maupun Xbox Series X/S. Namun, kalau belum punya game ini sebelumnya, kamu wajib membayar Rp599 ribu untuk versi standarnya. Adapun, untuk Legendary Edition dijual seharga Rp999 ribu di PlayStation Store.

So, bagaimana kesimpulannya? Penulis memberikan skor 4/5 bagi Dragon Ball Z: Kakarot untuk versi terbaru. Sebagai penggemar dan pencinta serial Dragon Ball, gak ada salahnya kamu mengoleksi game ini karena ia sudah tampil cukup bagus, terutama dalam hal pertarungannya. Nah, semoga review Dragon Ball Z: Kakarot ini dapat dijadikan pertimbangan, ya.

https://www.youtube.com/embed/3noMhtXhhpM

Baca Juga: [REVIEW] Marvel’s Midnight Suns—Menghibur, tapi Terkesan Repetitif

Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya