[REVIEW] Dying Light 2 Stay Human—Bebaskan Dirimu di Zona Apokaliptik

Punya mekanisme yang jauh lebih baik

Techland merupakan salah satu developer game digital yang terbilang jago dalam membuat kisah mengenai zombi. Buktinya, mereka pernah sukses dengan Dead Island, Dead Island: Riptide, dan Dying Light. Nah, semua game zombi buatan developer asal Polandia tersebut sudah penulis mainkan dan tentu mereka pantas disebut sebagai salah satu game apokaliptik zombi terbaik.

Pada 4 Februari 2022, Techland kembali merilis sebuah game besar dengan judul Dying Light 2 Stay Human dengan harga Rp849 ribu di Steam. Lalu, apa yang membuatnya pantas disejajarkan dengan banyak game besar lainnya? Bagaimana kekuatan game ini di mata penulis? Yuk, simak ulasan dan review Dying Light 2 Stay Human di bawah ini!

1. Kembali menghadapi kebrutalan virus zombi

[REVIEW] Dying Light 2 Stay Human—Bebaskan Dirimu di Zona ApokaliptikDying Light 2 Stay Human kembali menekankan kisah perlawanan kita terhadap virus zombi. (dok. Techland/Dying Light 2 Stay Human)

Plot dan premis dalam Dying Light 2 Stay Human berlatar belakang pada 22 tahun setelah kejadian pada Dying Light bagian pertama. Tentu ini merupakan sekuel yang paling ditunggu-tunggu oleh gamer pencinta zombi di seluruh dunia mengingat ada sebuah "kegagalan" besar pada masa lalu. Seperti yang kita tahu, warga Kota Harran (fiktif) telah gagal dalam menghadapi virus zombi dalam Dying Light.

Sayangnya, kebrutalan virus zombi tersebut berlanjut dan membangun teror di sebuah kota bernama Villedor, zona luas yang dikisahkan ada di Eropa. Oh, ya, map atau peta dari wilayah yang akan kita jelajahi dalam game ini sangatlah luas. Ia hadir empat kali lebih besar ketimbang seri pertamanya. Di mata penulis, open world yang dihadirkan dalam Dying Light 2 Stay Human memang jauh lebih masif dibandingkan game terdahulu.

Aiden Caldwell adalah seorang protagonis baru yang bisa kamu mainkan dalam game ini. Selain cerdik, ia juga punya stamina luar biasa dan tentunya skill parkur pun dipertahankan. Sama dengan seri pertamanya, kamu akan banyak melakukan adegan berbahaya di sini, mulai memanjat gedung, melompati bangunan, berlari dengan adrenalin tinggi, dan meluncur di atas ketinggian.

Sebetulnya, plot yang dikembangkan oleh Techland memang terbilang penuh drama layaknya film-film zombi Hollywood. Di sini, Global Relief Effort (GRE) sudah berhasil membuat antivirus dan vaksin untuk pandemik zombi di Kota Harran. Namun, alih-alih mengobati semua orang yang terjangkit wabah, organisasi tersebut justru mengembangkan virus model baru yang jauh lebih kuat dan mematikan.

Well, sudah bisa dipastikan bahwa virus baru bernama THV tersebut lolos dan menginfeksi warga di dataran Eropa. Oh, ya, THV sendiri sebetulnya varian virus dari strain asli yang ada di Kota Harran. Karena sudah mendapatkan modifikasi, THV baru dianggap kebal vaksin dan hanya sensitif dengan pencahayaan UV atau ultraviolet. Pada akhirnya, kamu adalah pemain yang ditugaskan menjadi penyintas dalam game ini.

2. Mekanisme permainan yang lebih kompleks dan intuitif

[REVIEW] Dying Light 2 Stay Human—Bebaskan Dirimu di Zona ApokaliptikDying Light 2 Stay Human memiliki mekanisme yang lebih berbobot dan menuntut keahlian kita sebagai penyintas. (dok. Techland/Dying Light 2 Stay Human)

Di mata penulis, Dying Light 2 Stay Human hadir dengan mekanisme gameplay yang jauh lebih berbobot, atraktif, kompleks, dan intuitif. Yup, penulis memberikan dua jempol untuk Techland dalam hal ini. Secara umum, ia tampil sebagai game aksi yang dikombinasikan dengan open world dan role-playing. Dalam game ini, kamu akan menemukan banyak pertarungan jarak dekat dengan zombi.

Senjata api dan busur bisa saja digunakan, tapi itu hanya akan memberikan sensasi yang tak seberapa dibandingkan dengan pembantaian zombi jarak dekat. Nah, dunia dalam game ini lebih beragam dan musuh-musuh yang kita hadapi juga bervariasi. Meskipun brutal dan sadis, kebanyakan zombi hanya akan aktif pada malam hari. Menjelajahi kota dan mencari sumber daya adalah sedikit hal yang bisa kamu lakukan di sini.

Salah satu elemen yang penulis sukai dalam game ini adalah cara kita dalam berinteraksi dengan pemain-pemain lainnya. Ya, game ini juga hadir secara co-op yang artinya kamu dapat bekerja sama dengan teman-temanmu. Tak sampai di sana saja, kita pun akan menemukan banyak faksi yang bisa dipilih dan semua pilihan kita bisa menentukan perkembangan jalan cerita.

Ada beberapa pilihan sulit yang akan kita terima di sini. Mungkin, ada kalanya kamu menghadapi pilihan yang itu akan mengorbankan warga kota lainnya. Ini yang membuat Dying Light 2 Stay Human makin intuitif. Sebab, ia bisa saja mengaduk-aduk emosi dan perasaan saat kita harus dalam menentukan pilihan yang sangat berat. Kamu pun bukanlah manusia tanpa hati yang hanya berkeliling dunia tanpa tujuan.

Nyatanya, di tengah kekacauan apokaliptik yang dihadapi, kamu sebagai Aiden Caldwell memiliki misi utama untuk mencari adikmu yang bernama Mia. Narasi dan rangkaian kisah dalam game ini makin apik berkat kualitas pergerakan yang kita lakukan. Parkur dan segala macam keahlian sang protagonis akan ditampilkan lebih luwes dan masuk akal. Pada intinya, mekanisme yang disuntikkan oleh developer sudah jauh lebih berbobot.

Baca Juga: 7 Game Launcher Terbaik di PC untuk Main Game Lebih Mudah

3. Punya visual yang merepresentasikan wabah zombi

[REVIEW] Dying Light 2 Stay Human—Bebaskan Dirimu di Zona ApokaliptikVisual dalam game Dying Light 2 Stay Human sudah sangat baik. (dok. Techland/Dying Light 2 Stay Human)

Jika dibandingkan seri pertama, jelas bahwa sekuel kali ini sudah hadir lebih baik. Visualisasi dari kehancuran global pun bisa direpresentasikan dengan sangat baik oleh developer. Perbedaan antara siang dan malam sangat kentara di sini. Kamu bisa menyaksikan betapa mengerikannya dunia zombi pada malam hari. Lalu, ada perasaan lega saat sinar Matahari mulai terbit pada pagi hari.

Dalam grafik yang ditampilkan oleh Dying Light 2 Stay Human, sang developer memang menitikberatkan pada kekacauan dan kehancuran massal di Eropa. Penulis bisa menyaksikan bahwa kualitas grafik yang dipaparkan cukup menerjemahkan maksud pengembang dengan keadaan kota yang porak-poranda akibat wabah zombi. Bahkan, pergerakan karakter juga didukung oleh teknologi sistem terintegrasi bernama C-Engine.

Untuk platform Microsoft Windows (PC) memang membutuhkan spesifikasi cukup tinggi agar dapat menjalankan game ini dengan mulus. Setidaknya, kamu wajib memiliki RAM 16 GB, VGA GTX 1060 6 GB atau lebih tinggi, dan prosesor setara Core i5 generasi 9. Sementara itu, file dari game ini berkisar di angka 65 GB. Oh, ya, selain PC, game ini juga dapat kamu mainkan di konsol PS5, Xbox Series X, dan Nintendo Switch.

4. Audio juga tampil menegangkan

[REVIEW] Dying Light 2 Stay Human—Bebaskan Dirimu di Zona ApokaliptikAudio dalam game Dying Light 2 Stay Human juga tampil apik dan menegangkan. (dok. Techland/Dying Light 2 Stay Human)

Meskipun punya mekanisme gameplay yang atraktif dan penuh warna, audio dalam Dying Light 2 Stay Human justru terdengar cukup menegangkan. Memainkan dan mendengarkannya menggunakan headset pada malam hari akan menambah keseruan dalam bermain. Suara yang dihadirkan dalam dialog atau percakapan pun punya efek yang nyata.

Namun, layaknya game zombi garapan Techland lainnya, ada kalanya audio dalam game ini terdengar repetitif dan punya jenis suara yang sama. Misalnya, suara serangan zombi di terowongan bawah tanah sepintas terdengar sama dengan suara serangan zombi di tempat lain. Hal ini mengingatkan penulis dengan judul lain, macam Dead Island atau Dying Light bagian pertama.

Meski demikian, game ini tetap berada di kelas yang berbeda. Secara kuantitas dan kualitas, ia sudah mampu menghadirkan visual dan audio jempolan. Uniknya, developer juga memberikan banyak variasi gerakan dengan suara yang cukup berbeda pula. Bergelantungan di ketinggian membuat adrenalin kita makin terpacu akibat audio yang mendukung.

5. Sudah memenuhi ekspektasi

[REVIEW] Dying Light 2 Stay Human—Bebaskan Dirimu di Zona ApokaliptikPemain menghadapi terjangan zombi dalam game Dying Light 2 Stay Human. (dok. Techland/Dying Light 2 Stay Human)

Game ini sudah memenuhi ekspektasi penulis. Ia hadir dengan berbagai elemen yang jauh lebih baik ketimbang pendahulunya. Plot yang ada memang terkesan mainstream, tapi nyatanya bisa berkembang dengan begitu kompleks akibat pilihan dari gamer. Lalu, jangan lupakan mekanisme permainan yang sudah dinilai atraktif dan intuitif. Hal inilah yang membuat penulis cukup betah berlama-lama dalam memainkannya.

Grafik dan audio sudah layaknya game berat kekinian. Wajar saja, game arahan Adrian Ciszewski ini juga bisa dimainkan di konsol terbaru, seperti Xbox Series X dan PS5. Jadi, memang sudah sewajarnya game ini menampilkan visual dan audio yang apik serta berbobot. So, bagaimana penilaian akhirnya?

Penulis memberikan skor 4,5/5 untuk Dying Light 2 Stay Human. Jika harga yang ada masih kamu rasa mahal, kamu tak perlu membelinya sekarang. Namun, jika gak sabar untuk segera memainkannya, kamu bisa langsung membelinya di Steam dan bebaskan dirimu di tengah dunia apokaliptik zombi.

https://www.youtube.com/embed/2MD4gTitmzw

Baca Juga: [REVIEW] Monster Hunter Rise—Lebih Seru Dibandingkan Pendahulunya

Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya